Keunikan Malioboro, Jogjakarta, Indonesia/ The uniqueness of Malioboro, Yogyakarta, Indonesia FOR GENERAL GENERAL


Keunikan Malioboro

(Sumber: Sari, Ina Parawara.2007. Jogja Punya Cerita.Jakarta:AzkaMuliaMedia.)

                Membentang di atas sumbu imajiner menghubungkan Keraton Jogjakarta, Tugu, dan Puncak Gunung Merapi. Jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai salah satu kawasan perdagangan, bahkan menjadi salah satu ikon Jogjakarta yang dikenal Malioboro.

                Terletak sekitar 800 meter dari Keraton Jogjakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Keraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa Sansekerta berarti “karangan bunga” menjadi dasar penamaan jalan tersebut.

                Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang, bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat Agersi Militer Belanda Kedua pada tahun 1948 ini, juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi, semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

The uniqueness of Malioboro, Yogyakarta, Indonesia

(SourceSariIna Parawara.2007Jogja Got Cerita.Jakarta:AzkaMuliaMedia.)

Extends over the imaginary axis connecting the Kraton Yogyakarta,Tuguand the summit of Mount MerapiThe road is formed into atrading locality after Sri Sultan lane I developed means of trading through a traditional market since 1758. Having passed 248 years,where it still survives as one of the trading areaeven being one of the icons known Yogyakarta Malioboro.

Located about 800 meters from the palace of Jogjakarta, this placeused to be filled with a bouquet of flowers every time the palacecarrying out the celebrationMalioboro, which in Sanskrit means"bouquet" became the basis of naming the road.

Flanked by shops, offices, restaurants, luxury hotels, historic buildingsthe street that was once the struggle had become thebasis of the Dutch Second Military Agersi time in 1948, also had aland odyssey of artists who are members of the community PersadaStudies Club (PSK) led artists Bannerman Landu Paranggisincethe 1970's until about 1990.


0 comments:

Post a Comment