Hasil Hutan Berupa Kayu di Indonesia/ Form Timber Forest Products in Indonesia FOR JUNIOR HIGH SCHOOL GEOGRAPHY


Hasil Hutan Berupa Kayu di Indonesia

(Sumber: Pramudiwati, Riana. 2003. Geografi Untuk Kelas 2 Sekolah Menengah Pertama.Klaten: PT IntanPariwara.)

Ø  Kayu  Agathis (bahasa ilmiah: Aghatis alba). Kayu agathis juga disebut “damar putih”. Kayu agathis banyak dihasilkan dari hutan di daerah Maluku, Kepulauan Obi, dan Kepulauan Bacan. Selain itu, kayu agathis juga terdapat di hutan Sumatera, Bangka, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Kayu Agathis termasuk dalam kelompok kayu berlemak yang memiliki sifat berat, bulat, dan dari luar berwarna keabu-abuan dengan sedikit merah. Kayunya berwarna putih dan mudah patah serta tidak tahan lama. Kayu Agathis sering dimanfaatkan untuk tangkai pisau dan keris.

Ø  Kayu Bakau atau Mangrove (bahasa ilmiah: Rhizophora). Kayu bakau banyak dihasilkan di hutan bakau dari daerah pantai Timur Sumatera, pantai Barat dan Timur Kalimantan, serta pnatai Selatan Papua. Kayu bakau banyak jenisnya, antara lain bakau akik, bakau hitam, bakau merah, bakau korap, bakau putih, dan bakau tampusing. Salah satu jenis bakau yang paling besar adalah bakau akik. Pada hutan bakau yang tidak terjamah, bakau akik dapat mencapai tinggi 30 meter dengan garis tengah 50 sentimeter. Kayu bakau akik memiliki sifat halus, luus, serta luar biasa berat dan kerasnya, berwarna coklat kemerah-merahan, serta terasnya berwarna cokelat tua. Kayu bakau akik sering dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar, arang, dan sebagai bahan kertas computer.

Ø  Kayu Bangkirai (bahasa ilmiah: Hopea mengerawan) atau Kayu Jati Kalimantan. Kayu Bangkirai banyak ditemukan di hutan Kalimantan dan Sumatera (Jambi dan Sumatera Selatan). Kayu Bangkirai juga disebut kayu mengerawan, merawan, atau ngerawan. Bangkirai merupakan nama daerah Kalimantan bagian tenggara. Sebutan kayu bangkirai di daerah lain adalah NgerawanLilin (suku Kubu), Seluai (Lematang Hulu), Cengal (Belitung), dan EmangBesi (Kalimantan Barat). Kayu Bangkirai memiliki sifat agak keras, padat, halus, dan berwarna coklat tua. Oleh sebab itu, kayu di daerah Palembang sering dimanfaatkan tukang meubel  sebagai pengganti kayu jati. Sebagaian orang menyebut kayu Bangkirai dengan nama kayu jati Kalimantan.

Ø  Kayu Benuang (bahasa ilmiah: Octomeles sumatrana). Kayu Benuang dihasilkan di hutan dari daerah Sumatera Utara, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan bagian Tenggara. Orang Karo menyebutnya Binuwang, orang Minahasa menyebutnya Winuang, Bonui, Benoang, atau Wenoang. Orang Halmahera menyebutnya lipe, kapu, atau dadatoko. Orang Ternate menyebutnya Afu dan orang Tidore menyebutnya Ngafi. Di Kalimantan bagian Tenggara, kulit kayu benuang setelah dicampur daun jirek yang ditumbuk dimanfaatkan sebagai bahan celupan untuk memberi warna merah pada rotan yang dibelah.

Ø  Kayu Duabanga atau Kayu Takir (bahasa ilmiah: Duabanga moluccana). Kayu duabanga banyak dihasilkan di hutan dari Jawa, Bali, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Sebutan lain kayu duabanga adalah takir (bahasa Jawa), taker (bahasa Madura), kajimas (bahasa Bali), Ares (Minahasa), raba (Galela), ranga (Tobelo), Ole (Ternate), dan Kora (Tidore). Kayu duabanga berbentuk pilar dan tanpa alur. Di Sulawesi Utara kayu duabanga banyak dimanfaatkan untuk papan dan membuat perahu. Di Halmahera air rebusan kulit kayunya dicampur dengab beberapa bahan lain dimanfaatkan sebagai pewarna hitam pada bahan pandan.

Ø  Kayu Jelutung (bahasa ilmiah: Dyera sp.). kayu jelutung banyak dihasilkan dari hutan di daerah

Ø  Pulau Sumatera dan Bangka. Orang Sumatera Selatan menyebutnya Melabuwai. Kayu Jelutung tidak terlalu keras dan cukup halus. Kayu Jelutung sering dimanfaatkan untuk papan, perkakas rumah tangga, dan peti.

Ø  Kayu Kapur atau Kayu Kamfer (bahasa ilmiah: Dryobalanops fusca). Kayu kapur diseut juga kayu kamfer atau kayu kapur empedu. Orang Batak menyebutnya “hayu hapur”. Kayu kapur banyak dihasilkan dari hutan di Sumatera bagian Utara dan  Kepulauan Lingga serta Kalimantan bagian Timur Laut (Kayan). Kayu kapur memiliki sifat mudah terbelah, mudah mengerut, dan sangat peka terhadap pengaruh cuaca. Kayu ini sering dimanfaatkan sebagai bahan atap bangunan ruma karena mudah dikerjakan seperti papan, tiang, balok bantalan. Akan tetapi, kayu ini tidak cocok untuk bangunan jembatan karena mudah retak.

Ø  Kayu Kruing (bahasa ilmiah: Dipterocarpus sp.) kayu Kruing banyak jenisnya, misalnya kruing minyak, kruing batu, kruing bunga, dank ruing bulu, jenis yang terbaik adalah kruing bunga. Kruing bunga merupakan nama yang diberikan oleh penduduk Nanggroe Aceh Darussalam. Penduduk Sumatera Barat menyebutnya lagan. Kayu Kruing bunga banyak dihasilkan dari hutan di daerah Sumatera dan Kalimantan. Kayu Kruing bunga berwarna keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, sedikit berbunga, serta cukup keras, padat, dan berat, kualitas kayu kruing bunga hampir sama dengan kayu jati. Kayu Kruing bunga sering dimanfaatkan untuk bangunan rumah, seperti balok bubung, pintu, dan jendela; bantalan rel kereta api, dan papan geladak jembatan.

Ø  Kayu Meranti (bahasa ilmiah: Shorea sp.). kayu Meranti banyak dihasilkan dari hutan Sumatera dan Kalimantan. Jenis kayu Meranti ada Meranti merah dan Meranti putih. Kayu Meranti bersifat agak lurus sampai lurus dan mudah dikerjakan. Kayu meranti banyak dimanfaatkan untuk papan lantai dan papan peti kemas.

Ø  Kayu Nyatoh (bahasa ilmiah: Palaquium javense), kayu nyatoh banyak dihasilkan dari hutan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Nyantoh merupakan nama dari daerah Madura. Orang Kangean menyebutnya Katengah atau Tatengah. Orang Jawa tengah menyebut Grawang. Orang Bali menyebutnya Klesi. Pohon Nyantoh dapat tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 20-300 meter di atas permukaan laut. Tinggi batangnya dapat mencapai 30-40 meter. Di Jawa Tengah kayu nyantoh dimanfaatkan untuk gamelan dan perkakas rumah tangga.

Ø  Kayu Ramin (bahasa ilmiah: Gonystylus bancanusi). Kayu ramin banyak dihasilkan dari hutan rawa gambut di daerah pantai timur Sumatera serta barat, selatan, dan Timur Kalimantan.

Ø  Kayu jati (bahasa ilmiah: Tectona grandis). Kayu jati dihasilkan dari hutan jati di daerah bertanah kapur di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tengggara, dan Sulawesi Tenggara. Nama “Jati” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk Jawa. Penduduk Sunda menyebutnya “dodolan”. Kayu jati memiliki sifat sangat awet dan tahan lama. Kayu ini sering dimanfaatkan untuk bahan bangunan, seperti atap, tiang, kosen, pintu, dan jendela; bantalan rel kereta api, papan dinding dan papan geladak kapal laut; serta lapisan bawah dari pelat panser pada kapal perang.

Ø  Kayu Ulin (bahasa ilmiah: Eusideroxylon zwageri). Kayu ulin banyak dihasillkan dari hutan Kalimantan dan Sumatera (terutama Sumatera Selatan). Kayu ulin juga disebut kayu besi. Ulin merupakan nama yang diberikan oleh penduduk Kutai (Kalimantan Timur). Penduduk Bangak menyebutnya kayu “belian”, bulian atau bulin. Penduduk Sumatera bagian Tengah menyebutnya kayu Ungalin. Penduduk di daerah Busang (Kalimantan Timur) menyebutnya kayo taba.  Kayu Ulin merupakan jenis kayu paling berat, paling keras, dan paling awet (Schilthuis dan Mdedeling, Maret 1920). Kayu ulin sering dimanfaatkan untuk bangunan pelabuhan, bantalan rel kereta api, dek jembatan, tiang pancang, bangunan pintu air, dan sirap (atap bangunan).

Ø  Kayu Sengon (bahasa ilmiah: Albizzia chinensis). Kayu Sengon disebut kayu Albasia. Kayu Sengon ada beberapa jenis, yaitu sengon Jaw, sengon Laut, sengon landi, dan sengon Sabrang. Sengon merupakan nama dalam bahasa Jawa. Orang Sunda menyebutnya kayu “Jeungjing”. Orang Madura menyebutnya kayu “Sengghung”. Orang Samba Barat menyebutnya kayu Marewita, orang Suma Timur menyebutnya kayu Keura. Kayu Sengon banyak dihasilkan dari hutan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara. Kayu Sengon memiliki sifat ringan sampai agak ringan, agak berat, serat agak kasar dan lurus, erta berwarna kulit mengkilap sampai coklat merah gading, kayu sengon sering untuk bahan korek api dan bahan baku kertas. Selain itu, kayu sengon juga dimanfaatkan untuk membuat peti, rak buku, dan perahu kano.

Ø  Kayu Ebony (bahasa ilmiah: Diospyros utilis). Banyak dihasilkan  dari hutan Sulawesi dan Maluku. Kayu ebony juga disebut kayu ebben atau kayu hitam. Kayu hitam memiliki sifat terasnya tebal dan berwarna hitam. Kayu hitam sering dimanfaatkan untuk papan daun meja, peti, dan meja tulis.

Ø  Kayu Angsana (bahasa ilmiah: Dalbergia sissoides). Dihasilkan dari hutan di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Tenga dan Jawa Timur. Kayu Angsana juga disebut kayu Sonokeling. Kayu Sonokeling memiliki sifat awet, kuat, berwarna indah. Kayu ini dimanfaatkan untuk perabotan rumah tangga.

Ø  Kayu Pinus (bahasa ilmiah: Pinus mercusii) banyak dihasilkan dari hutan Sumatera (Dataran Tinggi Alas dan Gayo, Aceh), sebagian Jawa dan Papua. Kayu pinus erring dimanfaatkan untuk membuat cendera mata misalnya gantungan kunci.

Ø  Kayu Akasia (bahasa ilmiah: Acacia duccerens) banyak dihasilkan dari hutan Jawa. Sebagian besar kayu akasia dimanfaatkan untuk kayu bakar.

Ø  Kayu Cendana (bahasa ilmiah: Santalum album), banyak dihasilkan dari hutan daerah Nusa Tenggara (Sumba, Flores, Solor, Alor, dan Leti). Selain itu, kayu cendana juga dihasilkan dari hutan dari Jawa bagian Timur, Madura bagian Timur, dan Bali. Kayu cendana yang sudah kering berbau harum.

Ø  Kayu Rasamala (bahasa ilmiah: Altingia excelca noronhae), banyak dihasilkan dari hutan Sumatra dan Priangan (Jawa Barat). Pohon Rasamala mendapat sebutan sebagai raksasa hutan karena pohonnya yang tinggi dan besar. Kayu rasamala memiliki sifat sangat awet dan sering dimanfaatkan untuk bangunan rumah dan jembatan.

Ø  Kayu Gaharu (bahasa ilmiah: Aquilaria malaccensis). Dihasilkan dari hutan Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Kulitnya dimanfaatkan untuk membuat tali temali, pelapis keranjang, dan pelapis tikar.

Ø  Kayu Matoa (bahasa ilmiah/ latin: Pometia pinnata). Banyak dihasilkan dari hutan Papua. Selain itu, kayu Matoa juga terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Kayu Matoa dimanfaatkan untuk bangunan dan peralatan rumah tangga. Pohon matoa merupakan flora identitas Provinsi Papua.


IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

Form Timber Forest Products in Indonesia

(Source: Pramudiwati, Riana., 2003. Geography For Class 2 High School Pertama.Klaten: PT IntanPariwara.)

 Wood Agathis (scientific language: Aghatis alba). Agathis wood is also called "white resin". Many agathis wood produced from forests in the Moluccas, Obi Islands, and Islands Bacan. In addition, there is also a agathis wood in the forests of Sumatra, Bangka, Borneo, Sulawesi and Papua. Agathis wood timber belonging fatty possessing heavy, round, and from outside the grayish with a little red. The wood is white and brittle and not durable. Agathis wood is often used to stalk knife and dagger.

 mangrove wood or Mangrove (scientific language: Rhizophora). Many mangrove wood produced in the mangroves of the eastern coastal areas of Sumatra, western and eastern coast of Kalimantan, and South pnatai Papua. Mangrove wood of many kinds, including agate mangrove, black mangrove, red mangrove, Korap mangrove, white mangrove and mangrove tampusing. One type is the greatest mangrove mangrove agate. At untouched mangroves, mangrove agate can reach a height of 30 meters with a diameter of 50 centimeters. Mangrove wood agate has a delicate nature, Luus, as well as unusually heavy and hard, reddish brown and dark brown heartwood. Mangrove wood agate is often used for building materials, firewood, charcoal, and as a paper computer.

 Wood Bangkirai (scientific language: Hopea mengerawan) or Borneo Teak Wood. Bangkirai wood are found in the forests of Borneo and Sumatra (Jambi and South Sumatra). Wood also called Wood mengerawan Bangkirai, merawan, or ngerawan. Bangkirai is the name of the southeastern area of ​​Kalimantan. Bangkirai wood designations in other areas are NgerawanLilin (Kubu tribe), Seluai (Lematang Hulu), Cengal (Billiton), and EmangBesi (West Kalimantan). Wood Bangkirai have properties rather hard, dense, smooth, and dark brown. Therefore, the wood in the furniture artisan Palembang often used as a substitute for teak. Part of the wood called teak Bangkirai as Kalimantan.

 Wood Benuang (scientific language: Octomeles sumatrana). Benuang timber produced in the woods of North Sumatra, North Maluku, North Sulawesi, East Kalimantan. Karo people call Binuwang, Minahasa people call Winuang, Bonui, Benoang, or Wenoang. People call lipe Halmahera, Kapu, or dadatoko. People call Afu Ternate and Tidore call Ngafi. In East Kalimantan, bark benuang after mixed leaves are pounded jirek be used as a dye to give a red color on the split rattan.

 Wood or Wood Duabanga Takir (scientific language: Duabanga moluccana). Wood duabanga produced in many forests of Java, Bali, North Sulawesi and North Maluku. Another name duabanga wood is takir (Javanese), taker (Madurese language), kajimas (Balinese), Ares (Minahasa), touch (Galela), Ranga (Tobelo), Ole (Ternate) and Kora (Tidore). Duabanga shaped wooden pillars and without grooves. In North Sulawesi duabanga wooden boards and widely used for making boats. In Halmahera bark boiled water mixed with some other ingredients dengab used as a black dye on the material of pandanus.

 Wood Jelutung (scientific language: Dyera sp.). jelutung timber produced from forests in many regions

 Sumatra and Bangka. People call Melabuwai South Sumatra. Wood Jelutung not too hard and fairly smooth. Jelutung wood often used for shelter, household items, and shipping.

 Lime Wood or Wood camphor (scientific language: Dryobalanops fusca). Lime Wood also diseut camphor wood or wood chalk bile. Batak people call it "hayu Hapur". Wood produced many of the limestone forest in northern Sumatra and Kalimantan Islands Linga and the Northeast (Kayan). Lime Wood has split nature easy, simple contract, and is very sensitive to weather influences. Wood is often used as a roofing material because it is easier to work building ruma like boards, beams, beam bearings. However, wood is not suitable for building the bridge as it is easy to crack.

 Wood Kruing (scientific language: Dipterocarpus sp.) Kruing many kinds of wood, such as oil Kruing, Kruing stone, Kruing flowers, ruing dank fur, the best kind is Kruing interest. Kruing interest is the name given by the people of Aceh. Residents of West Sumatra called Lagan. Wood Kruing much interest generated from the forests in Sumatra and Kalimantan. Wood Kruing flowers grayish to reddish brown, slightly ornate, and quite hard, dense, and heavy wood quality Kruing flowers similar to teak. Wood Kruing rate is often used for building houses, such as ridge beams, doors, and windows; railway sleepers, and bridge deck boards.

 Wooden Meranti (scientific language: Shorea sp.). Meranti wood produced from many forests of Sumatra and Kalimantan. Meranti wood species was red Meranti and Meranti white. Meranti wood is rather straight up straight and easy to do. Meranti wood widely used for floor boards and container boards.

 Wood nyatoh (scientific language: Palaquium javense), wood nyatoh generated a lot of forest in East Java, Central Java, and Bali. Nyantoh is the name of Madura district. People call Kangean Katengah or Tatengah. People call Grawang central Java. The Balinese call Klesi. Nyantoh trees can grow well in areas with an altitude of 20-300 meters above sea level. High trunk can reach 30-40 feet. In Central Java nyantoh wood used for gamelan and home furnishings.

 Wood Ramin (scientific language: Gonystylus bancanusi). Ramin generated a lot of peat swamp forests of the east coast of Sumatra and the west, south, and east Kalimantan.

 Teak (scientific language: Tectona grandis). Produced from teak wood teak forests in the earthy limestone in Central Java, East Java, Nusa Tengggara, and Southeast Sulawesi. The name "Identity" is a designation given by the Javanese. Population Sunda called "dodolan". Teak wood has properties very durable and long lasting. Wood is often used for building materials, such as roof, pillars, frame, doors, and windows; railway sleepers, wall board and deck board ships, as well as the bottom layer of armored plate on warships.

 Wood Ulin (scientific language: Eusideroxylon zwageri). Dihasillkan lot of ironwood forests of Borneo and Sumatra (notably South Sumatra). Ironwood also called ironwood. Ulin is the name given by the Kutai (East Kalimantan). Residents Bangak wood called "purchase", Bulian or Bulin. Population Central Sumatra wood called Ungalin. Residents in the area Busang (East Kalimantan) called Kayo taba. Ulin wood is the most severe type of wood, the hardest and most durable (Schilthuis and Mdedeling, March 1920). Ironwood is often used for building ports, railway sleepers, bridge deck, piling, building floodgates, and shingles (roof of the building).

 Wood Sengon (scientific language: Albizzia chinensis). Sengon wood called wood Albasia. Wood Sengon there are several types, namely sengon Jaw, sengon Sea, sengon Landi, and sengon Sabrang. Sengon is the name of the Java language. Sundanese people call it "wood Jeungjing". Madurese wood called "Sengghung". People call it Western Samba Marewita timber, the timber calls the East Suma Keura. Wood Sengon generated a lot of forests in West Java, Central Java, East Nusa Tenggara. Wood Sengon possess mild to slightly lighter, slightly heavy, rather coarse fibers and straight, shiny skin erta colored red to brown ivory, often for material sengon matchsticks and paper materials. In addition, sengon also used to make chests, bookshelves, and canoe.

 Wood Ebony (scientific language: Diospyros utilis). Many forests resulting from Sulawesi and Maluku. Also called ebony wood or ebony ebben. Ebony heartwood possess thick and black. Ebony boards are often used for leaf tables, chests, and a writing desk.

 Wood Angsana (scientific language: Dalbergia sissoides). Produced from forests in Indonesia, particularly in Java and East Java Tenga. Wood also called Wood Sonokeling Angsana. Wood Sonokeling possesses durable, strong, beautiful color. Wood is used for furniture.

 Pine Wood (scientific language: Pinus mercusii) generated a lot of forests of Sumatra (Plateau Alas and Gayo, Aceh), some Java and Papua. Erring pine wood used to make souvenirs such as keychains.

 Wood Acacia (scientific language: Acacia duccerens) generated a lot of forests of Java. Most of acacia wood used for firewood.

 Sandalwood (scientific language: Santalum album), generated a lot of forest area Nusa Tenggara (Sumba, Flores, Solor, Alor, and Leti). In addition, also produced sandalwood forests of eastern Java, Madura Eastern, and Bali. The dried sandalwood smell nice.

 Wood Rasamala (scientific language: Altingia excelca noronhae), generated a lot of woods and Priangan Sumatra (West Java). Trees Rasamala received designation as a giant forest because the trees are tall and big. Wood Rasamala possesses extremely durable and is often used for building houses and bridges.

 Agar Wood (scientific language: Aquilaria malaccensis). Produced from forests of Sumatra, Kalimantan and Sulawesi. Her skin is used to make ropes, baskets upholstery, mats and upholstery.

 Wood Matoa (scientific language / Latin: Pometia pinnata). Many results from the forests of Papua. In addition, wood Matoa also found in Sumatra, Java, Kalimantan, Sulawesi and Maluku. Matoa wood used for building and household appliances. Matoa an identity tree flora of Papua Province.


0 comments:

Post a Comment