Kesultanan Aceh pada Masa Sultan Iskandar Muda/ The Sultanate of Aceh at Sultan Iskandar Muda FOR JUNIOR HIGH SCHOOL HISTORY
Kesultanan Aceh pada Masa Sultan IskandarMuda
(Sumber: Buku Sejarah 1 untuk Sekolah Menengah Pertama)
Kesultanan Aceh yang pertama adalah Sultan Ali Muhayat Syeh, Sultan inilah yang mendirikan Kesultanan Aceh yang merdeka dan berdaulat adalah yang memerdekakan Aceh dari Kesultanan Pedir, suatu kerajaan yang amat berkuasa pada masa itu. Pada hakekatnya Kesultanan Aceh merupakan suatu negeri yang beridiologi militant yang yakin akan kedudukan sebagai Kesultanan merdeka. Rakyat Aceh sadar benar akan:
Ø Harga diri sendiri sebagai manusia yang bertujuan satu, yakni Tuhan.
Ø Harga diri sendiri sebagai orang Islam yang hanya tunduk kepada Tuhan dan para pemimpinnya yang dengan sungguh membuktikan bahwa mereka dengan sungguh membuktikan bahwa mereka berkewajiban terhadap rakyatnya.
Ø Kewajiban sebagai manusia yang harus berani bercita dan berani berbuat dan berusaha untuk menerima rahmat Tuhan.
Demikianlah dasar yang menimbulkan suatu Negara yang kuat yang dapat mengatasi serangan kaum Imperialisme dan Penjajah. Pada tahun 1607, dinobatkan di atas singgasana Kesultanan Aceh seorang Sultan yang sanggup dan cakap mengembangkan jiwa rakyat Aceh yang gagah perwira itu yaitu: Sultan IskandarMuda. Pada saat itu memegang seluruh kekuasaan di Aceh. Aceh dapat merebut kedudukan yang kuat, antara lain:
Ø Menguasai Semenanjung Malaka, kecuali kota Malaka,
Ø Meluaskan daerah di Sumatera Utara seluruhnya,
Ø Menangkis serangan Portugis yang berhasrat besar untuk menghancurkan Kesultanan Aceh,
Ø Menguasai lautan Indonesia di sebelah Barat Sumatra.
Ø Selalu mengancam kedudukan Portugis di Indonesia.
Sultan IskandarMuda dapat menggerakkan tentaranya di Aceh maupun di Semenanjung Mlaka hingga dapatlah direbutnya:
Ø Pantai Sumatera Barat hingga Bengkulu,
Ø Pantai Sumatera Timur hingga Indrapura,
Ø Semenanjung Mlaka dari sudut Selatan hingga daerah dekat Lingor,
Ø Karena kekuasannya di Mlaka, ia mendapat menyusahkan orang Portugis di Mlaak dan mengancam perdagangan Portugis di Malaka.
Tiada segan ia menundukkan daerah tersebut, untuk menyelamatkan dan menjaga jalannya perdagangan di Indonesia.
Pada masa pemerintahannya, Sultan IskandarMuda berhadapan dengan bangsa Portugis, Sultan IskandarMuda tidak gentar berhadapan dengan Portugis. Ia berusaha menyusun kekuatatan batin dan tenaga lahir, dengan jalan:
Ø Mengintesifkan perkembangan agama Islam,
Ø Kekuasaan Aceh di tanam di mana-mana sepanjang pantai.
Selain dari tindakan mempertahankan dan menyiapkan diri (defensive), juga berusaha untuk menyerang (agressif) di mana mungkin untuk melemahkan musuh.
Bila dibandingkan dengan usaha SultanAgung di Kesultanan Islam Mataram, sangat berbeda dengan politik Sultan IskandarMuda, sebab Sultan IskandarMuda berkali-kali tidak merusak kekuatan ekonomi maupun tenaga produksi rakyat dengan peperangan sepanjang pemerintahannya.
Peperangan di Kesultanan Islam Mataram, melemahkan dan menghancurkan ekonomi rakyat di pesisir Jawa, dan hanya menghasilkan persatuan yang sangat lemah. Sultan Iskandar Muda memperluas Aceh bersama-sama dengan pengluasan itu ia dapat memaksakan monopoli lada kepada daerah yang dikuasainya. Dengan demikian ia memperkuat:
Ø Kedudukan Kesultanan,
Ø Kekayaan rakyat,
Ø Tenaga pembelaan rakyat di Aceh.
Belanda dan bangsa asing manapun juga ditolak dan dilarang untuk tinggal di Aceh. Perdagangan lada di Aceh tidak pernah jatuh ke tangan Belanda. Sultan IskandarMuda sekali-kali tidak mau runding dengan Portugis dan Belanda.
Penyebaran Agama Islam dan Kesustraan Islam di Kesultanan Aceh
Sultan IskandarMuda sangat memajukan perhubungan antara Aceh dengan Negara Islam lainnya seperti Mesir, Arab, Turki, Persia, dan India. Pengaruh Arab sangat besar dan tasawuf yang merugikan jiwa asli tidak mungkin timbul di Aceh.
Di usahakan oleh Sultan IskandarMuda agar Aceh merupakan suatu Negara sebagai yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad saw dan sebagai yang telah diwujudkan dalam khalifah Abu Bkar, Umar, Usman, dan Ali.
Masjid, Surau, maupun Langgar terdapat di seluruh Aceh dan dasar penghidupan Aceh adalah agama Islam. Berkat kegiatan dan keinsyafan rakyat Aceh, agama Islam dapat melebarkan sayapnya ke selatan maupun ke timur.
Ø Daerah Mandailing,
Ø Minangkabau, Bengkulu,
Ø Indragiri dan Jambi
Pendidikan rakyat dipusatkan dan dihidupkan dari agama, baik di rumah maupun di luar rumah seperti: di masjid, langgar atau surau. Sultan IskandarMuda adalah penjelmaan cita-cita penganjur slam dan dalam segala perbuatannya. Ialah yang dapat melaksanakan dan mewujudkan cita-cita Islam yang dikejar oleh para wali di Jawa. Pada waktu itu di Aceh, hidup ahli tasawuf yang terkenal, yaitu ilmu tasawuf dari Iran. Jamannya hidup pula seorang ulama besar bernama Nuruddin Ar Raniri, penulis buku sejarah Aceh. Ia menentang keras aliran tasawuf yang diajarkan oleh Syekh Syamsuddin Ar Raniri.
Aceh mulai mundur
Pada tahun 1636, Sultan IskandarMuda mangkat. Penggantinya ialah menantunya ialah bernama Iskandar Thani, putera Sultan Pahang (1636-1641). Setelah Iskandar Thani mangkat, ia dingatikan oleh permaisurinya (Puteri Iskandar Muda) yang bergelar Syafiatuddin Syah (1641-1675). Pada jamannya Kesultanan Aceh mulai mengalami kemunduran.
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
The Sultanate of Aceh at Sultan Iskandar Muda
(Source: History Book 1 for Secondary Schools)
Sultanate of Aceh the first is Muhayat Sheikh Sultan Ali, Sultan of the Sultanate of Aceh is to establish an independent and sovereign state of liberty is Pedir Sultanate of Aceh, a very powerful empire at that time. At the bottom of the Sultanate of Aceh is a country that believes militants beridiologi be standing as an independent Sultanate. Aceh people aware of the:
Price himself as a man who intended one, namely God.
Price ourselves as Muslims are only subject to God and their leaders who truly prove that they are really proving that they are obligated to the people.
obligation as human beings aspire to be brave and courageous to do and try to accept the grace of God.
That is the basic cause of a strong state that can overcome the attacks imperialism and occupation. In 1607, crowned on the throne of a Sultan of the Sultanate of Aceh who are able and capable to develop a gallant soul Acehnese officers are: Sultan Iskandarmuda. At that holds all the power in Aceh. Aceh can grab a strong foothold, among others:
Mastering Malay Peninsula, except for the city of Malacca,
Expand entire area in North Sumatra,
Fending Portuguese attack eager to destroy the Sultanate of Aceh,
Mastering Indonesian seas to the west of Sumatra.
Always threaten the position of the Portuguese in Indonesia.
Sultan Iskandarmuda can move troops in Aceh and Mlaka peninsula until it can be captured:
Coast of West Sumatra to Bengkulu,
Coast to East Sumatra Indrapura,
Mlaka Peninsula from the south to the area near the corner of Lingor,
Due to its power in Mlaka, he got in trouble Mlaak Portuguese and Portuguese in Malacca trade threatened.
He is not ashamed to subdue the area, to save and keeping the trade in Indonesia.
During his reign, Sultan Iskandarmuda dealing with the Portuguese, Sultan Iskandarmuda not afraid to deal with the Portuguese. He tried to make the inner kekuatatan and power was born, by the way:
intensified development of the religion of Islam,
Power Aceh planted everywhere along the coast.
Apart from maintaining the action and preparing (defensive), also attempted to attack (aggressive) where possible to weaken the enemy.
When compared to the business in the Sultanate of Mataram Islam SultanAgung, very different political Iskandarmuda Sultan because Sultan Iskandarmuda many times not to damage the economic strength nor the power of the people to war production during his reign.
Wars in the Islamic Sultanate of Mataram, weaken and destroy the economy of the people on the coast of Java, and produced only a very weak union. Sultan Iskandar Muda expand Aceh together with aggrandizement that he can impose a monopoly of pepper to the regions under their control. Thus he strengthened:
Position the Sultanate,
The wealth of the people,
Power in defense of the people of Aceh.
Dutch and also rejected any foreign nation and forbidden to stay in Aceh. Pepper trade in Aceh has never fallen into the hands of the Dutch. Sultan Iskandarmuda never want negotiator with the Portuguese and the Dutch.
The spread of Islam and Islam in the Sultanate of Aceh kesustraan
Sultan Iskandarmuda greatly advance the nexus between Aceh with other Muslim countries like Egypt, Arabia, Turkey, Persia, and India. Arabic influence is huge and adverse Sufism original soul may arise in Aceh.
In order to try by the Sultan of Aceh Iskandarmuda a state as desired by the Prophet Muhammad and as having been realized in Abu Bkar caliph, Umar, Uthman, and Ali.
Mosque, Surau, and Breached presence throughout Aceh and Aceh is the basic livelihood of Islam. Thanks to the activities and conviction of the people of Aceh, Islam can spread its wings to the south and to the east.
Regional Mandailing,
Minangkabau, Bengkulu,
Indragiri and Jambi
Education is centered and turned the people of religion, both at home and outside the home such as: in the mosque or surau violated. Sultan Iskandarmuda is the ideal embodiment of the advocates slam and in everything he does. Is to execute and realize the ideals of Islam being pursued by the trustee in Java. At that time in Aceh, live experts famous Sufism, the mysticism of Iran. Its time to live also a great scholar named Nuruddin Ar Raniri, author of the history of Aceh. He strongly opposes the flow of Sufism is taught by Sheikh Shamsuddin Raniri Ar.
Aceh began to retreat
In 1636, Sultan Iskandarmuda died. His successor is the law is named Iskandar Thani, son of the Sultan of Pahang (1636-1641). After Iskandar Thani died, he dingatikan by the queen (Miss Iskandar Muda) who holds Syafiatuddin Shah (1641-1675). During his days Sultanate began to decline.
0 comments:
Post a Comment