Kultur Area Jawa di Provinsi Jawa Timur tentang Mantu Kucing di desa Purworejo, Pacitan/ Javanese culture area in East Java province on Mantu Cats in the village Purworejo, Pacitan FOR GENERAL SOSIOLOGY


Kultur Area Jawa di Provinsi Jawa Timur tentang Mantu Kucing di desa Purworejo, Pacitan

(Sumber: Supriyanto, Henri.1997. Upacara Adat Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa TImur.)

Daerah Tingkat II (Dati II) Kabupaten Pacitan

                Upacara adat “Mantu Kucing” merupakan upacara adat untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menurunkan hujan di daerah orang-orang yang mengadakan upacara tersebut. Upacara ini diadakan bila tiba musim kemarau yang berkepanjangan dan berdampak negative terhadap warga masyarakat yang masih agraris.

                Upacara adat ini diangkat dari tradisi masyarakat desa Purworejo, Kecamatan Pacitan, Pacitan. Kejadian masa silam (tidak disebutkan tahun kejadian) dikisahkan seorang warga desa yang memperoleh “wisik” (petunjuk dari Allah) agar turun hujan, maka mereka melaksanakan upacara “Mantu Kucing”. Waktu itu para sesepuh musyawarah untuk melaksanakan upacara “Mantu Kucing”.

                Istilah “Mantu Kucing” tiada ubahnya seperti orang mengadakan upacara pernikaan dua anak manusia. Hanya khusus dalam keperluan ini yang dinikahkan adalah dua ekor kucing. Kucing betina berasal dari desa Purworejo, dan kucing jantan diambil dari desa tetangga yang bersebelahan yakni desa Arjowinangun. Upacara ini secara tradisional diadakan di tepi sebuah aliran sungai, tempat kucing betina yang dinikahkan dipelihara. Upacara “Mantu Kucing” ini ditradisikan di Pacitan, dalam satu kegiatan untuk meminta hujan kepada Tuhan pencipta langit dan bumi. Upacara ini diadakan bila wilayah tersebut dilanda musim kemarau yang berkepanjangan.

                Kisah di atas menyerupai upacara adat di kerajaan Yunani Purba, yakni sewaktu kemarau panjang rakyatnya mengadakan upacara menyembelih kambing jantan (tragos) agar dewa Zeus berkenan menurunkan hujan di daerah yang dilanda kemarau panjang. Sekalipun yang dinikahkan seekor kucing, masyarakat Pacitan menyebut dua ekor kucing yang dinikahkan itu dengan istilah “penganten” (Jawa: manten).

Kronologis Upacara

1) Pada hari yang telah ditetapkan, pengantin perempuan dinaikkan tandu, diarak dan dibawa ke tempat upacara pernikahan. Tempat yang dimaksudkan berada di batas desa kucing betina, dan dipilih di tepi sungai. Di tempat inilah pengantin (kucing betina) menanti kedatangan penganten laki-laki. Penganten laki-laki (kucing jantan) yang berasal dari desa Arjowinangun.

2) Upacara temu penganten. Setelah penganten laki-laki datang di tempat tersebut diadakan upacara temu penganten. Penganten laki-laki diarak dengan pengiring yang membawa sesajian dan seperangkat barang “sasrahan” (barang yang diserah-terimakan) dari pihak “besan” laki-laki ke “besan perempuan. Dalam upacara serah-terima ini, penganten laki-laki (kucing jantan) diwakili oleh seprang wanita (ibu) Kepala Desa Arjowinangun. Pihak penerima adalah wakil penganten wanita yang diwakili oleh seorang Bapak (Kepala Desa Purworejo). Setelah upacara serah terima, penganten laki-laki dan wanita didudukkan  bersandingan di dalam tandu penganten wanita. Kedua penganten itu diarak menuju ke tepi sungai.

3) Upacara memandikan Penganten. Di tepi sungai tempat pesta tersebut berlangsung, Kepala Desa Purworejo menyerahkan kedua penganten ke sesepuh desa (dukun bernama mbah Dullah), kakek inilah yang memimpin upacara memandikan penganten dengan air bunga. Temu penganten itu  disebut “jemuk”. Kakek (sesepuh desa) mengucapkan doa dan mantra, dengan perantaraan dua ekor (penganten) yang dimandikan, sang kakek memohon kepada Tuhan  agar menurunkan hujan.

4) Upacara Ngalap Berkah. Upacara ngalap berkah berupa selamatan dengan tumpeng nasi kuning. Sesudah dipanjatkan doa, warga masyarakat mengadakan makan bersama yang disebut “kembul bujana punar” artinya secara bergantian warga desa yang ngestreni (menghadiri) mengambil nasi kuning. Tumpeng nasi kuning dipersiapkan pihak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo).

5)upacara penutup-Sungkeman. Setelah selesai upacara ngalap berkah, rangkaian upacara dilanjutkan dengan sungkeman. Pihak keluarga penganten laki-laki dan wanita bergantian mengadakan sungkeman sebagai tanda akhir upacara “mantuKucing”.
Kakek dukun meminta kepada segenap warga yang mengikuti agar dengan segera meninggalkan tempat upacara, menuju ke rumah masing-masing dengan selamat.

Keterangan Upacara

Upacara adat “MantuKucing” menggunakan music pengirng selawatan, yang ritual dan mengacu ke tradisi Khataman Nabi. Dialog-dialog khas tampak diucapkan oleh:

1) Dialog pasrah pihak penganten wanita yang diucapkan oleh ibu Kepala Desa Arjowinangun, ditujukan kepada Bapak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo).

2) Dialog “penampi” (penerimaan) yang diucapkan oleh pihak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo) ditujukan kepada ibu Kepala Desa Arjowinangun.

3) Dialog pasrah pihak penganten (Kepala Desa Purworejo) kepada sesepuh desa/ kakek/ mbah Dullah.

4) Monolog sesepuh desa (kakek) yang memimpin upacara adat di saksikan oleh seluruh warga masyarakat yang menghadiri (mangestreni) rangkaian kata-kata doa/ pengucapan mantra-mantra menjelang pelaksanaan “kembul bujana punaru”.
Pernyataan sesepuh desa bahwa upacara telah selesai, segenap warga diminta pulang ke rumah masing-masing dengan selamat (raharjo slamet, ora ana alangan apa-apa).

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

Javanese culture area in East Java province on Mantu Cats in the village Purworejo, Pacitan
(Source: Supriyanto, Henri.1997. Ceremony in East Java. Surabaya: Regional Department of Tourism and Culture Provincial Level Region East Java.)
Regional Level II (municipal) Pacitan
Ceremonies "Mantu Cats" is a traditional ceremony to ask God the Almighty to lower rainfall in the people who hold the ceremony. The ceremony was held when it is prolonged droughts and impact negatively on the agrarian community.
Ritual is lifted from rural tradition Purworejo, District Pacitan, Pacitan. Genesis of the past (not mentioned in the incident) told a villager who obtained "wisik" (guidance from Allah) to rain, then they perform the ceremony "Mantu Cats". At that time the elders of deliberation to perform the ceremony "Mantu Cats".
The term "Mantu Cats" is like no person held a ceremony pernikaan two human beings. Only special purposes that marriage is two cats. Female cats are from the village of Purworejo, and male cats were taken from a neighboring village adjacent to the village Arjowinangun. The ceremony is traditionally held on the banks of a stream, where a married female cat maintained. Ceremony "Mantu Cats" is ditradisikan in Pacitan, in one activity for rain to God the creator of heaven and earth. The ceremony is held when the region hit by prolonged drought.
The above story resembles a traditional ceremony in Ancient Greek empire, the drought when people held a ceremony to slaughter goats (tragos) to the god Zeus willing to rain in the drought-stricken region. Although the marriage of a cat, the Pacitan mention two cats were married it with the term "bride" (Javanese: manten).
Chronological Ceremony
1) On the day specified, the bride was raised stretcher, paraded and brought to the marriage ceremony. The place is meant to be a female cat in the village limits, and selected on the banks of the river. This is where the bride (female cat) await the arrival of the bridegroom. Bridegroom (tomcat) derived from the village Arjowinangun.
2) Intersection ceremony the bride. After the bridegroom came at the appointment ceremony held bride. Bridegroom paraded with accompaniment that brings offerings and a set of goods "sasrahan" (items handed over) from the "besan" men to "besan women. In the handover ceremony, the bridegroom (tomcat) seprang represented by women (mothers) Arjowinangun village chief. The receiving party is representative of the bride, represented by a Mr. (Chief Purworejo). After the handover ceremony, the bridegroom and a woman seated on the stretcher bersandingan bride. Both the bride was paraded to the edge of the river.
3) Ceremony bathing bride. On the banks of the river where the party took place, Chief Purworejo submit both the bride to the village elders (shaman named champion Dullah), who led the grandfather is bathing ceremony bride with flower water. Gathering of the bride is called "jemuk". Grandpa (village elders) say prayers and mantras, with the mediation of the two tails (the bride) were washed, the grandfather asking the Lord to rain down.
4) ngalap Blessing Ceremony. Ngalap ceremonial blessing of salvation with yellow rice cone. After the prayers are being said, the residents held a meal with so-called "kembul Bujana punar" means that villagers alternately ngestreni (attend) took the yellow rice. Prepared yellow rice cone the bridegroom (Head Purworejo).
5)-Sungkeman closing ceremony. Upon completion ngalap blessing ceremony, the ceremony continued with Sungkeman. The family of the bridegroom and the women took turns holding Sungkeman as a sign of the end of the ceremony "mantuKucing".Shaman grandfather asks all residents to follow in order to leave the ceremony, go to their homes safely.
Description Ceremony
Ceremonies "MantuKucing" using music pengirng selawatan, which refers to the ritual and tradition of the Prophet Khataman. Dialogues spoken by distinctive look:
1) the resignation dialog spoken by the bride's mother Arjowinangun village chief, addressed to Mr. bridegroom (Head Purworejo).
2) Dialog "winnowing" (acceptance) spoken by the bridegroom (Head Purworejo) addressed to the mother of the village chief Arjowinangun.
3) Dialogue resigned the bride (chief Purworejo) to the village elders / grandpa / grandma Dullah.
4) Monologue village elders (grandparents) who led the ceremony witnessed by all citizens in the community who attended (mangestreni) circuit prayer words / pronunciation of spells towards the implementation of the "kembul Bujana punaru".Statement of village elders that the ceremony has been completed, all the residents were returned to their respective homes safely (raharjo slamet, ora ana Alangan anything).

0 comments:

Post a Comment