Pendidikan Timor Timur (Timor Leste) ketika berintegrasi dengan Indonesia/Education in East Timor (Timor Leste) when integrated with Indonesia FOR GENERAL HISTORY


Pendidikan Timor Timur (Timor Leste) ketika berintegrasi dengan Indonesia

(Sumber:  Sardjono, V.1977. Kembalinya Saudara yang Hilang. Jakarta: PT Sahid & Co Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.)

                Sebagaimana di setiap Negara jajahan, masalah pendidikan terhadap pendidikan terhadap penduduk pasti tidak atau kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Apa lagi pendidikan terhadap pendidikan pribumi. Sebab pada umumnya penjajahan takut bila mana pendidikan maju, rakyat akan pandai dan bila rakyat yang pandai akhirnya pasti akan memberontak, kepada yang menjajah. Pendapat semacam ini dianut dan dijalankan pula oleh Portugis terhadap penduduk atau rakyat Timor Timur.

                Ketika Portugis berkuasa di Timor Timur fasilitas pendidikan terhadap rakyat atau penduduk sangat minim atau kurang. Tiap kabupaten hanya terdapat satu sekolah Dasar (SD) 4 tahun. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas hanya terdapat di kota Dili. Tidak semua rakyat dapat bersekolah. Yang diijinkan bersekolah hanyalah anak putera pegawai pemerintah (dalam hal ini dengan sendirinya orang Portugis) dan anak putera kepala suku.

                Akibat dari system pendidikan semacam ini maka putera daerah tidak maju dan penjajahan berlangsung lama sampai 450 tahun. Sebagai efek nyata dari system pendidikan semacam itu maka tingkat buta huruf mencapai tingkat tertinggi yaitu 97%.

                Setelah Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, maka masalah pendidikan ini mendapatkan perhatian yang serius bagi Pemerintah Provinsi Timor Timur. Usaha pertama adalah membuka kembali pendidikan yang ada yang tertutup beberapa lama akibat pergolakan politik. Sebagai tindak lanjut dari usaha ini maka di Dili telah dibuka Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Di samping itu telah digiatkan pula pendidikan luar sekolah untuk generasi muda seperti Pramuka, dan kegiatan olah raga seperti sepak bola, volley ball, basket ball, tenis meja, tennis dan lainnya. Juga telah dibuka kursus bahasa Indonesia terutama untuk pegawai Pemerintah dan guru. Tantangan utama dan pertama dalam masalah pendidikan di Timor Timur dewasa ini adalah kurangnya tenaga pengajar.

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

Education in East Timor (Timor Leste) when integrated with Indonesia
(Source: Sardjono, V.1977. Brothers Return of the Prodigal. Jakarta: PT Sahid & Co. Ministry of Education and Culture.)
As in every country occupied, the issue of education to the education of the population would have no or less attention from the government. What's more education for indigenous education. For most of occupation where education was afraid to come forward, people will be clever and smart if people would eventually rebel, to the colonized. Such opinions is adopted and implemented also by the Portuguese on the population or the people of East Timor.
When the Portuguese rule in East Timor educational facilities to the people or the population was minimal or lacking. Each district there is only one primary school (SD) 4 years. Junior High and Senior High School is only available in Dili. Not all people can attend.Which allowed children to school is the son of civil government (in this case by itself the Portuguese) and young son chiefs.
As a result of this kind of education system does not forward the native people and the occupation lasted until 450 years old. As the real effect of such an education system that the illiteracy rate reached its highest level of 97%.
After berintegarasi East Timor with Indonesia, the education problem is getting serious attention to the Provincial Government of East Timor. The first attempt to reopen a closed school there for some time due to political upheaval. As a follow up of these efforts has been opened in Dili Elementary School (SD), High School (SMP), and Senior High School (SMA). In addition it has also encouraged non-school education to the younger generation such as Boy Scouts, and sports activities such as soccer, volley ball, basket ball, table tennis, tennis and more. It has also been opened Indonesian courses primarily for government employees and teachers. And the first major challenge on the issue of education in East Timor today is the lack of teachers.


0 comments:

Post a Comment