Undang-undang Republik Indonesia Serikat atau Konstitusi Republik Indonesia Seriakt (RIS)/ Law of Republic of Indonesia States or the Constitution of the Republic of Indonesia Seriakt (RIS) FOR GENERAL CIVIL EDUCATION


Undang-undang Republik Indonesia Serikat atau Konstitusi Republik Indonesia Seriakt (RIS)

(Sumber: Saleh, Wantji. 1977. Tiga Undang-undang Dasar. Jakarta:Ghalia Indonesia.)
KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
(Keputusan Presiden RIS 31 Januari 1950 Nr. 48) LN. 50-3
(d. u. 6 Februari 1950)

MUKADIMAH

                Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam memperjuangkan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat meduduki hak-hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.
                Kini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampai kepada tingaktan sejarah yang berbahagia dan luhur.
                Maka demi nin kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk republic-federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan social.
                Untuk mewujudkan kebahagiaan kesejahteraan perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.

BAB I
NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

BAGIAN I
BENTUK NEGARA DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat iala suatu Negara hukum yang demorasi dan berbentuk federasi.
(2) kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.

BAGIAN II
DAERAH NEGARA
Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia yaitu daerah bersama:
a) Negara Repubkik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam persetujuan Renville tanggal 17 Januari 1948;
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundang, termasuk Distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan LabuhanBatu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan.

b) Satuan-satuan kenegaran yang tegak sendiri:
Jawa Tengah;
Bangka;
Belitung;
Riau;
Kalimantan Barat (Daerah Istimewa);
Dayak Besar;
Daerah Banjar;
Kalimantan Tenggara;
Dan Kalimantan Timur.

(a) dan (b) ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan federasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang ditetapkan dalam Konstitusi ini dan lagi.

c) daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.

BAGIAN III
 LAMBANG DAN BAHASA NEGARA
Pasal 3
(1) Bendera kebangsaan Republik Indonesia Serikat iala bendera Sang Merah Putih.
(2) Lagu kebangsaan ialah lagu Indonesia Raya.
(3) pemerintah menetapkan meterai dan lambang Negara.
Pasal 4
Bahasa resmi Negara Republik Indonesia Serikat ialah Bahasa Indonesia.

BAGIAN IV
KEWARGANEGARAAN DAN PENDUDUK NEGARA
Pasal 5
(1) Kewarganegaraan Republik Indonesia Serikat diatur oleh undang-undang federal.
(2) pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengna kuasa undang-undang federal. Undang-undang federal mengatur akibat-akibat pewarganegaraan terhadap isteri orang ynag telah diwarganegarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa.
Pasal 6
Penduduk Negara iala Negara yang berdiam di Indonesia menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.

BAGIAN V
HAK-HAK DAN KEBEBASAN-KEBEBASAN DASAR MANUSIA
Pasal 7
(1) setiap orang diakui sebgai manusia pribadi terhadap Undang-undang.
(2) segala orang berhak menutut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh Undang-undang.
(3) segala orang berhak menutut perlindungan yang sama terhadap tiap pembelakangan terhadap tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
(4) setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sunggu dari hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum.
Pasal 8
Sekalian orang yang ada di daerah Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta bendanya.
Pasal 9
(1) setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan Negara.
(2) setiap orang berhak meninggalkan negeri dan jika ia warga Negara atau penduduk kembali ke situ.
Pasal 10
Tiada seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apaun yang tujuannya kepada itu, terlarang.
Pasal 11
Tiada seorang juapun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak mengenal perikemanusiaan atau menghina.
Pasal 12
Tiada seorang juapun boleh ditangkap atau ditahan, selainnya atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah menurut aturan undang-undang dalam hal dan menurut cara yang diterangkan dalamnya.
Pasal 13
(1) Setiap orang berhak, dalam persamaan yang sepenuhnya mendapat perlakuan jujur dalam perkaranya oleh hakim yang tak memihak, dalam hal menetapkan hak dan kewajibannya dan dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman yang dimajukan terhadapnya beralasan atau tidak.
(2) bertentangan dengan kemauannya tiada seorang juapun dapat dipisahkan dari pada hakim, yang diberikan kepadanya oleh aturaan hukum yang berlaku.
Pasal 14
(1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuati peristiwa pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalaahannya dalam suatu bidang pengadilan, menurut aturan hukum yang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu untuk pembelaan.
(2) tiada seorang juapun boleh dituntut untuk duhukum atau dijatuhkan hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
(3) apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ayat di atas, maka dipakailah ketentuan yang lebih baik bagi sitersangka.
Pasal 15
(1) tiada suatu pelanggaran atau kejahatanpun boleh diancamkan hukuman beripa rampasan semua barang kepunyaan yang bersalah.
(2) tidak satu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Pasal 16
(1) tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu gugat.
(2) menginjak suatu perkarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya dibolehkan dalam hal yang ditetapkan dalam suatu aturan hukum yang berlaku baginya.
Pasal 17
Kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan surat menyurat tidak boleh diganggu gugat, selain daripada atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang telah disahkan untuk itu menurut peraturan-peraturan undang-undang dalam hal yang diterangkan dalam peraturan itu.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran keinsyafan batin dan agama; hak ini meliputi kebebasan bertukar agama atau keyakinan begitu pula kebebasan menganut agamanya atau keyakinannya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di muka umum maupun dilingkungannya sendiri dengan jalan mengajarkan, mengamalkan, beribadat mentaati perintah dan aturan agama, serta dengan jalan mendidik anak dalam iman dan keyakinan orang tua mereka.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 20
Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat secara damai diakui dan sekedar perlu dijamin dalam peraturan undang-undang.
Pasal 21
(1) setiap orang berhak dengan bebas memajukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan lisan ataupun dengan tertulis.
(2) setiap orang berhak memajukan permohonan kepada penguasa yang sah.
Pasal 22
(1) setiap warga Negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang.
(2) setiap warga Negara diangkat dalam tiap jabatan Negara.
Orang asing boleh diangkat dalam jabatan pemerintahan menurut aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pasal 23
Setiap warga Negara berhak dan berkewajiban turut serta dengan sungguh dalam pertahanan kebangsaan.
Pasal 24
(1) penguasa tidak akan mengikatkan keuntungan atau kerugian kepada termasuk warga negar dalam sesuatu golongan rakyat.
(2) perbedaan dalam kebutuhan masyarakt dan kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan.
Pasal 25
(1) setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain.
(2) seorang pun tidak boleh dirampas miliknya dengan semana-mena.
Pasal 26
(1) pencabutan hak (onteigening) untuk kepentingan umum atas seusai benda atau hak tidak dibolehkan, kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan undang-undang.
(2) apabila sesuatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun baik untuk selama-lamanya maupun untuk beberapa lama, harus dirusakkan sampai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti rugi dan menurut aturan undang-undang kecuali jika ditentukan yang sebaliknya oleh aturan itu.
Pasal 27
(1) setiap warga Negara, dengan syarat kesanggupan, berhak atas pekerjaan yang ada.
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan dan berhak pula atas syarat perburuhan yang ada.
(2)  setiap orang yang melakukan pekerjaan dalam hal yang sama, berhak atas pengupahan adil yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia.
Pasal 28
Setiap orang berhak mendirikan serikat sekerja dan masuk ke dalamnya untuk memperlindungi kepentingannya.
Pasal 29
(1) mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang-undang.
(2) memilih pengajaran yang akan diikuti, adalah bebas.
Pasal 30
Kebebasan melakukan pekerjaan social dan amal, mendirikan organisasi untuk itu, dan juga untuk pengajaran partikuler dan mencari dan mempunyai harta untuk maksud itu diakui.
Pasal 31
Setiap orang yang ada di daerah Negara harus patuh kepada Undang-undang, termasuk aturan hukum yang tak tertulis dan kepada penguasa yang sah dan yang bertindak sah.
Pasal 32
(1) peraturan Undang-undang tentang melakukan hak dan kebebasan yang diterangkan dalam bagian ini, jika perlu,  akan menetapkan batas hak dan kebebasan itu, akan tetapi hanyala semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat yang adil untuk ketentreraman kesusillaan dan kesejahteraan umum dalam suatu persekutuan yang demokrasi.
(2) jika perlu, Undang-undang federal menentukan pedoman dalam hal itu bagi Undang-undang daerah bagian.
Pasal 33
Tiada suatu ketentauanpun dalam bagian ini boleh ditafsirkan dengan pengertian sesuatu penguasa, golongan atau prang dapat memtik hak daripadanya untuk mengusahakan sesuatu apa atau melakukan perbuatan serupa apaun yang bermaksud menghapuskan sesuatu hak atau kebebasan yang diterangkan dalamnya.

BAGIAN VI
AZAS-AZAS Dasar
Pasal 34
Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan yang jujur dan yangdilakukan menurut hak pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.

Pasal 35
Pegnuasa sesanggupnya memajukan kepastian dan jaminan social teristimewa pemasitan dan penjaminan syarat-syarat perburuhan dan keadaan-keadaan perburuhan yang baik, pencegahan dan pemberantasan pengangguran serta penyelenggaraan persediaan untuk hari tua dan pemeliharaan janda dan anak yatim piatu.
Pasal 36
(1) meninggikan kemakmuran rakyat adalah suatu hal yang terus menerus diselenggarakan oleh penguasa, dengan kewajibannya senantiasa menjambin bagi setiap orang  derajat hidup sesuai dengan martabat manusia untuk dirinya serta keluarganya.
(2) dengan tidak mengurangi pembatasan yang ditentukan untuk kepentingan umum dengan peraturan undang-undang, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan menurut sifat, bakat, dan kecakapan masing-masing untuk turut serta dalam perkembagan sumber kemakmuran negeri.
Pasal 37
Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara.
Pasal 38
Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung azas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan.
Pasal 39
(1) penguasa wajib memajukan sedapatnya perkembangan rakyat  baik rohani maupun jasmani, dan dalam hal ini teristimewa berusaha selekasnya menghapuskan buta huruf.
(2) di mana perlu, penguasa memembuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan memperdalam kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan perasaan perikemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yangsama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang tua murid.
(3) murid sekolah partikulir memenuhi syarat kebaikan menurut Undang-undang bagi pengajaran umum haknya sama dengna hak murid sekolah umum.
(4) terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum.
Pasal 40
Penguasa senatiasa berusaha dengan sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat.
Pasal 41
(1) penguasa memberi perlindungan yang sam akepada segala perkumpulan dan persekutan agama yang diakui.
(2) penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama patu taat kepada Undang-undang, termasuk aturan hukum yang tak tertulis.

BAB II

Republik Indonesia Serikat dan Daerah-daerah Bagian

Bagian I

Daerah-daerah Bagian

Babakan 1. Ketentuan Umum

Pasal 42


                Sambil menunggu penjelasan susunan Republik Indonesia Serikat sebagai federasi antara federasi antara Negara-negara bagian yang sling sama martabat dan saling sama hak, maka daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2 adalah sama hak.
Pasal 43
                Dalam penjelasan susunan federasi Republik Indonesia Serikat maka berlakulah asas-pedoman, bahwa kehendak Rakyatlah di daerah-daerah bersangkutan yang dinyatakan dengan merdeka menurut jalan demokrasi, memutuskan status yang kesudahannya akan diduduki oleh daerah-daerah tersebut dalam federasi.
Pasal 44
                Perubahan daerah sesuatu daerah bagian, begitu pula masuk ke dalam atau menggabungkan diri kepada suatu daerah bagian yang telah ada, hanya boleh dilakukan oleh sesuatu daerah- sungguhpun sendiri bukan daerah bagian-menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal, dengan menjunjung asas seperti dalam pasal 43, dan sekedar hal itu mengenai masuk atau menggabungkan diri, dengan persetujuan daerah bagian yang bersangkutan.
Pasal 45
                Tatanan dan cara menjalankan pemerintah daerah-daerah bagian haruslah menurut cara demokrasi, sesuai dengan asas-asas yang termaktub dalam Konstitusi ini.

Babakan 2
Negara-negara
Pasal 46
(1)    Negara-negara yang baru dibentuk membutuhkan pengakuan undang-undang federal.
(2)     Undang-undang federal tidak memberikan status Negara kepada daerah-daerah yang dipandang tidak akan sanggup melaksanakan dan memenuhi hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban suatu Negara.
Pasal 47
                Peraturan-peraturan ketata-negaraan Negara-negara haruslah menjamin ha katas kehidupan rakyat sendiri kepada pelbagai persekutuan rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara kenegaraan dengan aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu secara demokrasi dalam daerah otonomi.
Pasal 48
(1)    Peraturan-peraturan ketetanegaraan Negara-negara tidak akan memuat ketentuan yang seluruhnya atau sebagian berlawanan dengan Konstitusi ini.
(2)    Peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut atau perubahan-perubahan dalamnya baru mulai berlaku sesudah ditimbang oleh Pemerintah Federal.

Untuk maksud itu maka peraturan-peraturan tersebut sesudah selesai dibuat, dengan selekas-lekasnya dikirimkan oleh Pemerintah Negara kepada Pemerintah Federal.

(3)    Sekiranya menurut timbangan Pemerintah Federal ada seuai yang berlawanan sebagai maksud dalam ayat (1), maka dalam dua bulan sesudah menerima surat-surat itu Pemerintah Federal menyampaikan hal itu kepada Pemerintah Negara dan mengundang supaya bertindak membuat perubahan.
(4)    Apabila Pemerintah Negara tetap melalaikan menurut petunjuk-petunjuk yang dimaksud dalam ayat di atas seluruh atau sebagiannya, ataupun apabila Pemerintah Negara berpendapat bahwa petunjuk-petunjuk itu tak tepat diberikan, maka baik Pemerintah Federal maupun Pemerintah Negara boleh meminta keputusan tentang itu kepada Mahkamah Agung Indonesia dan keputusan ini bersifat mengikat.
(5)    Apabila Pemerintah Federal memberitahukan kepada Pemerintah Negara dalam waktu yang tersebut dalam ayat (3), bahwa peraturan ketatanegaraan atau perubahan dalamnya yang dipertimbangkan kepadanya mendapat persetujuannya, ataupun dalam waktu tersebut tidak memaklumkan timbangan apa-apa, maka peraturan ketatanegaraan itu dipandang telah mendapat pengakuan Pemerintah Federal sebagai peraturan  ketatanegaraan Negara itu yang sah, ataupun perubahan tersebut dianggap telah diakuinya sebagai termasuk dalam peraturan ketatanegaraan Negara itu yang sah dan dalam hal demikian maka peraturan ketatanegaraan itu telah dijaminnya; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditentukan dalam Bab IV, Bagian III.

Babakan 3
Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri yang bukan Negara
Pasal 49
                Kedudukan  dalam federasi bagi satuan-satuan Kenegaraan yang tegak sendiri dan yang bukan berstatus Negara, diatur dengan undang-undang federal.

Babakan 4
Daerah-daerah yang bukan daerah bagian dan distrik federal Jakarta
Pasal 50
(1)    Pemerintah atas daerah-daerah yang diluar lingkungan daerah sesuatu daerah bagian, dan atas distrik federal Jakarta dilakukan oleh alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2)    Daerah-daerah bagian yang masuk bilangan untuk itu, boleh disertai dalam pemerintahan itu dengan persetujuan pemerintahannya.

BAGIAN III
PEMBAGIAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH ANTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DENGAN DAERAH-DAERAH BAGIAN

Babakan I
Pembagian penyelenggaraan pemerintah
Pasal 51
(1)    Penyelenggaraan pemerintah tentang pokok-pokok yang terdaftar dalam lampiran Konstitusi ini dibebankan semata-mata kepada Republik Indonesia Serikat.
(2)    Daftar lampiran penyelenggaraan pemerintahan yang tersebut dalam ayat (1) diubah, baik atas permintaan daerah-daerah bagian bersama-sama ataupun atas inisiatip pemerintah pusat federal sesudah mendapat persesuaian dengan daerah-daerah bagian bersama-sama, menurut acara yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3)    Perundang-undang federal selajutnya akan mengambil segala tindakan yang perlu untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan yang dibebankan kepada federal dengan semestinya.
(4)    Segala penyelenggaraan pemerintahan yang tidak masuk dalam penetapan pada ayat-ayat di atas adalah kekuasaan daerah-daerah bagian semata-mata.
Pasal 52
(1)    Daerah bagian berhak mendapat bagian yang sebesar-besarnya dalam melaksanakan penyelengaraan pemerintah federal oleh perlengkapan daerah bagian itu sendiri.
Untuk itu maka Republik Indonesia Serikat sedapat-dapatnya meminta bantuan daerah-daerah bagian.
(2)    Apabila Republik Indonesia Serikat menuntut bantuan daerah bagian untuk melaksanakan peraturan-peraturan federal, maka daerah bagian wajib memberikan bantuan itu.
(3)    Daerah-daerah bagian melaksanakan pemerintahan ikut serta yang ditetapkan dalam pasal ini sesuai dengan pendapat lebih tinggi alat-alat perlengkapan federal yang bersangkutan.
Pasal 53
Dalam menyelenggarakan tugas pemerintahannya daerah-daerah bagian dapat bekerja bersama menurut aturan-aturan umum yang ditetapkan undang-undang federal; aturan-aturan itu menentukan pula campur tangan Republik Indonesia Serikat yang boleh jadi dilakukan dalam hal itu.
Pasal 54
(1)    Penyelenggaraan seluruh atau sebagian tugas pemerintah suatu daerah bagian oleh Republik Indonesia Serikat atau dengan kerjasama antara alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat dan alat-alat perlengkapan daerah bagian yang bersangkutan, hanyalah dapat dilakukan atas permintaan daerah bagian yang bersangkutan itu.
Banguan Republik Indonesia Serikat itu sedapat mungkin terbatas pada tugas pemerintahan yang melampaui tenaga daerah bagian itu.
(2)    Untuk memulai dan menyelenggarakan tugas pemerintahan sesuatu daerah bagian dengan tiada permintaan yang bermaksud demikian, Republik Indonesia Serikat hanya berkuasa dalam hal-hal yang akan ditentukan oleh pemerintah Federal dengan persesuaian Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni apabila daerah bagian itu sangat melalaikan tugasnya, dan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.

Babakan 2
Perhubungan Keuangan
Pasal 55
(1)    Undang-undang federal menentukan pendapatan-pendapatan yang sebagai pendapatan federasi sendiri, masuk perbendaharaan Republik Indonesia Serikat; sekalian pendapat lain, sekedar menurut hokum tidak menjadi bagian persekutuan hokum bawahan, masuk semata-mata untuk kegunaan perbendaharaan daerah bagian, sebagai pendapat sendiri, bagi daerah-daerah itu.
(2)    Pada pembagian pendapatan-pendapatan yang dimaksud ayat di atas diusahakan mencapai perimbangan, sehingga baik Republik Indonesia Serikat maupun daerah-daerah bagian berdaya membayar segala pembayaran yang bersangkutan dengan penyelenggaraan pemerintahannya, dari pendapatan-pendapatan sendiri.
(3)    Dengan tidak mengurangi dasar seperti tersebut dalam ayat yang lalu maka pembagian pendapatan-pendapatan seboleh-bolehnya disesuaikan dengan pembagian penyelenggaraan pemerintah seperti ditentukan dalam babakan di atas.
(4)    Oleh Undang-Undang Federal dapat ditentukan bahwa atas pajak-pajak daerah-daerah bagian dipungut opcenten untuk keperluan federasi.
Pasal 56
(1)    Menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang Federal kekurangan uang pada dinas biasa dalam anggaran daerah-daerah bagian ditutup dengan bantuan biaya dari kas perbendaharaan Republik Indonesia Serikat.
(2)    Kekurangan uang pada dinas luar biasa boleh ditutup dengan bantuan biaya yang sedemikian.
Pasal 57
(1)    Pinjaman uang di luar negeri dilaksanakan hanya semata-mata oleh Republik Indonesia Serikat.
(2)    Atas permintaan daerah bagian, Republik Indonesia Serikat boleh melaksanakan pinjaman uang di luar negeri untuk keperluan daerah bagian itu.
(3)     Untuk melaksanakan pinjaman uang dalam negeri, daerah-daerah bagian membutuhkan pengesahan lebih dahulu dari Republik Indonesia Serikat.
Pasal 58
(1)    Anggaran daerah-daerah bagian yang kekurangannya ditutup dengan memberatkan kas-perbendaharaan federal atau dengan jalan pinjaman, membutuhkan pengesahan pemerintahan federal.
(2)    Dalam hal-hal yang ditunjuk oleh Undang-Undang Federal dan menurut aturan-aturan undang-undang itu pengesahan yang dimaksud dalam ayat tadi dapat disangkut kepada mengadakan perubahan-perubahan dalam anggaran yang bersangkutan itu menurut petunjuk-petunjuk yang dianggap perlu oleh Pemerintah Federak sepakat dengan Senat.
Pasal 59
(1)    Anggaran daerah-daerah bagian selain daripada yang tersebut dalam pasal 58 tidaklah dicampuri oleh Republik Indonesia Serikat.
(2)    Akan tetapi jikalau ternyata kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan maka Pemerintah Federal sepakat dengan Senat boleh menghendaki supaya daerah bagian yang bersangkutan mengadakan perubahan tertentu dalam anggarannya.
(3)    Undang-undang Federal menetapkan apa yang dimaksud dengan perkataan kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan, dan membuat aturan-aturan untuk melaksanakan kekuasaan seperti tersebut dalam ayat di atas serta mengatur akibatnya berhubungan dengan pertanggungah yang mungkin terjadi dalam melaksanakan bagian-bagian yang bersangkutan dalam anggaran itu.
Pasal 60
(1)    Apa yang ditetapkan dalam pasal 56 sampai dengan pasal 59 tidak boleh dilaksanakan secara apapun, sehingga oleh karena itu terjadi peristiwa perubahan dalam pembagian penyelenggaraan pemerintah dan dalam perhubungan keuangan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah bagian seperti diterangkan dalam bagian ini.
(2)    Teristimewa tidaklah akan dihubungkan syarat-syarat yang menuju kea rah itu kepada pemberian bantuan oleh Republik Indonesia Serikat kepada daerah-daerah bagian dan juga tidak kepada pengesahan pinjaman uang atau kepada pengesahan anggaran.
Pasal 61
                Undang-undang federal yang selanjutnya memuat aturan-aturan tentang perhubungan keuangan antara Republik Indonesia Serikat dengan daerah-daerah bagian, di mana mungkin akan menentukan lagi jaminan-jaminan lain, sehingga Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah bagian saling menjunjung tinggi sepenuh-penuhnya segala hak dan kekuasaannya.

Babakan 3
Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
Pasal 62
                Segala milik harta benda, piutang dan hak-hak lain yang diterima dari Indonesia pada pemulihan kedaulatan menjadilah hak milik Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah bagian, yaitu sekadar bergantung kepada penyelenggaraan pemerintah yang menjadi beban Republik Indonesia Serikat ataupun beban daerah-daerah bagian.
Pasal 63
                Segala kewajiban yang diterima dari Indonesia dari Indonesia pada pemulihan kedaulatan adalah kewajiban Republik Indonesia Serikat.

BAGIAN III
DAERAH-DAERAH SWAPRAJA
Pasal 64
Daerah-daerah Swapraja yang sudah ada, diakui.
Pasal 65
                Mengatur kedudukan  daerah-daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian yang bersangkutan  dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan kontrak  yang diadakan antara daerah bagian dan daerah-daerah swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah-daerah swapraja yang sudah ada, dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang federal yang menyatakan, bahwa, kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah daerah bagian bersangkutan.
Pasal 66
                Sambil peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal yang lalu dibuat, maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian, bahwa pejaba-pejabat Indonesia dahulu yang tersebut dalamnya diganti dengan pejabat-pejabat yang demikian pada daerah bagian bersangkutan.
Pasal 67
                Peselisihan-perselisihan antara daerah-daerah bagian dan daerah-daerah swapraja bersangkutan tentang peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 65 dan tentang menjalankannya, diputuskan oleh Mahkamah Agung Indonesia baik pada tingkat yang pertama dan yang tertinggi juga, ataupun pada tingkat appel.

BAB III
PERLENGKAPAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Ketentuan Umum
                Alat-alat perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat ialah
a)      Presiden;
b)      Menteri-menteri;
c)       Senat;
d)      Dewan Perwakilan Rakyat;
e)      Mahkamah Agung Indonesia;
f)       Dewan Pengawas Keuangan;

BAGIAN I
PEMERINTAH
Pasal 68
(1)    Presiden dan Menteri-menteri bersama-sama merupakan Pemerintah.
(2)    Di mana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka yang dimaksud ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu.
(3)    Pemerintah berkedudukan di ibukota Jkarta, kecuali jika dalam hal darurat pemerintah menentukan tempat yang lain.
Pasal 69
(1)    Presiden adalah Kepala Negara.
(2)    Beliau dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh Pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2.
Dalam memilih Presiden, orang-orang yang dikuasakan ini berusaha mencapai kata sepakat.
(3)    Presiden harus orang Indonesia yang telah berusia 30 tahun; beliau tidak boleh orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih.
Pasal 70
        Presiden berkedudukan di tempat kedudukan Pemerintah
Pasal 71
        Presiden sebelum menangku jabatan, mengangkat sumpah (keterangan dan janji) menurut cara agamanya di hadapan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut dalam pasal 69 dan yang untuk itu bersidang dalam rapat umum sebagai berikut:
        “Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk dipilih menjadi presiden Republik Indonesia Serikat, langsung ataupun tidak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuai kepada siapapun juga.
                Saa bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tak langsung sesuatu janji atau pemberian.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya sekuat tenaga akan memajukan kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan melindungi dan mempertahankan kebebasan-kebebasan dan hak-hak umum dan khusus sekalian penghuni Negara.
                Saya bersumpah (berjanji) setia kepada Konstitusi dan lagi bahwa saya akan memeluhara dan menyuruh memelihara segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia Serikat, bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada nusa dan bangsa dan Negara dan bahwa saya dengan setia akan memenuhi segala kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat, sebagai sepantas kepala Negara yang baik.”
Pasal 72
(1) Jika perlu karena Presiden berhalangan, maka beliau memerintahkan perdana menteri menjalankan pekerjaan jabtannya sehari-hari.
(2) Undang-undang federal mengatur pemilihan Presiden baru untuk hal, apabila Presiden tetap berhalangan, berpulang atau meletakkan jabatannya.
Pasal 73
                Yang dapat diangkat menjadi Menteri adalah orang yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih.
Pasal 74
(1) Presiden sepakat dengan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah sebagai tersebut dalam pasal 69, menunjuk 3 pembentuk Kabinet.
(2) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-menteri yang lain.
(3) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari Menteri-Menteri itu diwajibkan memimpin Departemen-departemen masing-masing.
Boleh pula diangkat Menteri-menteri yang tidak memangku sesuatu Departemen.
(4) Keputusan-keputusan Presiden  yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini serta ditanda tangani oleh ketiga pembentuk Kabinet.
(5) Pengangkatan atau penghentian antara waktu Menteri-menteri dilakukan dengan keputusan Pemerintah.
Pasal 75
(1) Menteri-menteri yang diwajibkan memimpin Departemen Pertahanan, Urusan Luar Negeri, Urusan Dalam Negeri, Keuangan dan Urusan Ekonomi, dan juga Perdana Menteri, sungguhpun ia tidak diwajibkan memimpin salah satu Departemen tersebut berkedudukan khusus seperti diterangkan di bawah ini.
(2) Menteri-menteri pembentuk biasanya masing-masing memimpin salah satu dari Departemen-departemen tersebut dalam ayat yang lalu.
(3) Dalam hal-hal yang memerlukan tindakan dengan segera dan dalam hal-hal darurat, maka para Menteri yang berkedudukan khussu bersama-sama berkuasa mengambil keputusan-keputusan yang dalam hal itu dengan kekuatan yang sama, menggantikan keputusan-keputusan Dewan Menteri yang lengkap.
Dalam mengambil keputusan Menteri-menteri itu berusaha mencapai kata sepakat.
(4) Dalam memusyawaratkan dan memutuskan sesuatu hal yang langsung mengenai sesuatu pokok yang masuk dalam tugas suatu departemen yang lain dari pada yang tersebut dalam ayat (1), Menteri Kepala Departemen itu turut serta.
Pasal 76
(1) Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan-kepentingan umum Republik Indonesia Serikat, Menteri-menteri bersidang dalam Dewan Menteri yang diketahui oleh Perdana Menteri atau dalam hal Perdana Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri berkedudukan khusus.
(2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden.
Masing-masing Menteri berkewajiban sama berhubung dengan urusan-urusan khusus masuk tugasnya.
Pasal 77
                Sebelum memangku jabatannya, Menteri-menteri mengangkat sumpah (keterangan dan janji) di hadapan Presiden menurut cara agamanya, sebagai berikut:
                “Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk diangkat menjadi Menteri, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tidak langsung  sesuatu janji atau pemberian.
                Saya bersumpah (berjanji) setia kepada Konstitusi, bahwa saya akan memelihara segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia Serikat bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara dan bahwa saya akan memenuhi dengan setia segala kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh jabatan Menteri.”
Pasal 78
                Gaiji Presiden dan gaji Menteri-menteri, begitu pula ganti-rugi untuk biaya perjalanan dan biaya penginapan dan jika ada, ganti rugi yang lain-lain diatur dalam undang-undang federal.
Pasal 79
(1) Jabatan Presiden dan Menteri tidak boleh dipangku bersama-sama dengan menjalankan jabatan umum apapun di dalam dan di luar Republik Indonesia Serikat.
(2) Presiden dan Menteri-menteri tidak boleh, langsung atau tak langsung, turut serta dalam ataupun menjadi penanggung untuk sesuatu badan perusahaan yang berdasarkan perjanjian untuk memperoleh laba atau untuk yang diadakan dengan Republik Indonesia Serikat atau dengan sesuatu bagian dari Indonesia.
(3) Mereka tidak boleh mempunyai piutang atau tanggung Republik Indonesia Serikat, kecuali surat-surat utang umum.
(4) Yang ditetapkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini tetap berlaku atas mereka selama 3 tahun sesudah mereka meletakkan jabatannya.

BAGIAN II
SENAT
Pasal 80
(1) Senat mewakili daerah-daerah bagian.
(2) Setiap daerah bagian mempunyai dua anggota dalam Senat.
(3) Setiap anggota Senat mengeluarkan satu suara dalam Senat.
Pasal 81
(1) Anggota-anggota Senat ditunjuk oleh Pemerintah daerah-daerah bagian, dari daftar yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan rakyat dan yang memuat tiga calon untuk tiap-tiap kursi.
(2) apabila dibutuhkan calon untuk dua kursi, maka Pemerintah ang bersangkutan bebas untuk menggunakan sebagai satu, daftar-daftar yang disampaikan oleh perwakilan rakyat untuk pilihan lembar itu.
(3) Dalam pada itu daerah-daerah bagian sendiri mengakan peraturan-peraturan yang perlu untuk menunjuk anggota-anggota dalam Senat.
Pasal 82
Yang boleh menjadi anggota Senat ialah warga Negara yang telah berusia 30 tahun yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun yang haknya untuk dipilih telah dicabut.
Pasal 83
                Anggota-anggota Senat sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah (keterangan dan janji) di hadapan Presiden atau Ketua Senat yang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut cara agamanya, sebagai berikut:
                “Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya untuk ditunjuk menjadi anggota Senat langsung ataupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan membantu memelihara konstitusi dan segala peraturan yang lain bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal 84
                Anggota-anggota Senat senantiasa boleh meletakkan jabatannya. Mereka memberitahukan hal itu denga surat kepada Ketua.
Pasal 85
(1) Presiden mengangkat Ketua Senat dari anjuran yang dimajukan oleh Senat dan yang memuat sekurang-kurangnya dua orang, baik dari antaranya sendiri maupun tidak.
(2) Ketua harus memenuhi syarat-syarat yang termaktub dalam pasal 82.
(3) Ketua bukan anggota dan mempunyai suara penasehat. Ialah yang memanggil Senat.
(4) apabila salah seorang anggota telah diangkat menjadi Ketua, maka pemerintah daerah bagian yang bersangkut menunjuk orang lain menjadi anggota sebagai penggantinya.
(5) Senat menunjuk dari antaranya seorang wakil ketua yang tetap mempunyai keanggotaan dan hak suara.
(6) Dalam hal ketua dan wakil-wakil berhalangan atau tidak ada, maka rapat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua usianya; anggotanya ini tetap mempunyai keanggotaan dan hak suara.
Pasal 86
                Sebelum meangku jabatannya, Ketua Senat mengangkat sumpah (keterangan dan janji) di hadapan Presiden menurut cara agamanya, sebagai berikut:
                “Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya untuk diangkat menjadi ketua Senat, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjajikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapaun juga.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan membantu memelihara konstitusi dan segala peraturan yang lain bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal 87
Senat mengadakan rapat-rapatnya di Jakarta kecuali jika dalam hal-hal darurat pemerintah menentukan di tempat yang lain.
Pasal 88
(1) rapat-rapat yang mengenai pokok-pokok sebagai  dimaksud dalam pasal 127 sub (a) dan pasal 168 harus terbuka bagi umum kecuali jika ketua menimbang perlu ataupun sekurang-kurangnya 5 anggota menuntut, supaya pintu ditutup bagi umum.
(2) sesudah pintu ditutup, rapat memutuskan apakah permusyawaratan dilakukan dengan pintu tertutup.
(3) tentang hal-hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu tertutup.
Pasal 89
Ketua dan anggota Senat tidak dapat dituntut di muka Pengadilan karena yang dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada majelis itu, kecuali  jika mereka dengan itu mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan syarat supaya dirahasiakan.
Pasal 90
(1) Anggota-anggota Senat mengeluarkan suaranya sebagai orang yang bebas, menurut perasaan kehormatan dan keinsyafan batinnya, tidak atas perinta atau kewajiban berembug dahulu dengan mereka yang menunjuk sebagai anggota.
(2) mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal yang mengenai dirinya sendiri.
Pasal 91
Keanggotaan Senat tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan perwakilan rakyat, dan tidak juga dengan jabatan-jabatan federal, yakni jabatan Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Ketua, Wakil Ketua atau anggota Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan dengan jabatan wali Negara, menteri atau kepala Departemen daerah bagian.
Pasal 92
Gaji Ketua Senat, tunjangan yang akan diberikan kepada anggota dan mungkin juga kepada Ketua, begitu pula biaya perjalanan dan penginapan yang harus didapatnya, diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 93
(1) Sekalian orang yang menghadiri rapat Senat yang tertutup, wajib merahasiakan yang dibicarakan dalam rapat itu, kecuali jika majelis ini memutuskan lain, ataupun jika kewajiban merahasiakan itu dihapuskan.
(2) hal itu berlaku juga terhadap anggota, menteri, dan pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun tentang yang dibicarakan itu.
Pasal 94
(1) Senat tidak boleh bermusyawarah atau mengambil keputusan, jika tidak hadir lebih dari ½ (setengah) jumlah anggota sidang.
(2) Sekedar dalam Konstitusi ini tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan yang diambil dengan jumlah terbanyak mutlak suara yang dikeluarkan.
(3) apabila, pada waktu mengambil keputusan, suara yang berat dalam hal rapat itu lengkap anggotanya, usul itu dianggap ditolak atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut. Apabila suara sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(4) pemungutan suara tentang orang yang dilakukan dengan rahasia dan terbalik.
Apabila suara sama berat, maka keputusan diambil dengan undian.
Pasal 95
                Senat selekas mungkin menetapkan peratuaran ketertibannya.
Pasal 96
                Senat dapat mengundang Menteri-menteri untuk turut serta dalam permusyawaratan dan memberi penerangan dalamnya.
Pasal 97
                Pada saat yang tersebut dalam pasal 112, maka Senat yang bersidang dibubarkan dan diganti dengan Senat baru.

BAGIAN III
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 98
                Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri dari 150 anggota; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat kedua pasal 100.
Pasal 99
                Jumlah anggota dari Negara Republik Indonesia seperdua dari jumlah semua anggota dari daerah-daerah Indonesia selebihnya.
Pasal 100
(1) Golongan kecil Tionghoa, Eropa dan Arab akan berwakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan berturut-turut 9, 6, dan 3 anggota.
(2) jika jumlah itu tidak tercapai dengan pengusutan atas dasar pasal 109 dan pasal 110, ataupun pasal 111, tidak tercapai, maka Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengangkat wakil-wakil tambahan bagi golongan kecil itu. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tersebut dalam pasal 98 ditambah dalam hal itu jika perlu dengan jumlah pengangkatan-pengangkatan itu.
Pasal 102
Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Senat dan juga tidak dengan jabatan yang tersebut dalam pasal 91.
Pasal 103
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dari antaranya orang Ketua dan seorang atau beberapa orang wakil ketua. Pemulihan ini membutuhkan pengesahan Presiden.
(2) Selama pemilihan Ketua dan Wakil Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai sementara oleh anggota yang tertua umurnya.
Pasal 104
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah di hadapan Presiden atau Ketua  Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasakan untuk itu Presiden, menurut cara agamanya, sebagai berikut:
                “saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk dipilih (diangkat) menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjajikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapaun juga.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
                Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan membantu memelihara konstitusi dan segala peraturan yang lain bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal 105
                Menteri-menteri duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan suara penasehat.
                Ketua memberi kesempatan berbicara kepadanya, apabila dan tiap-tiap kali mereka mengingininya.
Pasal 106
(1) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang, apabila pemerintah menyatakan kehendaknya tentang itu atau apabila Ketua atau sekurang-kurangnya 15 anggota menganggap hal itu perlu.
(2) ketua memanggil rapat Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 107
Rapat Dewan Perwakilan Rakyat terbuka untuk umum kecuali jika Ketua menimbang perlu pintu ditutup ataupun sekurang-kurangnya 10 anggota menuntut hal itu.
Pasal 108
 Yang ditetapkan untuk Senat dalam pasal 84, 87, 88 ayat ke-2 dan ke 3, 89, 90, 92, 93, 94, dan 95 berlaku demikian jika berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 109
(1) Untuk Dewan Perwakilan Rakyat yang pertama mengutus anggota dari daerah selebihnya yang tersebut dalam pasal 99, diatur dan diselenggarakan dengan perundingan bersama-sama oleh daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2, kecuali Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan asas demokrasi dan sebolehnya dengan perundingan dengan daerah yang tersebut dalam pasal 2 sub “c”, yang bukan daerah bagian.
(2) untuk pembagian jumlah anggota yang akan diutus diantara daerah-daerah itu, diambil sebagai dasar perbandingan jumlah jiwa rakyat daerah bagian tersebut.
Pasal 110
(1) Bagaimana caranya anggota diutus ke Dewan Perwakilan Rakyat yang pertama, diatur oleh daerah bagian.
(2) di mana pengutusan demikian tidak dapat terjadi dengan jalan pemilihan yang seumumnya, pengutusan itu dapat dilakukan dengan jalan penunjukan anggota oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah bersangkutan, jika ada di situ perwakilan demikian.
Juga apabila, karena hal yang sungguh, perlu diturut cara yang lain, akan diusahakan untuk mencapai perwakilan yang sesempurnanya, menurut kehendak rakyat.
Pasal 111
(1) Dalam tempo satu tahun sesudah Konstitusi mulai berlaku, maka di seluruh Indonesia Pemerintah memerintahkan mengadakan pemilihan yang bebas dan rahasia untuk menyusun Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih secara umum.
(2) Undang-undang federal mengadakan aturan untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru yang dimaksud dalam ayat (1) dan menentukan pembagian jumlah anggota yang akan diutur, antara daerah selebihnya yang tersebut dalam pasal (99).
Pasal 112
Pada saat yang akan ditetapkan oleh Pemerintah, selekas mungkin sesudah pemilihan yang dimaksud dalam pasal (111) Dewan Perwakilan Rakyat pertama dibubarkan dan diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih itu.

BAGIAN IV
MAHKAMAH AGUNG
Pasal 113
Maka adalah suatu Mahkamah Agung Indonesia yang susunan dan kekuasaan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 114
(1) untuk pertama kali dan selama undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden setelah mendengarkan Senat.
Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat yang berikut:
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Agung yang diperhentikan, apabila mencapai usia tertentu.
(3) mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.

BAGIAN V
DEWAN PENGAWAS KEUANGAN
Pasal 115
Maka adalah suatu Dewan Pengawas Keuangan yang susunan dan kekuasaannya diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 116
(1) untuk pertama kali dan selama undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Pengawas Keuangan diangkat oleh Presiden setelah mendengarkan Senat.
Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup, ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat yang berikut.
(2) udang-undang federal dapat menetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, dan anggota diperhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu.
(3) mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan dengan undang-undang federal.
(4) mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.

BAB IV
Pemerintahan

Bagian I
Ketentuan-Ketentuan Umum
Pasal 117
(1) pemerintah federal atas Indonesia- sekadar tidak diwajibkan kepada alat perlengkapan yang lain-dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat.
(2) pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaya konstitusi, undang-undang federal dan peraturan yang lain berlaku untuk Republik Indonesia Serikat.
Pasal 118
(1) Presiden tidak dapat dianggu gugat.
(2) menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksaanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri dalam hal itu.
Pasal 119
Sekalipun keputusan Presiden serta ditanda tangani oleh Menteri yang bersangkutan, kecuali yang ditetapkan dalam pasal 74, ayat ke 4.
Pasal 120
(1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi dan hak menanya; anggota mempunyai hak menanya.
(2) menteri memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan maupun dengna tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang lalu dan yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
121
 Dewan perwakilan Rakyat mempunyai hak menyidik (enquete) menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 122
Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa cabinet atau masing Menteri meletakkan jabatannya.
Pasal 123
(1) Pemerintah mendengarkan Senat tentang segala hal, apabila dianggap perlu untuk itu.
(2) senat dapat memberikan nasehat kepada pemerintah atas kehendaknya sendiri tentang segala hal apabila dianggapnya perlu untuk itu.
(3) senat didengarkan tentang urusan penting yang khusus mengenai satu, beberapa atau semuah daerah bagian atau bagiannya, ataupun yang khusus mengenai oerhubungan antara Reoublik Indonesia Serikat. Dan daerah yang tersebut dalam pasal 3.
Aturan ini mempunyai kecuali, jika karena kedaan yang mendesak perlu diambil tindakan yang segera sdang Senat tidak bersidang.
(4) Senat didengarkan, kecuali dalam hal sebagai diterangkan dalam suku kedua ayat yang allu, tentang segala rancangan undang-undang darirat sebagai dimaksud dalam pasal 139
(5) pemerintah memberitahukan kepada Senat segala keputusan tentang hal yang didalamnya senat telah mendengarkan.
(6) Jika Senat telah didengarkan, maka hal itu diberitahukan di kepala Surat-Surat bersangkut keputusan.
Pasal 124

>>>>>> 
(1) Senat dapat, baik dengan lisan maupun dengan t tertulis, meminta keterangan kepada pemerintah.
(2) pemerintah memberikan keteranngan itu, kecuali jika menurut timbangan hal itu berlawanan dengan kepentingan umur Republik Indonesia Serikat.
Pasal 125
Pegawai Republik Indonesia Serikat yang diangkat menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 126
Presiden memberikan tanda kehormatan yang diadakn dengan undnag-undang federal.

BAGIAN II
PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 127
Keukuasaan perundang-undangan federal. Sesuai dengan ketentuan bagian ini, dilakukan oleh:
(a) Pemerintah, bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sekadar hal itu mengenai peraturan tentang hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah  yang tersebut dalam pasal (2);
b) pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam seluruh lapangan pengaturannya selebihnya.
Pasal 128
(1) Usul pemerintah tentang undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden dan dikirmkan serentak kepada Senat untuk diketahui.
(2) Senat berhak memajukan usul undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang hal sebagai tersebut dalam pasal 127, sub (a)
Apabila Senat menggunakan hak ini, maka hal itu dibertahukannya serentak kepada Presiden, dengan menyampaikan salinan susunan itu.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
Pasal 129
Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengadakan perubahan dalam usul unsang-undang yang dimajukan oleh Pemerintah atau Senat kepadanya kecuali yang ditetapkan dalam pasal 132.
Pasal 130
(1) sekalia usul undang-undang yang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan, jika usul itu mengenai urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub (a), telah dirundingkan oleh Senat sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 131 dan pasal-pasal berikutnya, memperoleh kekuatan undang-undang, apabilah sudah disahkan oleh Pemerintah.
(2) undang-undang federal tidak dapat diganggu-gugat.
Pasal 131
Usul undang-undang dirundingkan oleh Senat, berdasarkan kekuasaanya, turut serta membuat undang-undan, jika baik Pemerintah, maupun Dewan Perwakilan Rakyat ataupun Senat sendiri menimbang, bahwa usul itu mengenai peraturan urusan yang masuk dalam yang diterangkan dalam pasal 127, sub (a).
Pasal 132
(1) Apabila Senat menolak usul yang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka sungguhpun demikian, usul itu dapat juga disahkan oleh pemerintah, jika Dewan Perwakilan Rakyat menerimanya dengan tidak mengubahnya lagi dan dengan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah suara anggota yang hadir.
(2)Keputusan yang tersebut dalam ayat pertama, hanya akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat yang dalamnya sekurangnya hadir 2/3 dari jumlah anggota sidang.
Pasal 133
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menerima usul undang-undang Pemerintah dengan mengubahnya ataupun tidak, maka usul itu dikirimkan dengan memberitahukan hal itu, kepada:
a) Senat, jika usul itu mengenai pengaturan suatu urusan sebagaiman diterangkan dalam pasal 127, sub (a), dengan pemeritahuan serentak kepada Presiden;
b) presiden , jika usul itu mengenai pengaturan urusan yang lain.
(2) apabila Dewan Perwakilan Rakyat menerima usul yang dimajukan kepadnya oleh Senat, maka usul itu dikirimkannya:
a) jika diubahnya, kepada Senat untuk dirundingkan lebih jauh;
b) jika tidak diubahnya, kepada Pemerintah yang disahkan.
Dalam hal sub (a) Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan hal itu kepada presiden, dalam hal sub (b) kepada Senat.
Pasal 134
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul undang-undang Pemerintah, maka hal itu diberitahukannya kepada Presiden dan juga kepada Senat, jika usul itu mengenai urusan yang tersebut dalam pasal 127, sub (a).
Pasal 135
(1) Dewan Perwakilan Rakyat, apabila memutuskan akan mengajurkan usul undang-undang, mengirimkan usul itu untuk dirundingkan kepada Senat, jika usul itu mengenai pengaturan urusan yang tersebut dalam pasal 127, sub (a), dengan bertahuan serentak kepada Presiden.
(2) dalam sekalian hal yang lain Dewan Perwakilan Rakyat mengirimkan usulnya tentang undang-undang, untuk disahkan oleh Pemerintah, kepada Presiden dan serentak kepada Senat untuk diketahui.
Pasal 136
(1) Apabila Senat menerima pula asal usul yang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka usul itu dikirimkannya dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, untuk disahkan oleh Pemerintah dan keputusannya diberitakannya serentak kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) apabila Senat menolak usul yang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka usul itu dikirmkannya dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, dengan pemberitaan serentak kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) pemerintah dapat menyampaikan sekali lagi usul yang telah ditolak oleh Senat, kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diulang dirundingkan sesuai dengan pasal 132. Apabila Pemerintah memutuskan berbuat demikian, maka yang ditetapkan dalam ayat perttama 129 berlaku demikian juga.
Pasal 137
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat pada pengulangan perundingan sesuai dengan pasal 132, menerima usul undang-undang maka usul itu dikirimkannya kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah dan keputusannya diberitahukannya serentak kepada Senat.
(2) apabila Dewan Perwakilan Rakyat pada pengulangan perundingan menolak usul undang-undang maka hal itu diberitahukannya kepada Presiden dan kepada Senat.
Pasal 138
(1) selama suatu usul undang-undang belum diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang lalu dalam bagian ini, dan jika usul itu mengenai urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub (a)- belum dirundingkan oleh Senat, maka usul itu dapat ditarik kembali oleh alat perlengkapan yang memajukannya.
(2) pemerintah harus mengesahkan usul undang-undang yang sudah diterima, kecuali jika ia dalam satu bulan sesudah usul itu disampaikan kepadanya untuk disahkan, menyatakan keberatannya yang tak dapat dihindarkan.
(3) pengesahan oleh Pemerintah, ataupun keberatan pemerintah sebagai dimaksud alam ayat yang lalu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan kepada Senat denga amanat Presiden.
Pasal 139
(1) Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan Undang-undang Darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah federal yang karena keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera.
(2) undang-undang Darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa Undang-undang Federal; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.
Pasal 140
(1) Peraturan yang termaktub dalam undang-undang Darurat, segera sesudah ditetapkan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang merundingkan peraturan itu menurut yang ditentukan tentang merundingkan usul undang-undang Pemerintah.
(2) jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak berlaku lagi karena hukum.
(3) jika Undang-undang Darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur segala akibat yang timbul dari peraturannya baik yang dapat dibetulkan maupun yang tidak- maka Undang-undang Federal mengadakan tindakan yang perlu tentang itu.
(4) jika peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan sebagai undang-undang federal, maak akibat-akibat perubahannya diatur pula sesuai dengan yang ditetapkan dalam ayat yang lalu.
Pasal 141
(1) Peraturan menjalankan undang-undang ditetapkan oleh Pemerintah. Namanya ialah Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah dapat mengancamkan hukumman atas pelanggaran aturannya.
Batas hukuman yang akan ditetapkan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 142
(1) Undang-undang federal dan Peraturan Pemerintah dapat memerintahkan kepada alat-ala t perlengkapan lain dalam Republik Indonesia Serikat mengatur selanjutnya pokok yang tertentu yang diterangkan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan itu.
(2) udang-undang dan peraturan pemerintah yang bersangkutan memberikan aturan tentang pengumuman peraturan demikian.
Pasal 143
(1) Undang-udnang federal mengadakan aturan tentang mengeluarkan, mengumumkan dan mulai berlakunya undang-undang federal dan peraturan pemerintah.
(2) Pengumuan, terjadi dalam bentuk menurut undang-undang adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat.

BAGIAN III
Pengadilan
Pasal 144
(1) Perkara perdata dan perkara hukuman perdata, semata masuk perkara yang diadili oleh pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa undang-undang termasuk dalamnya hakim daerah Swapraja, hakim adat dan hakim agama.
(2) mengangkat dalam jabatan kehakiman yang diadakan dengan atau atas kuasa udnang-undang, didasarkan semata pada syarat kepandaian, kecakapan, dan kelakuan tak tercela yang ditetapkan dengan undang-undang.
Memperhentikan, memecat untuk sementara dan memecat dari jabatan yang demikian hanya boleh dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
Pasal 145
(1) segala campur tangan, bagaimanapun juga, oleh alat-alat perlengkapan yang bukan perlengkapan kehakiman, terlarang, kecuali jika diizinkan oleh undang-undang.
(2) azas ini hanya berlaku terhadap pengadilan Swapraja dan pengadilan adat, sekedar telah diatur cara meminta pertimbangan kepada hakim yang ditunjuk dengan undang-undang.
Pasal 146
(1) segala keputusan kehakiman harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan huku m adat yang dijadikan dasar hukuman itu.
(2) lain dari pada kecuali angka 2 yang ditetapkan oleh undang-undang, sidang pengadilan terbuka untuk umum.
Untuk ketertiban dan kesusilaan umum, hakim boleh menyimpang dari aturan ini.
(3) keputusan senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.
Pasal 147
(1) Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.
(2) pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan undang-undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadiliki dalam tingkat pertama, dan sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat apel.
Pasal 148
(1) Presiden, Menteri, Ketua, dan anggota Senat, Ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil dan anggota Mahkamah Agung, Jaksa Agung, pada Mahkamah ini, Ketua, Wakil Ketua dan anggota Dewan Pengawas Keuangan, presiden Bank Sirkulasi serta pegawai, anggota majelis tinggi dan pejabat laun yang ditunjuk dengan undang-undang federal, diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi juga di muka Mahkamah Agung, pun sesudah berhenti, berhubung dengan kejahatan dan pelanggaran jabatan serta kejahatan dan pelanggaran lain ditentukan dengan undang-undang federal dan yang dilakukannya dalam sama pekerjaannya, kecuali jika ditetapkan lain dengna undang-undang federal.
(2) dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata dan perkara hukuman perdata terhadap golongan orang dan badan yang tertentu hanya boleh diadili oleh pengadilan federal yang ditunjuk dengan undang-undang itu.
(3) dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata yang mengenai peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang federal hanya boleh diadili oleh pengadilan federak.
(4) dalam hal yang ditunjuk dengan undang-undang federal terhadap keputusan yang diberikan dalam tingkat tertinggi oleh pengadilan lain daripada mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung.
Pasal 149
Tataan, kekuasaan dan jalan pengadilan federal ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 150
Mahkamah agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan federal yang lain, menurut aturan ditetapkan dengna undang federal.
Pasal 151
Dengan mengecualikan yang ditetapkan dalam pasal 148 dan dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 50, pengadilan dalam perkara perdata dan hukuman perdata dalam daerah bagian dilakukan oleh pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa undang-undang daerah bagian itu.
Pasal 152
Tataan, kekuasaan dan jalan pengadilan pengadilan yang diadakn dengan atau atas kuasa undang-undang daerah bagian, ditetapkan dengan undang-undang itu.
Pasal 153
(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan tertinggi daerah bagian, menurut aturan yang ditetapkan denga undang-undang federal.
(2) mahkamah itu melakukan pengawasan tertinggi, juga menurut aturan undang-undang federal, atas pengadilan yang lain yang diadakan dengna atau atas kuasa undang-undang daerah bagian tetapi hanya selama tidak diadakan pengawasan tertinggi lain oleh daerah bagian itu.
Pasal 154
(1) keputusan kehakiman yang diambil oleh pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa undang-undang daerah bagian sedang keputusan itu dapat dijalankan dalam seluruh daerah hukum daerah bagian itu, dengan cara sedemikian dapat dijalankan juga di lain tempat di Indonesia.
(2)dengan undang-undang federal dapat ditetapkan akta yang dapat dijalankan di seluruh Indonesia, dengan cara yang seboleh-bolehnya dengna cara yang ditentukan dalam hukum daerah.
Pasal 155
undang-undang Daerah bagian mengatur kekuasaan pengadilan yang diakui dengan atau atas kuasa undang-undang itu.
Pasal 156
(1) Jika Mahkamah agung atau pengadilan lain yang mengadili dalam perkara perdata atau dalam perkara hukuman perdata, beranggapan bahwa suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau undang-undang suatu daerah bagian berlawanan dengan Konstitusi ini, maka dalam keputusan kehakiman itu juga, ketentuan itu dinyatakan dengan tegas tak menurut konstitusi.
(2) mahkamah agung berkuasa juga menyatakan degnan tegas bahwa suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau dalam undang-undang daerah bagian tak menurut Konstitusi, jika ada surat permohonan yang beralasan yang dimajukan, untuk Pemerintah Republik Indonesia Serikat, oleh atau atas nama Jaksa Agung pada mahkamah agung, ataupun, untuk suatu pemerintah daerah bagian lain, oleh kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian yang dimaksud kemudian.
Pasal 157
(1) sebelum pernyataan tak menurut Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau undang-undang suatu daerah bagian utnuk pertama kali diucapkan atau disahkan, maka Mahkamah agung memanggil jaksa agung pada majelis itu, atau kepala kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian bersangkutan, untuk didengarkan dalam majelis perimbangan.
(2) keputusan mahkamah agung yang dalamnya pernyataan tak menurut konstitusi untuk pertama kali diucapkan atau disahkan, diucapkan pada sidang pengadilan umum.
Pernyataan itu selekas mungkin diumumkan oleh jaksa agung pada mahkamah agung dalam warta resmi republic Indonesia Serikat.
Pasal 158
(1) jikadalam perkara perdata atau dalam perkara hukuman perdata, pengadilan lain daripada mahkamah agung menyatakan suatu ketentaun dalam peraturan ketatanegaraan atau undang-undang daerah bagian tak menurut konstitusi, dan mahkamah agung karena sesuatu sebab memeriksa perkara itu, maka karena jabatannya ia mempertimbangkan dalam keputusannya apakah pernyataan tak menurut konstitusi itu dilakukan pada tempatnya.
(2) terhadap pernyataan tak menurut Konstitusi sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, pihak yang dikenai kerugian oleh pernyataan itu dan yang tidak mempunyai alat hukum terhadapnya, dapat memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum kepada Mahkamah agung.
(3) jaksa agung pada mahkamah agung dan juga kepala kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian itu, dapat karena jatabannya memajukan tuntutan  kepada mahkamah agung untuk kasasi karena pelanggaran hukum terhadap pernyataan tak menurut konstitusi yang tak berubah lagi sebagai dimaksud dalam ayat angka 1.
(4) pernyataan tak menurut konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan suatu daerah bagian oleh pengadilan lain daripada mahkamah agung, jika tidak dengan tegas berdasarkan pernyataan tak menurut konstitusi yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap ketentuan itu dan yang telah diumumkan menurut pasal 157, haruslah disahkan oleh mahkamah agung, sebelum keputusan kehakiman yang berdasarkan atasnya dapat dijalankan.
Permohonan untuk pengesahan dirundingkan dalam majelis pertimbangan. Permohonan itu ditiadakan jika pernyataan tak menurut konstitusi itu dihapuskan sebelum perundingan itu selesai.
Jika mahkamah agung menolak permohonan pengesahan itu, maka mahkamah menghapuskan keputusan kehakiman yang memuat pernyataan tak menurut konstitusi sekadar itu dan mahkama itupun bertindak selanjutnya seakan salah satu pihak telah memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum.
(5) tentang yang ditentukan dalam pasal ini dan kedua pasal yang lalu, dengan undang-undang fedral dapat diterapkan aturan lebih lanjut, termasuk tenggang.
Pasal 159
Pengadilan perkara human ketentaraan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 160
(1) presiden mempunyai hak memberi ampun dari hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan kehakiman.
Hak itu dilakukannya sesudah memintah nasehat dari mahkamah agung, sekadar dengan undang-undang federal tida ditunjuk pengadilan yang lain untuk memberi nasehat.
(2) jika hukuman mati dijatuhkan, maka keputusan kehakiman itu tidak dapat dijalankan, melainkan sesudah Presiden, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal, diberikan kesempatan untuk memberi ampun.
(3) amnesty hanya dapat diberikan dengan undang-undang federal ataupun, atas kuasa undang-undang federal, oleh Presiden sesudah meminta nasehat dari mahkamah agung.
Pasal 161
Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pengadilan yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat perlengkapan lain, tetapi jika demikian sebolehnya dengna jaminan ayng serupa tentang keadilan dan kebenaran.
Pasal 162
Dengan undang-undang federal dapat diatur cara memutuskan sengketa yang mengenai hukum tata usaha dan yang bersangkutan dengan peraturan yang diadakan dengna atau atas kuasa Konstitusi ini atau yang diadakan dengan undang-undang federal, sdang peraturan itu tidak langsung mengenai semata-mata alat perlengkapan dan penghuni satu daerah bagian asja, termasuk badan hukum public yang dibentuk atau diakui dengan atau atas kuasa suatu undang-undang daerah bagian itu.
Pasal 163
(1) di mana di dalam bagian ini disebut undang-undang, maka dimaksud dengan itu baik undang-undang federal maupun undang-undang daerah bagian, kecuali jika ditetapkan yang sebaliknya.
(2) di maan dalam bagian ini disebut undang-undang daerah  bagian maka dimaksud dengan itu peraturan yang ditetapkan oleh alat pengundang-undang daerah bagian yang tertinggi.
(3) dimana dalam pasal 154,156, dan 158 bagian ini disebut keputusan kehakiman, maka dengan itu dimaksud pula penetapan kehakiman.

BAGIAN IV
KEUANGAN

Babakan 1
Hal uang
Pasal 164
(1) di seluruh daerah Republik Indonesia Serikat hanya diakui sah, alat pembayaran yang aturan pengeluarannya ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) satuan hitung menyatakan alat pembayar sah itu ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3) undang-undang federal mengakui sah alat pembayaran baik hingga jumlah tak terbatas maupun juga jumlah terbatas yang ditentukan untuk itu.
(4) pengeluaran alat pembayaran yang sah dilakukan oleh atau atas nama RepublikIndonesia Serikat ataupun oleh Bank Sirkulasi.
Pasal 165
(1) untuk Indonesia ada satu bank sirkulasi.
(2) penunjukan sebagai bank sirkulasi dan pengaturan tataan dan kekusaaan dilakukan dengan undang-undang federal.

Babakn 2
Pengurus Keuangan Federal Anggaran –pertanggung jawaban –gaji
Pasal 166
(1) Pemerintah memegang pengurus umu keuangan federal.
(2) keuangan Republik Indonesia Serikat dipimpin dan ditanggung jawabkan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 167
Dengan undang-undang federal ditetapkan anggaran semua pengeluaran Republik Indonesia Serikat dan ditunjuk pendapatan untuk menutup pengeluaran itu.
Pasal 168
(1) usul undang-undang penetapan anggaran umum oleh pemerintah dimajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebelum permulaan masa yang berkenaan dengan anggaran itu. Masa itu tidak boleh lebih dari dua tahun.
(2) usul undang-undang pengubah anggaran umum, tiap kali jika perlu dimajukan pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat.
(3) usul undang-undang dimaksud dalam kedua ayat yang lalu dirundingkan pula oleh Senat atas dasar ketentuan Bagian II Bab ini.
Pasal 169
(1) anggaran terdiri bagian-bagian yang masing sekedar perlu, dibagi dalam dua bab, yaitu satu untuk mengatur pengeluaran dan satu lagi untuk menunjuk pendapatan.
Bab terbagi dalam pos-pos
(2) untuk tiap departemen kementrian anggaran sedikitnya memuat satu bagian.
(3) undang-undang penetapan anggaran masing-masing memuat tidak lebih dari satu bagian.
(4) dengan undang-undang adapt diizinkan pemindahan.
Pasal 170
Pengeluaran dan penerimaan Republik Indonesia Serikat ditanggung jawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sambil memajukan perhitungan yang disahkan oleh Dewan Pengawas Keuangan, menurut aturan yang diberikan dengan undang-undang federal.
Pasal 171
Tidak diperkenankan memungut pajak untuk kegunaan kas federal, kecuali dengan kuasa undang-undang federal.
Pasal 172
(1) pinjaman uang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat tidak dapt diadakan, dijamin atau disahkan, kecuali dengan kuasa undang-undang federal.
(2) pemerintah berhak, dengan mengindahkan aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang federal, mengeluarkan biljet dan promes perbendaharaan.
Pasal 173
(1) dengan tidak mengurangi yang diatur dengan ketentuan khusus, gaji dan lain pendapatan anggota majelis dan pegawai Republik Indonesia Serikat ditentukan oleh pemerintah, dengan mengindahkan aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang federal dan menurut azas, bahwa dari jabtan tidak boleh diperoleh keuntungan lain daripada yang dengna tegas diperkenankan.
undang-undang dapat memperkenakkan pemindah kekuasaan yang diterangkan dalam ayat (1) kepada alat perlengkapan lain yang berkuasa.
(3) pemberian pension kepada pegawai Republik Indonesia Serikat diatur dengan undang-undang federal.

BAGIAN V
Perhubungan Luar Negeri
Pasal 174
Pemerintah memegang pengurusan perhubungan luar negeri
Pasal 175
(1) presiden mengadakan dan mensahkan segala perjanjian (traktat) dan persetujuan lain dengan Negara lain.
Kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan jika sudah disetujui dengan undang-undang.
(2) masuk dalam dan memtuskan perjanjian dan persetujuan lain, hanya dilakukan oleh Presiden dengan kuasa undang-undang federal.
Pasal 176
Berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang tersebut dalam pasal 175, pemerintah memasukkan Republik Indonesia Serikat ke dalam organisasi antar Negara.
Pasal 177
Pemerintah berusaha memecahkan perselisihan dengan Negara lain dengan jalan damai dan dalam hal itu memutuskan pula tentang meminta ataupun tentang menerima pengadilan atai perwasitan antar Negara.
Pasal 178
Presiden mengangkat wakil-wakil Republik Indonesia Serikat pada Negara lain dan menerima wakil Negara lain pada Republik Indonesia Seriakt.

BAGIAN VI
PERTAHANAN KEBANGSAAN DAN KEAMANAN UMUM
Pasal 179
undang-undang federal menetapkan aturan tentang dan kewajiban warga Negara yang sanggup membantu mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Serikat dan membela daerahnya.
Ia mengatur cara menjalankan hak dan kewajiban itu dan menentukan kecualinya.
Pasal 180
(1) tentara Republik Indonesia Serikat bertugas melindungi kepentingan Republik Indonesia Serikat
Tentara itu dibentuk dari mereka yang sukarela masuk tentara dan mereka yang wajib masuk tentara.
(2) undang-undang federal mengatur masuk tentara yang diwajibkan.
Pasal 181
(1) pemerintah memegang pengurusan pertahanan.
(2) undang-undang federal mengatur pembentukan, susuna ndan tataan, tugas dan kuasa alat perlengkapan yang diberi kewajiban menyelenggarakan kebijaksanaan pertahanan pada umumnya, mengorganisasi dan membagi tugas tentara dan, dalam waktu perang, memimpin perang.
Pasal 182
(1) presiden ialah panglima tertinggi tentara Republik Indonesia Serikat.
(2) pemerintah, jika perlu, menaruh tentara di bawah seorang panglima umum. Menteri pertahanan dapat ditunjuk merangkap jabatan itu.
(3) opsir diangkat, dinaikkan pangkat dan diperhentikan oleh atau atas nama Presiden menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 183
Pemeritah tidak menyatakan perang, melainkan jika hal itu diizinkan dahulu oleh Dewan Perwakilan rakyat dan senat.
Dewan perwakilan rakyat dan senat memutuskan pengizinan itu dalam rapat bersama, seakan mereka satu badan, diketuai oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 184
(1) dengan cara dan  dalam hal yang akan ditentukan dengan undang-undang federal, pemerintah dapat menyatakan daerah Republik Indonesia Serikat atau bagian dari daerah dalam keadaan perang atau dalam keadaan darurat perang, sekadar dan selama ia menganggap hal itu perlu untuk kepentingan keamanan dalam negeri dan keamanan terhadap luar negeri.
(2) undang-undang federal mengatur akibat pernyataan demikian itu dan dapat pula menetapkan, bahwa kekuasaan alat perlengkapan kuasa sipil yang berdasarkan konstitusi tentang ketertiban umum dan polisi, seluruhnya atau sebagian beralih kepada alat perlengkapan sipil yang lain ataupun kepada kuasa ketentaraan, dan bahwa penguasa sipil takluk kepada pengasa ketentaraan.
Pasal 185
(1) daerah-daerah bagian tidak mempunyai tentara sendiri.
(2) untuk menjamin ketertiban, ketentraman, dan keamanan umum, maka atas permintan pemerintah daerah bagian pemerintah Republik Indonesia Serikat dapat memberi bantuan ketentaraan kepada daerah bagian itu.
Undang-undang federal menetapkan aturan tentang hal itu.

BAB V
Konstituante
Pasal 186
Konstituante (sidang pembuat konstitusi), bersama dengan pemerintah selekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan konstitusi sementera ini.
Pasal 187
(1) rancangan konstitusi dibuat oleh pemerintah dan dengan amanat presiden disampaikan kepada Konstituante untuk dimusyawaratkan, demi sidang itu berapat.
(2) pemerintah menjaga, supaya rancangan Konstitusi berdasarkan pembangunan Republik Indonesia Serikat dari Negara sesuai dengan kehendak rakyat, sebagai yang akan dinyatakan dengan cara demokrasi menurut yang ditetapkan pasal 43 sampai dengan pasal 46.
(3) berkenaan dengan menjalankan yang ditetapkan dalam pasal yang tersebut dalam ayat yang allu, undang-undang federal akan mengadakan tindakan yang perlu, sehingga pernyataan suara rakyat yang diperlukan, diperoleh dalam satu tahun sesudah Konstitusi ini mulai berlaku.
Pasal 188
(1) Konstituante dibentuk dengan jalan memperbesar Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih menurut pasal 111 dan Senat baru yang ditunjuk menurut pasal 97, dengan anggota luar biasa sebanyak jumlah anggota biasa majelis itu masing-masing.
Anggota luar biasa itu dipilih ataupun ditunjuk atau diangkat dengan cara yang sama sebagai anggota biasa.
Ketentuan yang berlaku bagi angggota baisa berlaku pula bagi mereka itu.
Pemerintah mengadakan persediaan, sekadar perlu dengan mufakat dengan daerah bagian, untuk menjamin supaya anggota luar biasa Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat dipilih, diangkat ataupun ditunjuk pada waktunya.
(2) rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, keduanya dengan jumlah anggota dua kali lipat, itula Konstituante.
(3) ketua dewan perwakilan rakyat ialah ketua Konstituante.
Ketua senat ialah wakil ketua.
(4) yang ditetapkan dalam pasal 87, 93, 94, ayat 3 dan 4, 95 dan 105, berlaku demikian juga bagi Konstituante.
(5) rapat Konstituante terbuka bagi umum, kecuali jika dianggap perlu oleh Ketua menutup pintu ataupun jika sekurang-kurangnya 25 anggota menuntut hal itu.
Pasal 189
(1) Konstituante tidak dapat bermufakat atau mengambil keputusan tentang rancangan Konstitusi yang baru, jika pada rapatnya tidak  hadir dua pertiga dari jumlah anggota sidang.
(2) Konstituante berhak mengadakan perubahan dalam rancangan konstitusi. Konstitusi baru berlaku, jika rancangan telah dterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh pemerintah.
(3) apabila Konstituante sudah menerima rancangan konstitusi, maka dikirmkannya rancangan itu kepada presiden untuk disahkan oleh pemerintah.
Pemerintah harus mencahkan rancangan itu dengan segera.
(4)kepada tiap Negara bagian akan diberikan kesempatan menerima konstitusi.
Dalam hal suatu Negara tidak menerima konstitusi itu, maka Negara itu berhak bermusyawarat tentang suatu perhubungan khusus dengan Republik Indonesia Serikat dan kerajaan Nederland.

BAB VI
PERUBAHAN, KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN DAN KETENTUAN-KETENTUAN TERTUTUP

BAGIAN I
Perubahan
Pasal 190
(1) dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 51, ayat kedua, maka Konstitusi ini hanya dapat diubah dengan undang-undang federal dan menyimpang dari ketentuan hanya diperkenankan atas kuasa undang-undang federal; baik Dewan Perwakilan Rakyat maupun Senat tidak boleh bermufakat ataupun mengambil keputusan tentang usul untuk itu, jika tidak sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota sidang menghadiri rapat.
(2) undang-undang sebagai dimaksud dalam ayat pertama dirundingkan pula oleh Senat menurut ketentuan Bagian II Bab IV.
(3) Usul undang-undang untuk mengubah Konstitusi ini atau menyimpang dari ketentuan hanya dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat ataupun oleh Senat dengan sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah suara anggota yang hadir.
Jika usul itu dirundingkan lagi menurut yang ditetapkan dalam pasal 132, maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerimanya dengan sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah suara anggota yang hadir.
Pasal 191
(1) dengan tidak mengurangi ketentuan umum tentang mengeluarkan dan mengumumkan undang-undang federal, maka perubahan dalam Konstitusi diumumkan oleh pemerintah dengan keluhuran, menurut cara yang akan ditentukannya.
(2) naskah Konstitusi yang diubah itu diumumkan sekali lagi oleh Pemerintah setelah, sekadar perlu, bab-babnya, bagian-bagian tiap-tiap bab dan pasal-pasalnya diberi nomor berturut dan penunjukannya diubah.
(3) alat perlengkapan berkuasa yang sudah ada dan peraturan serta keputusan yang berlaku pada saat suatu perubahan dalam Konstitusi mulai berlaku, dilanjutkan jika melanjutkannya itu berlawanan dengan ketentuan baru dalam konstitusi yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakn penjalnkan yang lebih lanjut.

BAGIAN II
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 192
(1) peraturan, undang-undang dan ketentuan tata usaha yang sudah adap ada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan dan ketentuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan dan ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang, dan ketentuan tata usaha atas kuasa konstitusi ini.
(2)  pelanjutan peraturan undang-undang dan ketentuan tata usaha yang sudah ada sebagai diterangkan dalam ayat satu hanya berlaku, sekadar peraturan dan ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan Piagam Pemulihan Kedaulatan, Statut Uni, Persetujuan Peralihan ataupun persetujuan yang lain berhubungan dengan pemulihan kedaulatan dan sekadar peraturan dan ketentuan itu tidak berlawanan dengan ketentuan konstitusi ini yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindankan penjalankan.
Pasal 193
(1) sekadar hal itu belum ternyata dari ketentuan konstitusi ini, maka undang-undang federal menentukan alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat yang mana kan menjalankan tugas dan kekuasaan alat perlengkapan yang menjalankan tugas dan kekuasaan itu sebelum pemulihan kedaulatan, yakni atas dasar perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena pasal (1).
(2) pemerintah dengan segerea menunjuk seorang wakil di negeri Belanda yang sambil menunggu peraturan yang akan diadakan nanti menjalankan atas nama segala kekuasaan pengurus yang, sebelum pemulihan kedaulatan, dijalankan untuk pemerintah Indonesia dulu oleh alat perlengkapan Belanda di negeri Belanda.
Pasal 194
Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan dengan undang-undang yang tersebut dalam ayat satu pasal 5, maka yang sudah warganegara Republik Indonesia Serikat, ialah yang mereka yang mempunyai kewarganegaraan itu menurut persetujuan mengenai penetuan kewarganegaraan yang dilampirkan pada Piagam Pemulihan Kedaulatan.
Pasal 195
Apabila sesuatu pokok yang pada saat konstitusi ini mulai berlaku, masuk dalam yang diterangkan dalam lampiran konstitusi ini, diselengarakan oleh suatu daerah bagian, maka daerah bagian itu berkuasa melanjutkan menyelenggarkaan pokok itu hingga Republik Indonesia Serikat mengambil tugas penyelenggaraan itu.
Jika demikian, maka daerah bagian dalam melanjutkan penyelenggaraan itu untuk sementara, akan bertindak sesuai dengan pendapat lebih tinggi alat perlengkapan federal yang bersangkutan.

BAGIAN III
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 196
Segera sesudah konstitusi ini mulai berlaku, Pemerintah mewajibkan satu atau beberapa painita yang diangkatnya, untuk menjalankan tugas seusai dengan petunjuknya, bekerja mengikhtisarkan, supaya aturan yang diperlukan oleh konstitusi ini diadakan, serta supaya pada umumnya sekalian perundang-undangan yang sudah ada pada saat tersebut disesuaikan kepada konstitusi.
Pasal 197
(1) konstitusi ini mulai berlaku pada saat pemulihan kedaulatan naskahnya diumumkan pada hari itu dengan keluhuran menurut cara yang ditentukan oleh Pemerintah.
(2) jikalau dan sekadar sebelum saat yang tersebut dalam ayat (1), sudah dilakukan tindakan untuk membentuk alat perlengkapan Republik Indonesia Seriakt dan untuk menyiapkan penerimaan kedaulatan, sekaliannya atas dasar ketentuan Konstitusi ini, maka ketentuan itu mlai berlaku surut sampai pada hari tindakan bersangkutan dilakukan.

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

Law of Republic of Indonesia States or the Constitution of the Republic of Indonesia Seriakt (RIS)
(Source: Saleh, Wantji., 1977. Three Constitution. Jakarta: Ghalia Indonesia.) 

STATES CONSTITUTION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA (Presidential Decree Nr RIS January 31, 1950. 48) LN. 50-3 (D. u. February 6, 1950)
PREAMBLE
Our Indonesian nation since decades ever united in the fight for independence, to always be firmly intend meduduki rights to live as a sovereign independent nation.Now, with the blessing and mercy of God has come to tingaktan happy and noble history. So for the sake of our freedom nin we compile it in the form of a State Charter-federated republic, based on the recognition of Belief in God Almighty, peri-humanity, nationalism, democracy and social justice. To achieve happiness peace prosperity and freedom in society and the state-law sovereign Indonesia Merdeka perfect.
CHAPTER I REPUBLIC OF INDONESIA STATES
PART I OF STATE AND SOVEREIGNTY Article 1 (1) United States of Indonesia independent and sovereign IALA demorasi a State law and a federation. (2) the power of the sovereignty of the Republic of Indonesia States conducted by the Government together with the House of Representatives and the Senate.
PART II THE STATE United States of Indonesia covering the entire area of ​​Indonesia which is the area with: a) State Repubkik Indonesia, with the area under the status quo as the Renville Agreement dated January 17, 1948; State of East Indonesia; Pasundang countries, including the Federal District Jakarta; State of East Java; State Madura; State of East Sumatra, with the understanding that the status quo and South Asahan Labuhanbatu associated with the State of East Sumatra continue to apply; State of South Sumatra.
b) units kenegaran erect itself: Central Java; Bangka; Pacific Islands; Riau; West Kalimantan (Special Region); Great Dayak; Banjar area; East Kalimantan; And East Kalimantan.
(A) and (b) is that the regional self-determination to independence united in the bonds of the Republic of Indonesia federated states, based on those set out in this Constitution and again.
c) the remaining areas of Indonesia which is not part of the areas.
PART III
 
STATE SYMBOLS AND LANGUAGE Article 3 (1) national flag of the Republic of Indonesia States IALA flag the Red and White. (2) is the national anthem Indonesia Raya song. (3) the government sets the seal and symbol of the State. Article 4 The official language of the Republic of Indonesia States is Indonesian.
PART IV CITIZENSHIP AND STATE POPULATION Article 5 (1) Citizenship of the Republic of Indonesia States is governed by federal law. (2) naturalization (naturalization) or dengna authorized by federal law. Federal laws regulate the consequences of naturalization for those who had already diwarganegarakan wife and his children were minors. Article 6 State resident residing in the State IALA Indonesia according to the rules established by federal law.
PART V RIGHTS AND FREEDOMS OF HUMAN FREEDOM- Article 7 (1) any person recognized human sebgai personal against the Act. (2) any person entitled Demand treatment and equal protection by the law. (3) Demand any person is entitled to equal protection against any pembelakangan against any incitement to such pembelakangan. (4) any person entitled to legal aid Sunggu of the judge assigned to it, against acts contrary to the fundamental rights which allowed him by law. Article 8 All those who exist in the State has the right to demand protection for themselves and their possessions. Article 9 (1) every person has the right to freedom of movement and stay within the boundaries of the State. (2) every person has the right to leave the country and if he is a citizen or resident back to it. Article 10 No one shall be enslaved, diperulur or enslaved. Slavery, the slave trade and servitude, and all actions that aim to be apaun it forbidden. Article 11 No one will be tortured or treated juapun or severely punished, do not recognize humanity or insulting. Article 12 No one shall be arrested or detained juapun, in others by order for that by lawful authority under the rule of law in the case and in the manner described therein. Article 13 (1) Every person has the right, in the equation entirely honest in his case treated by an impartial judge, in the case set out your rights and obligations and in determining whether a claim brought forward against unreasonable punishment or not. (2) against his will juapun no one can be separated from the judges, who awarded him by aturaan law. Article 14 (1) Everyone charged with a criminal accused sesuati event entitled considered innocent until proven kesalaahannya in a field trial, according to the rule of law, and he was in the trial had all the guarantees that have been determined and the need for defense. (2) no one should be prosecuted for duhukum juapun or sentenced, except for a rule of law that already exist and apply to it. (3) if there is a change in the rule of law as stated in the paragraph above, then dipakailah better provision for the suspect. Article 15 (1) not a violation or threatened punishment should kejahatanpun beripa belongings confiscated all the guilty. (2) no one hukumanpun result in death or loss of any civil rights of citizenship. Article 16 (1) the residence of anyone should not be contested. (2) stepping on a perkarangan residence or enter a home against the will of the people who inhabit it, are only allowed in the case specified in a rule of law that apply to her. Article 17 Independence and confidential communications correspondence must not be contested, other than by order of a judge or other authority that has been passed to it in accordance with the regulations in terms of the laws described in that regulation. Article 18 Everyone has the right to freedom of thought conscience and religious conviction; rights include the freedom of religion or belief exchange as well as freedom of religion or belief adopted, either alone or jointly with others, whether in public or in their environment themselves with the teaching, practice, worshiping and obeying the rules of religion, and the way to educate children in the faith and beliefs of their parents. Article 19 Every person has the right to freedom of opinion and expression. Article 20 Civil rights to freedom of assembly and peaceful convene just needs to be recognized and guaranteed by the rule of law. Article 21 (1) every person has the right to freely advance the complaint to the authorities, either orally or in writing. (2) every person shall have the right to petition the legitimate ruler. Article 22 (1) every citizen has the right to participate in government by directly or by means of freely chosen representatives in accordance with the manner prescribed by law. (2) every citizen be appointed in each State office. Foreigners may be appointed in government positions according to the rules established by law. Article 23 Every citizen has the right and obligation to participate earnestly in national defense. Article 24 (1) the authorities will not be tied to gains or losses included in any class of citizens negar people. (2) differences in the needs and requirements of law masyarakt layers of people will be considered. Article 25 (1) every person has a right to possession, either alone or jointly with others. (2) No one can be deprived of his property with semana-treatment. Article 26 (1) the revocation of the right (onteigening) the public interest or right after the object is not permitted, except with indemnify and according to the rules of law. (2) if one thing must be destroyed in the public interest, or both for good and for a long time, should be destroyed until no longer used, the general rule, then it's done indemnify and according to the rules of law unless specified otherwise by the rules. Article 27 (1) every citizen, provided the ability, the right to work there. Everyone has the right freely to choose and the right to work as well on the existing labor conditions. (2) any person who works in the same way, the right to fair remuneration ensuring for himself with his family, commensurate with human dignity. Article 28 Everyone has the right to form unions and go into it to conceal their interests. Article 29 (1) teaching is free, without prejudice to the supervisory authorities conducted according to the rules of the law. (2) choosing teaching will be followed, are free. Article 30 Freedom of doing social and charitable organization established for it, and also to the particular teaching and looking for treasure and have for that purpose recognized. Article 31 Everyone who was in the country must obey the law, including the rules of unwritten law and the legal authorities and the legal action. Article 32 (1) Act regulations concerning the rights and freedoms conduct described in this section, if necessary, will set limits on rights and freedoms, but hanyala solely to ensure the recognition and respect that should not be gone for the rights and freedoms of others , and to qualify for ketentreraman kesusillaan fair and the general welfare in a democratic fellowship. (2) if necessary, federal law determines the guidelines in that region of the Act. Article 33 Nothing a ketentauanpun in this section shall be construed to sense something authorities, groups or stamps can memtik thereof the right to commercialize something or do something similar to what the intended apaun eliminate any rights or freedoms described therein.
PART VI Basic principles Article 34 Will of the people is the basis of the power of rulers; willingness was expressed in an honest and yangdilakukan suffrage according to the extent possible general and berkesamaan, and by secret ballot or in a manner that also guarantees freedom of sound.
Article 35 Pegnuasa sesanggupnya promote certainty and especially pemasitan social security and labor guarantee terms and circumstances of good labor, prevention and eradication of unemployment and organizing supplies for the old days and the maintenance of widows and orphans. Article 36 (1) raise the prosperity of the people is something that is constantly held by the authorities, the obligation always menjambin for every degree of life with human dignity for themselves and their families. (2) without prejudice to the restrictions specified in the public interest with the rule of law, it is to be given a chance by all those traits, talents, and skills of each to participate in the prosperity of the country perkembagan sources. Article 37 Families are entitled to protection by society and the State. Article 38 Rulers seek to protect the freedom of culture and the arts and sciences. By upholding this principle as strong as the authorities promote the development of national strength in culture and the arts and sciences. Article 39 (1) sedapatnya authorities shall promote the development of the people of both spiritual and physical, and in this case especially trying to speedily eliminate illiteracy. (2) where necessary, authorities will need memembuhi public instruction is given on the basis of nationality deepening conviction deepening, strengthening the unity of Indonesia, building and feelings of humanity, patience and respect for the religious beliefs yangsama any person within hours of being given an opportunity to teach catechism lessons accordance with the wishes of the parents. (3) high school students are eligible partikulir goodness under the Act for public instruction dengna rights equal rights in public schools. (4) the teaching is low, then the authorities are trying to do to quickly learn the common obligation. Article 40 Senatiasa rulers tried earnestly to promote public hygiene and public health. Article 41 (1) ruling that protects sam akepada all societies and religions persekutan recognized. (2) the ruling alliance and oversee that all religious societies patu obey the law, including the rules of unwritten law.
CHAPTER II
Republic of Indonesia States and Regions Section
Part I
The areas
Babakan 1. General Provisions
Article 42

While waiting for the explanation of the composition of the Republic of Indonesia States as a federation between the federation between the states of the equal dignity and mutual sling equal rights, then the section areas mentioned in Article 2 is the same right. Article 43 In the explanation of the composition of the federal Republic of Indonesia States shall apply the principles of the guides, that will of the people are in the regions concerned are represented by independent according to the path of democracy, the end will decide the status occupied by the regions in the federation. Article 44 Changes in any region of the area, as well as entry into or joined to an existing local part, should only be done by something-even though the area itself is not region-section according to rules established by federal law, to uphold the principle of as in chapter 43, and it's just about the entrance or merge, with the approval of the relevant parts of the region. Article 45 Order and how to run the regional governments should be in the way of democracy, in accordance with the principles contained in this Constitution.
Babakan 2 Countries Article 46 (1) Countries that require recognition of newly established federal law. (2) Federal law does not give the status of the State to the regions will not be considered capable of performing and fulfilling the rights, powers and obligations of a State. Article 47 Grammatical rules-nationality Countries should ensure folk life ha katas themselves to various people within the fellowship of their local environment and must also hold the possibility for the state to realize that the rules of drafting a democratic alliance in the autonomous region Article 48 (1) Regulations ketetanegaraan countries will not contain provisions that wholly or partially contrary to this Constitution. (2) the subdivision regulations or the new changes come into effect after it is weighed by the Federal Government.
To this end the rules are after completed, with as soon as possible sent by the State Government to the Federal Government.
(3) Had the Federal Government under the scales there seuai opposite as referred to in paragraph (1), then within two months after receiving the letters convey it the Federal Government to the State Governments and invited to act to make changes. (4) If the State Government remained neglected according to the instructions set forth in the paragraph above in whole or in part, or if the State Government found that the instructions given were not right, then neither the Federal Government nor the State Government may request that the Court's decision on Court of Indonesia and the decision is binding. (5) If the Federal Government informed the Government of the State within the time mentioned in subsection (3), that the subdivision regulations or changes therein are considered him get his approval, or within such time scales are not announcing anything, then it is deemed constitutional rule has got Federal Government's recognition as a state constitutional rule was legitimate, or change shall be deemed to have been admitted as included in the regulations state that a legitimate constitutional and in such event the subdivision regulations that have guaranteed; provision does not reduce specified in Chapter IV, Section III.
Babakan 3 State entities that are not upright themselves Countries Article 49 Position in the federation for State units are upright itself and not the status of the State, governed by federal law.
Babakan 4 The areas that are not part of the region and the federal district of Jakarta Article 50 (1) The above areas are outside the area of ​​any part of the area, and the federal district of Jakarta conducted by scientific equipment of the Republic of Indonesia States according to the rules established by federal law. (2) The regions that enter part number for it, may be accompanied by the government, with government approval.
PART III MAINTENANCE DIVISION BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA STATES WITH THE REGIONS
Babakan I Distribution of government administration Article 51 (1) The government of the points listed in the annex to this Constitution imposed solely on the United States of Indonesia. (2) List of attachments governance referred to in paragraph (1) altered, either at the request of the regional jointly or any federal government initiative after receiving conformity with the regional together, according to the program established by law federal laws. (3) Regulations hereinafter federal law to take all measures necessary to manage the implementation of the federal government charged properly. (4) All of governance that are not included in the determination of the above verses is the regional authority solely. Article 52 (1) Regional section entitled to share as much as possible in carrying out the organization of the federal government by itself supplies the parts area. For that the United States of Indonesia as much as possible to ask the regional aid. (2) If the Republic of Indonesia States demanded help section area to implement federal regulations, the inner regions are required to provide that help. (3) The regions participating governments implement section set forth in this article in accordance with the opinion of a higher federal scientific equipment concerned. Article 53 In the task of organizing the regional government can work together according to the general rules established federal law; those rules also determine intervention of Indonesia States that may be done in that regard. Article 54 (1) The whole or part of the task of the government of a region of the Republic of Indonesia by the States or with the cooperation between scientific equipment of the Republic of Indonesia States and regional scientific equipment parts are concerned, can only be done at the request of the relevant parts of that area. Building of the Republic of Indonesia States wherever it may be limited to the task of local government power beyond that part. (2) To initiate and organize something local government duties parts with no demand mean it, only sovereign States of the Republic of Indonesia in matters that will be decided by the Federal government with conformity Senate and House of Representatives, which is an area that part was dereliction of duty , and according to the rules established by federal law.
Babakan 2 Transportation Finance Article 55 (1) Federal law determines incomes as incomes federation itself, entered the treasury of the Republic of Indonesia States; all other opinions, just according to law is not a law fellowship subordinate part, entered solely for the use of the treasury of the inner regions, as his own opinion , for those areas. (2) the distribution of incomes above paragraph is cultivated achieve balance, so that both the United States of Indonesia as well as the regional power to pay all payments are concerned with the implementation of his administration, from its own revenues. (3) Without prejudice to the base as mentioned in the verse and then sharing revenues adjusted bolehnya seboleh-sharing government organization as defined in the scene of the above. (4) By the Federal Act can be determined that the taxes levied regions opcenten section for the purposes of the federation. Article 56 (1) According to the rules established by the Federal Law shortage of money at regular service in the regional budget closed with the help of the cash cost of the treasury of the Republic of Indonesia States. (2) Lack of money on the outstanding service may be covered with the help of such costs. Article 57 (1) Loans in foreign currency carried out solely by the United States of Indonesia. (2) At the request of the inner regions, the Republic of Indonesia States should carry out lending money abroad for the purposes of section area. (3) To carry out the loans in the country, the regional require prior approval of the United States of Indonesia. Article 58 (1) Fiscal regions shortcomings parts covered with cash-burdensome federal treasury or by borrowing, requiring federal government approval. (2) In matters designated by the Federal Act and in accordance with the rules of the law of ratification referred to in the last paragraph can disangkut to make changes in the budget is concerned it according to the instructions as deemed necessary by the Government Federak agreed with the Senate. Article 59 (1) the regional budget other than those mentioned in Article 58 is not interfered with by the United States of Indonesia. (2) But if it turns out the mess in the financial policy of the Federal Government agreed to the Senate may require that the relevant parts of the area hold certain changes in the budget. (3) Federal law define what is meant by the word chaos in finance wisdom, and make rules to carry out the powers as mentioned in the paragraph above and set consequences associated with pertanggungah that may occur in carrying out the relevant sections in the budget it. Article 60 (1) What is stipulated in article 56 to article 59 should not be implemented in any case, so therefore the change event occurs in the distribution of government administration and the financial nexus between the Republic of Indonesia States and regions section as described in this section. (2) In particular it is not to be connected conditions that led it towards the provision of assistance by the United Republic of Indonesia to the regional nor the approval or loan money to budget approval. Article 61 Federal legislation which further contains rules on the financial nexus between the Republic of Indonesia States with areas of parts, where again may determine other warranties, so the United States of Indonesia and the regional mutual respect to its fullest every rights and powers.
Babakan 3 The rights and obligations Article 62 Everything owned assets, accounts receivable and other rights received from Indonesia on the restoration of the sovereignty of the Republic of Indonesia takes on a proprietary States and regions section, which merely depends on the implementation of the government's burden or expense of the Republic of Indonesia States the regional. Article 63 Any obligations received from Indonesia of Indonesia on the restoration of the sovereignty of the Republic of Indonesia is the obligation of States.
PART III Swapraja regions Article 64 Unoccupied areas of existing, recognized. Article 65 Adjust the position of autonomous regions in the task and the regional powers concerned with the understanding, that the set was done by contract held between the parts and the autonomous regions concerned, and that the privilege of self-government that the contract will be considered and that no is nothing of the autonomous regions that already exist, can be eliminated or reduced against his will, except in the public interest and after a federal law which states, that public interest demands the elimination or diminution of it, giving it the power to the local government concerned section Article 66 While the regulations as referred to in Article ago made, the regulations that already exist remain valid, with the understanding that Indonesian authorities pejaba mentioned before it is replaced by such officials in the inner regions concerned. Article 67 Strife-strife between the regional and autonomous regions concerned about the regulations as referred to in Article 65 and on the run, it was decided by the Supreme Court of Indonesia at both the first and the highest as well, or at the apple.
CHAPTER III STATES OF REPUBLIC OF INDONESIA EQUIPMENT
General Provisions Scientific equipment is a federal United States of Indonesia a) the President; b) Ministers; c) the Senate; d) House of Representatives; e) The Supreme Court of Indonesia; f) Financial Supervisory Board;
PART I GOVERNMENT Article 68 (1) The President and the Ministers together constitute the government. (2) Where-where in this Constitution referred to the Government, it is referred to the President with one or more or the Minister, which according to the specific responsibilities or their general responsibilities. (3) The government based in the capital Jkarta, unless in case of emergency the government decide where else. Article 69 (1) The President is the Head of State. (2) He was elected by the people authorized by the regional governments are mentioned in Article 2. In choosing the President, the people who are authorized are trying to reach an agreement. (3) The President must be an Indonesian who has aged 30 years; he should not be people who are not allowed to participate in or run the voting rights or the person who has deprived his right to choose. Article 70 President based in the seat of the Government Article 71 President before menangku office, take an oath (testimony and promise) by way of religion in the face of people who are authorized by the regional as mentioned in Article 69 and were to convene a general meeting is as follows: "I swear (explain) that I am, to be elected as president of the Republic of Indonesia States, directly or indirectly, with any name or pretext whatsoever, no give or promise or will provide appropriate information to anyone. Saa swear (promise) that I am, to do or leave something in this position, nothing will ever receive from anyone, directly or indirectly any promise or gift. I swear (promise) that I will bend over backwards to promote the welfare of the Republic of Indonesia States and that I will protect and defend the freedoms and rights of all residents of the general and specific countries. I swear (promise) allegiance to the Constitution and over again that I would have memeluhara and maintain all the rules that apply to the Republic of Indonesia States, that I will faithfully serve the homeland and the State and that I will faithfully fulfill all obligations that were passed me by the office of President of the United States of Indonesia, as well as appropriate State head. " Article 72 (1) If necessary as the President, so he ordered the prime minister to run day-to-day work jabtannya. (2) Federal law set for the election of the new President, if the President remains absent, passed away or resigned. Article 73 That can be appointed as minister is the person who has aged 25 years and are not the people who are not allowed to participate in or run the voting rights or the person who has deprived his right to choose. Article 74 (1) The President agreed with those authorized by the areas as mentioned in Article 69, point 3 forming the Cabinet. (2) In accordance with the recommendation that the three forming the Cabinet, the President appoints one of her becoming Prime Minister and appoint other ministers. (3) In accordance with the recommendation that the three formers also, the President set a nobody of Ministers is obliged to lead departments respectively. It may also be appointed ministers who do not assume any department. (4) The decisions of the President which includes the appointment described in paragraph (2) and (3) of this article and signed by all three forming the Cabinet. (5) The appointment or termination of the period of Ministers made the decision of the Government. Article 75 (1) Ministers are required to lead the Department of Defense, Foreign Affairs, Home Affairs, Finance and Economic Affairs, and the Prime Minister, even though he was not required to lead one of the special department located as described below. (2) forming ministers usually lead each one of the departments mentioned in paragraph ago. (3) In cases requiring immediate action, and in cases of emergency, it is the Minister who is domiciled khussu together the authority to take decisions in that regard with the same power, replacing the decisions of the Council of Ministers a complete In a decision that ministers tried to reach an agreement. (4) In memusyawaratkan and decide something straight about something in the principal duties of a department other than those mentioned in paragraph (1), the Chief Minister's Department participated. Article 76 (1) To negotiate together common interests of the Republic of Indonesia States, Ministers meet within the Council of Ministers which is known by the Prime Minister or the Prime Minister in the case of absence, by one particular resident minister. (2) The Council of Ministers always tell all matters important to the President. Each minister is obliged to the same connection with the affairs of the particular entry job. Article 77 Before taking office, ministers take the oath (information and appointments) in the presence of the President by way of religion, as follows: "I swear (explain) that I am, to be appointed as Secretary, directly or indirectly, with any name or pretext, no give or promise or would give anything to anybody. I swear (promise) that I am, to do or leave something in this position, no not ever received from anyone, directly or indirectly, any promise or gift. I swear (promise) allegiance to the Constitution, that I will maintain all the rules that apply to the Republic of Indonesia States that I will serve faithfully to Nusa and the Nation, and that I will faithfully comply with all the obligations that were passed on to me by the office of the Minister. Article 78 Gaiji President and salaries of Ministers, as well as compensation for the cost of travel and accommodation expenses and if applicable, the compensation provided for in other federal laws. Article 79 (1) Position of President and Secretary may not lap along with running any public office within and outside the United States of Indonesia. (2) The President and the Ministers shall not, directly or indirectly, participate in or be a guarantor for any corporate body under the agreement to make a profit or to that held by the United States of Indonesia or to any part of Indonesia. (3) They should not have any debt or liability of the Republic of Indonesia States, except for debt securities generally. (4) The specified in paragraph (2) and (3) of this article still apply to them for 3 years after they resigned.
PART II SENATE Article 80 (1) The Senate represents the regional. (2) Each regional section has two members in the Senate. (3) Each member of the Senate to cast one vote in the Senate. Article 81 (1) The members of the Senate appointed by the regional governments, from a list submitted by each of the representatives of the people, and that includes the three candidates for each seat. (2) if required candidates for two seats, the Government is concerned ang free to use as a single, the lists submitted by the representatives of the people for the option sheet. (3) In the meantime, the regional self mengakan regulations necessary to appoint the members of the Senate. Article 82 That may be a member of the Senate is a citizen who has turned 30 years old who are not people who are not allowed to participate in or run the voting rights or the right to choose has been revoked. Article 83 Members of the Senate before assuming office, take an oath (information and appointments) in the presence of the President or the Chairman of the Senate are authorized to it by the President, by way of religion, as follows: "I swear (explain) that I was to be appointed to the Senate directly or indirectly, with any name or pretext, no give or promise or would give anything to anybody. I swear (promise) that I am, to do or leave something in this position once will not receive, directly or indirectly, from any person any promise or gift. I swear (promise) that I will always help maintain the Constitution and all other laws for the State, that I would dedicate every effort to the welfare of the Republic of Indonesia States and that I will serve faithfully to Nusa and the Nation. " Article 84 Members of the Senate should always resigned. They were told it was a letter to the Chairman of the premises. Article 85 (1) The President shall appoint the Chairman of the Senate of the advice advanced by the Senate and which contains at least two people, both of whom own or not. (2) The Chairman shall meet the requirements set forth in Article 82. (3) the Chairman is not a member and have a sound adviser. It was he who called the Senate. (4) when one member has been appointed as Chairman, the local government section bersangkut appoint another person in his stead a member. (5) The Senate appointed a vice-chairman from among them who still have the membership and voting rights. (6) In the case of the chairman and representatives absent or not present, then the meeting is chaired by a member for a while the oldest age; these members continue to have membership and voting rights. Article 86 Before meangku office, Senate President take the oath (information and appointments) in the presence of the President by way of religion, as follows: "I swear (explain) that I was to be appointed as chairman of the Senate, directly or indirectly, with any name or pretext, no giving or promising or will give to whoever too. I swear (promise) that I am, to do or leave something in this position once will not receive, directly or indirectly, from any person any promise or gift. I swear (promise) that I will always help maintain the Constitution and all other laws for the State, that I would dedicate every effort to the welfare of the Republic of Indonesia States and that I will serve faithfully to Nusa and the Nation. " Article 87 The Senate held the meetings in Jakarta unless in cases of emergency government set somewhere else. Article 88 (1) meetings on subjects as referred to in sub-section 127 (a) and Article 168 shall be open to the public except if the chairman considers necessary or at least 5 members requires that the door is closed to the public. (2) after the door closed, deciding whether the consultative meetings carried out with the door closed. (3) on matters discussed in closed session may also be decided behind closed doors. Article 89 Chairman and members of the Senate can not be prosecuted in front of the Court because he says he presented at the meeting or by letter to the assembly, unless they are with it announced what is said or presented in a closed session with the terms to be confidential. Article 90 (1) Members of the Senate issued a voice as a free man, according to his inner sense of honor and conviction, not the obligation perinta or consulted in advance by those who appoint as members. (2) they do not make a sound about things concerning himself. Article 91 Senate can not concurrently with membership representative of the people, and not also with federal offices, the office of the President, the Secretary, the Attorney General, the Chairman, Vice Chairman or a member of the Supreme Court, the Chairman, the Vice Chairman of the Supervisory Board of Finance, and the President of the Bank Circulation State office of mayor, the minister or the head of the Department of the inner regions. Article 92 Senate salary, allowances will be given to members and possibly also to the Chairman, as well as the cost of travel and lodging to be got, governed by federal law. Article 93 (1) Sekalian who attended a closed meeting of the Senate, shall be discussed in secret meetings, unless this council decides otherwise, or if the obligation of secrecy was abolished. (2) it shall also apply to members, ministers, and employees who get to know one way or another about what was discussed. Article 94 (1) The Senate may not deliberation or decision, if not present more than ½ (half) the number of members of the Council. (2) Just as the Constitution is not specified, then all decisions taken by the highest absolute number of votes cast. (3) if, at the time of making decisions, a deep voice in a full meeting of its members, the proposal is considered to be rejected, or in any other case, a decision is deferred until the next meeting. If the same heavy sound again, the proposal is considered rejected. (4) of the voting is done in secret and overturned. If the same heavy sound, the decision was taken by lot. Article 95 Senate as soon as possible set peratuaran order. Article 96 Senate may invite ministers to participate in the deliberations and to enlighten them. Article 97 At the time mentioned in article 112, the Senate convened Senate was disbanded and replaced with a new one.
PART III HOUSE OF REPRESENTATIVES Article 98 House of Representatives representing all the people of Indonesia and is comprised of 150 members; provision does not reduce specified in the second paragraph of article 100. Article 99 The number of members of the Republic of Indonesia half of the number of all the members of the remaining areas of Indonesia. Article 100 (1) Small Group Chinese, European and Arabic will be represented in the House of Representatives with consecutive 9, 6, and 3 members. (2) if the amount was not reached with the prosecution on the basis of Article 109 and Article 110, or Article 111, is not achieved, the Government of the Republic of Indonesia States appoint additional representatives for small groups. The number of members of the House of Representatives as mentioned in article 98 plus in that regard if necessary by the number of appointments that. Article 102 Membership of the House of Representatives can not concurrently with the Senate nor the positions mentioned in Article 91. Article 103 (1) House of Representatives to choose from including the Chairman and one or more vice-chairman. Recovery requires the approval of the President. (2) During the election of Chairman and Vice-Chairman of the yet to be ratified by the President, while meeting chaired by the oldest member of his age. Article 104 Members of the House of Representatives before taking office, take an oath before the President or the Chairman of the House of Representatives that the President is authorized to, after the manner of his religion, as follows: "I swear (explain) that I am, to be elected (appointed) a member of the House of Representatives, directly or indirectly, with any name or pretext, no giving or promising or will give to whoever too. I swear (promise) that I am, to do or leave something in this position once will not receive, directly or indirectly, from any person any promise or gift. I swear (promise) that I will always help maintain the Constitution and all other laws for the State, that I would dedicate every effort to the welfare of the Republic of Indonesia States and that I will serve faithfully to Nusa and the Nation. " Article 105 Ministers sit in the House of Representatives by voice advisory. Chairman gave a chance to talk to him, if and each time they wanted it. Article 106 (1) House of Representatives in session, when the government declared its will on it or if the Chairman or at least 15 members deem it necessary. (2) The chairman of the House of Representatives convenes. Article 107 Meeting of the House of Representatives is open to the public except when the Chairman considers necessary closed doors or at least 10 members demand it. Article 108
 
Assigned to the Senate in articles 84, 87, 88 verse 2 and 3, 89, 90, 92, 93, 94, and 95 apply as if dealing with the House of Representatives. Article 109 (1) For the first House of Representatives sent the rest of the members of the area mentioned in Article 99, arranged and conducted the negotiations together by the local section in Article 2, except the Republic of Indonesia with regard to the principle of democracy and sebolehnya negotiations with areas mentioned in Article 2 sub "c", which is not part of the area. (2) for the distribution of the number of members to be sent between the areas that, taken as a basis for comparison of the soul of the inner regions. Article 110 (1) How do members of the House of Representatives sent to the first, organized by the local section. (2) where the mission so it can not happen with the election of a radically, sending it to do with the appointment of members of the House of Representatives the area concerned, if there such representation. Also if, as it were indeed, need to be followed in other ways, will seek to achieve representation sesempurnanya, according to the will of the people. Article 111 (1) Within one year after the Constitution came into force, the Government ordered across Indonesia held a free and confidential to establish the House of Representatives chosen in general. (2) Federal law rule held for the election of a new House of Representatives referred to in paragraph (1) and determine the distribution of the number of members who will diutur, the rest of the area mentioned in Article (99). Article 112 At the time that will be determined by the Government, as soon as possible after the election referred to in Article (111) The House of Representatives was dissolved and replaced first by the House of Representatives who selected it.
PART IV SUPREME COURT Article 113 So is the Supreme Court of Indonesia's composition and powers shall be regulated by federal law. Article 114 (1) for the first time and for a federal law yet another set, the Chairman, Vice Chairman, and members of the Supreme Court are appointed by the President after listening to the Senate. The appointment is for a lifetime; provision is without prejudice set forth in the following paragraphs: (2) Federal law may stipulate that the Chairman, Vice Chairman, and members of the Supreme Court were dismissed, when reaching a certain age. (3) they can be fired or dismissed under way and the terms prescribed by federal law. (4) They can be dismissed by the President at his own request.
PART V FINANCIAL SUPERVISORY BOARD Article 115 So is the Financial Supervisory Board composition and powers shall be regulated by federal law. Article 116 (1) for the first time and for a federal law yet another set, the Chairman, Vice Chairman, and members of the Supervisory Board of Finance appointed by the President after listening to the Senate. The appointment is for a lifetime, this provision does not reduce specified in the following paragraphs. (2) shrimp federal laws may provide that the Chairman, Vice Chairman, and members dismissed, when reaching a certain age. (3) they can be fired or dismissed in the manner and within the prescribed by federal law. (4) they can be dismissed by the President at his own request.
CHAPTER IV Government
Part I General Provisions Article 117 (1) the federal government over Indonesia-just not obligated to other fittings which are run by the government of the Republic of Indonesia States. (2) government take care of welfare of Indonesia and especially, to the Constitution, federal laws and other regulations applicable to the Republic of Indonesia States. Article 118 (1) The President can not sue dianggu. (2) the minister responsible for the entire kebijaksaanaan government, both together for a whole or each to his own part in it. Article 119 Although the President's decision and signed by the Minister concerned, except those specified in section 74, verse 4. Article 120 (1) The House of Representatives has the right and the right of interpellation asked; members have the right to ask. (2) the minister gave to the House of Representatives, either verbally or in writing dengna, all of the desired illumination according to the last paragraph and the administration deemed contrary to the public interest of the Republic of Indonesia States. 121
 
Council of Representatives has the right to investigate the (above-mentioned Enquete) according to the rules established by federal law. Article 122 House of Representatives appointed under section 109 and 110 can not force or individual cabinet minister resigned. Article 123 (1) The Government listened to the Senate on all matters, if deemed necessary for it. (2) The Senate may give advice to the government on his own about everything when it deems necessary for it. (3) The senate heard about important matters specific to one, some or semuah area part or parts thereof, or the particulars of the Reoublik Indonesia oerhubungan States. And areas mentioned in Article 3. This rule has exception, if for kedaan an urgent need to take immediate action sdang Senate is not in session. (4) The Senate heard, except as described in the second paragraph allu tribe, of any draft laws darirat as referred to in article 139 (5) the government told the Senate all the decisions about that inside the Senate has listened. (6) If the Senate had been listened to, it was told in the heads Letters bersangkut decision. Article 124
>>>>>> (1) The Senate may, either orally or in writing t, request information from the government. (2) the government gives keteranngan it, unless by weighing it against the interests of the age of the Republic of Indonesia States. Article 125 Employees of the Republic of Indonesia States appointed according to the rules established by federal law. Article 126 President gives honors undnag diadakn with federal laws.
PART II LEGISLATION Article 127 Keukuasaan federal legislation. In accordance with the provisions of this section, performed by: (A) The Government, together with the House of Representatives than it is about the specific regulations on one, some or all of the parts area or part thereof, or specifically on the nexus between the Republic of Indonesia States and areas mentioned in Article (2) b) the government along with the House of Representatives, the entire rest of the field settings. Article 128 (1) the government's proposal of legislation submitted to the House of Representatives with the mandate of the President and be sent simultaneously to the Senate to be known. (2) The Senate has the right to submit proposals to the legislation the House of Representatives on matters mentioned in Article 127, sub (a) If the Senate exercise this right, then it dibertahukannya simultaneously to the President, by submitting a copy of the array. (3) The House of Representatives has the right to submit proposals to the Government legislation. Article 129 The House of Representatives has the right to make changes Unsang proposed legislation promoted by the Government or the Senate to him except those specified in section 132. Article 130 (1) sekalia proposed legislation that has been accepted by the House of Representatives and, if the proposal on the matter as described in section 127, sub (a), has been negotiated by the Senate in accordance with that specified in section 131 and following articles, obtain power laws, apabilah been approved by the Government. (2) federal laws are not inviolable. Article 131 Proposed legislation negotiated by the Senate, based on their authority, participating enact pelican, if either the Government, or the House of Representatives or the Senate itself considers that the proposal regarding any matter included in the one described in section 127, sub (a) Article 132 (1) If the Senate rejected the proposal before it was accepted by the House of Representatives, then even if so, it may also endorsed the proposal by the government, if the House of Representatives took it did not change it again, and with at least 2/3 of the members vote present. (2) The decision referred to in paragraph first, will only be taken by the House of Representatives at the meeting that it was present at least 2/3 of the members of the Council. Article 133 (1) If the House of Representatives accepted the proposal with Government legislation to change or not, the proposal was sent to tell it, to: a) the Senate, if the proposal on setting up a business as represented described in section 127, sub (a), with pemeritahuan simultaneously to the President; b) the president, if the proposal on setting up the affairs of others. (2) if the House of Representatives receive kepadnya proposal advanced by the Senate, the proposal was sent: a) if transformed, to the Senate for further negotiation; b) if not reversal, the Government passed. In the case sub (a) the House of Representatives to tell this to the president, in terms of subparagraphs (b) to the Senate. Article 134 If the House of Representatives rejected legislation proposed government, then it diberitahukannya to the President and to the Senate, if the proposal on matters mentioned in section 127, sub (a). Article 135 (1) House of Representatives, if decided to advocate a law proposal, sending the proposal to be negotiated to the Senate, if the proposal on setting matters mentioned in section 127, sub (a), with bertahuan simultaneously to the President.(2) in all other things he suggested sending the House of Representatives on legislation to be ratified by the Government, the President and the Senate to be known simultaneously. Article 136 (1) If the Senate receives origin have also accepted by the House of Representatives, the proposal was sent to notify it to the President, to be approved by the Government and the decision preached to the House of Representatives simultaneously. (2) if the Senate rejected the proposal before it was accepted by the House of Representatives, the proposal was dikirmkannya to notify it to the President, with the news simultaneously to the House of Representatives. (3) the government can once again submit that proposal was rejected by the Senate, the House of Representatives for repeated negotiated in accordance with Article 132. If the Government decides to do so, then set out in paragraph 129 perttama apply as well. Article 137 (1) If the House of Representatives on repetition negotiations pursuant to article 132, accept the proposed legislation the proposal was sent to the President for approval by the Government and the decision diberitahukannya simultaneously to the Senate. (2) if the House of Representatives rejected the proposal on the negotiating loop law then it diberitahukannya to the President and to the Senate. Article 138 (1) for a law proposal has not been accepted by the House of Representatives in accordance with the provisions of the last in this section, and if the proposal on matters as described in Article 127, subparagraphs (a) - has not been negotiated by the Senate, the proposal could be withdrawn by the equipment are enhancing them. (2) the government must adopt a law proposal has been received, unless it is within one month after the proposal was submitted to him for approval, has objected to the inevitable. (3) approval by the Government, nor the government objected as nature meant the last paragraph, notified to the House of Representatives and the Senate premises mandate of the President. Article 139 (1) The Government has the right to its own powers and responsibilities set Emergency Law to organize things the federal government for the implementation of urgency needs to be regulated immediately. (2) Emergency legislation has the authority and power of the Federal Act; provision does not reduce the set in the following article. Article 140 (1) The rules contained in the Emergency law, once established, submitted to the House of Representatives to negotiate according to the prescribed rules of origin negotiated Government legislation. (2) if a regulation referred to in paragraph ago, when negotiated in accordance with the provisions of this section, was rejected by the House of Representatives, then the rule does not apply anymore because of the law. (3) if the Emergency Law which, according to the last paragraph does not apply anymore, did not set any consequences arising from the rules either be corrected or not-then the Federal law to hold action on it. (4) if the regulations set forth in the emergency laws were amended and designated as a federal law, the consequences of the changes Maak well regulated as determined in paragraph ago. Article 141 (1) Regulation execute the laws set by the Government. His name is government regulation. (2) government regulation could threaten hukumman for breach of rules. Limit stipulated penalties to be determined by federal law. Article 142 (1) Federal legislation and government regulation may order the apparatus-style t other equipment in the United States of Indonesia further regulate certain subjects described in the provisions of laws and regulations. (2) shrimp laws and regulations pertinent government regulations provide rules on such announcements. Article 143 (1) Act udnang federal rules of conduct issued, announcing and entry into force of federal law and regulations. (2) Announcements, occurs in the form of statutory requirement is only for the strength of binding.
PART III Court Article 144 (1) Case civil cases and civil penalties, simply enter the case to be tried by a tribunal held or recognized by or on the authority of the law including unoccupied areas it judges, magistrate judges customs and religion. (2) appoint the judicial office held by or on the authority of udnang-law, based solely on the condition of intelligence, aptitude, and behavior unimpeachable established by law. Halt, fired for a while and fired from his position as such should only be in cases specified by law. Article 145 (1) any interference, however, the scientific equipment that are not fixtures judiciary, forbidden, unless otherwise authorized by law. (2) This principle applies to unoccupied courts and customary courts, just set up a way to ask for consideration from the judges appointed by law. Article 146 (1) any judicial decision must contain the reasons and in the case of penalties should be called rules of law and rules of customary huku m basis punishment. (2) Other than the exception number 2 are set by statute, court hearings are open to the public. To order and morals, the judge may deviate from this rule. (3) the decision is always expressed with the door open. Article 147 (1) Indonesia's Supreme Court is the highest federal court. (2) Another federal court may be held by federal law, with the understanding that the Federal District Jakarta will be set up at least one federal court mengadiliki in the first degree, and at least one federal court judge in the rate of apples. Article 148 (1) The President, Secretary, Chairman, and members of the Senate, the Chairman, and members of the House of Representatives, Speaker, Deputy and member of the Supreme Court, Attorney General, on this Court, the Chairman, Vice Chairman and members of the Supervisory Board of Finance, the Bank's president and Circulation employees, members of the upper house and gradually officials designated by federal law, be tried in the first level and the highest in the whole of the Supreme Court, even after stopping, in connection with the crime and malfeasance and crimes and other violations determined by federal law and does the same job, unless otherwise specified dengna federal law. (2) the federal law can be established that a civil case and a civil penalty cases against groups of people and certain entities should only be tried by a tribunal appointed by the federal law. (3) the federal law can be established that the civil case that the rule held by or on the authority of federal law should only be tried by the court federak. (4) in the event designated by federal law to the decision given by the court at the highest level other than the Supreme Court, an appeal can be requested to the Supreme Court. Article 149 Settings, and power and the way federal courts established by federal law. Article 150 Supreme Court supreme supervision over the other federal court action, according to the rules set dengna federal law. Article 151 With the exception set out in Article 148 and without prejudice to that set out in article 50, the court in a civil case and a civil penalty in the inner regions held by a court or recognized by or on the authority of local laws that part. Article 152 Settings, power and roads diadakn trial court with the authority or local law section, established by law. Article 153 (1) the Supreme Court to supervise the actions of the highest parts of the region's highest court, according to the rules established federal law premises. (2) the court's ultimate oversight, also according to the rules of federal law, the court held another dengna or the power law part of the area but only as long as the other held the highest scrutiny by the local section. Article 154 (1) the decision taken by the court of justice held or recognized by or on the authority of local legislation was part of that decision can be run in the region of the entire area of ​​the law, it can be run in such a way also in other places in Indonesia. (2) the federal law can be established that the deed can be executed in Indonesia, in a way that seboleh-bolehnya dengna manner specified in the legal area. Article 155 Local laws set piece judicial powers recognized by or on the authority of the law. Article 156 (1) If the Supreme Court or any other court hearing in a civil case or a civil penalty in this case, assume that a provision in the subdivision ordinance or law of a local section is contrary to the Constitution, then the judiciary's decision also, that provision stated not strictly according to the constitution. (2) The Supreme Court ruling also stated emphatically that degnan a constitutional provision in the rules or in the area of ​​law under the Constitution part, if there is a reasonable petition which is being promoted, to the Government of the Republic of Indonesia States, by or on behalf of the Attorney General in court sublime, or, for a local government elsewhere, the prosecutor at the region of the highest court in question later. Article 157 (1) before the statement is not in accordance with the provisions of the Constitution concerning a subdivision ordinance or law of a local section separately first uttered or passed, the Supreme Court summoned the attorney general assembly, or the chief prosecutor at the relevant parts of the region's highest court, to be heard the balance assembly. (2) the court's decision that it was a statement by the constitution for the first time uttered or passed, uttered at the general court. The statement announced as soon as possible by the attorney general at the supreme court in the official bulletin Indonesian republic States. Article 158 (1) jikadalam civil case or in the case of a civil penalty, a court other than the Supreme Court declaring a regulation ketentaun subdivision or local law part and according to the constitution and supreme court to investigate the case for whatever reason, then because of his position he considers the decision whether the statement was made not according to the constitution in place. (2) the statement is not in accordance with the Constitution as referred to in paragraph ago, the party charged with the loss by that statement and who have no legal means to it, can put in a claim for violation of the law appeals to the Supreme Court. (3) the attorney general at the high court and supreme court chief prosecutor at the inner regions, it could be because jatabannya put in a claim to the Supreme Court for an appeal because no offense to the statement that no constitutional change again as referred to in paragraph number 1. (4) the statement is not in accordance with the constitution of a provision in the rules of a region of the state administration by the court other than the Supreme Court, if it is not firmly based on a statement that is not according to the constitution by the Supreme Court and the provisions that have been published under section 157, must be endorsed by the Supreme Court, prior judicial decisions based upon it can be run. An application for approval in the assembly negotiated consideration. Petition was abolished if the statement is not according to the constitution was scrapped before negotiations were finished. If the Supreme Court rejected the endorsement, then the court abolished the judicial decisions which do not contain a statement under the constitution and the Supreme Court and even then it was just the next act if one party has put in a claim for violation of the law appeals. (5) of that specified in this chapter and the second chapter, the fedral laws apply more rules, including a grace. Article 159 The court case is set with the human army federal law. Article 160 (1) the president has the right to grant pardon from the sentence imposed by judicial decision. Asked you for doing that right after the advice of the supreme court, merely by federal law tida other court appointed counsel. (2) if the death penalty is imposed, it is the judiciary's decision not to run, but after the president, according to the rules established by federal law, be given the opportunity to give mercy. (3) Amnesty can only be granted by federal law or, on the authority of federal law, by the President after asking the advice of the Supreme Court. Article 161 Termination of the dispute submitted to the administrative law courts to adjudicate civil or other fittings, but if so sebolehnya dengna similar ayng guarantee of justice and righteousness. Article 162 With federal legislation to set up the way to decide disputes concerning administrative law and regulations concerned with dengna held or the power of this Constitution or held by federal law, that rule does not directly sdang solely on the equipment and occupants another part of Asja, including public legal entity established or recognized by or on the authority of a law passage area. Article 163 (1) where in this section called the law, then it is a good federal law or local law section, unless specified otherwise. (2) at the similarities in this section referred to local law is part of the meaning of the regulations set by the Host device-law of the highest parts of the region. (3) where the section 154.156 and section 158 referred to judicial decisions, then it is also a judicial determination.
PART IV FINANCIAL
Babakan 1 Terms of money Article 164 (1) in all regions of the Republic of Indonesia States recognized only legitimate, means of payment expenditure rules established by federal law. (2) unit of account stated payer legitimate instrument was established with federal law. (3) federal laws recognize both legitimate means of payment to an unlimited number and also a limited number assigned to it. (4) legal tender expenditures made by or on behalf of the Republic of Indonesia States or by the Bank Circulation. Article 165 (1) to Indonesia one bank circulation. (2) the appointment of the bank circulation and kekusaaan settings and arrangements made with the federal laws.
Babakn 2 Finance Board Federal budget-accountability-salary Article 166 (1) The financial holding umu federal officials. (2) United States of Indonesia led by financial and borne justified according to the rules established by federal law. Article 167 By federal law set spending budget all States and the Republic of Indonesia was appointed revenue to cover those expenses. Article 168 (1) proposed legislation setting the general budget of the government brought forward the House of Representatives before the beginning of the period pertaining to the budget. The period must not be more than two years. (2) proposed legislation modifier general budget, every time if need be brought forward by the government to parliament. (3) proposed legislation referred to in the second verse and also negotiated by the Senate on the basis of the provisions of Part II of this chapter. Article 169 (1) budget comprises all the parts that simply need to be, is divided into two chapters, one for spending and one set to appoint income. Chapters are divided into items (2) for each ministry department budgets include at least one piece. (3) legislation setting budget each containing no more than one part. (4) to adapt legislation allowed displacement. Article 170 Expenditures and revenues of the Republic of Indonesia States bear responsibility for the House of Representatives, while promoting the calculation adopted by the Comptroller, according to the rules given by the federal law. Article 171 Not allowed to levy taxes for the purpose of federal cash, except by the power of federal law. Article 172 (1) borrow money at the expense of the Republic of Indonesia States DAPT not held, guaranteed or endorsed, except by the power of federal law. (2) Government may, with due regard to the rules that will be established by federal law, and a promissory note issued biljet treasury. Article 173 (1) without prejudice to the special provisions set, salary and other income board members and employees of the Republic of Indonesia States is determined by the government, with due regard to the rules that will be established by federal law and according to the principle, that of jabtan not be obtained other advantagesthan those expressly permitted dengna. legislation can memperkenakkan power transfer described in paragraph (1) to the other fittings in power. (3) granting pension to employees of the Republic of Indonesia States governed by federal law.
PART V State Transportation Article 174 The government holds foreign liaison arrangements Article 175 (1) hold presidential and ratify all treaties (treaties) and other agreements with other countries. Unless otherwise provided by federal law, treaty or other agreement is not approved, but if it is approved by law. (2) in the memtuskan treaties and agreements and others, is only done by the President with the power of federal law. Article 176 Under the agreement and the approval mentioned in Article 175, the government of the Republic of Indonesia States enter into inter-state organization. Article 177 The government tried to resolve disputes with other States by peaceful means, and in this case it decides the request on or about receiving atai court of arbitration between nations. Article 178 The President appoints the representatives of the Republic of Indonesia States to another country and receive another representative of the Republic of Indonesia State Seriakt.
PART VI NATIONALITY AND SECURITY DEFENSE GENERAL Article 179 federal law sets the rules and obligations of citizens capable of helping to maintain the independence of the Republic of Indonesia States and defending territory. It manages the rights and obligations of how to run it and determine exception. Article 180 (1) United States of Indonesia military in charge of protecting the interests of the Republic of Indonesia States The army was made up of those who volunteered to join the army and they were obliged to join the army. (2) federal laws regulate incoming troops required. Article 181 (1) the government holds the administration's defense. (2) federal laws regulate the formation, susuna nand settings, tasks and power of the equipment given duty conduct defense policy in general, organize and share tasks and armies, in time of war, leading the fight. Article 182 (1) the president is commander in chief of the army of the Republic of Indonesia States. (2) the government, if necessary, put the army under a commander general. The defense minister may be appointed concurrently it. (3) appointed officer, was promoted and dismissed by or on behalf of the President in accordance with the rules established by federal law. Article 183 Pemeritah not declare war, but if it was allowed before the House of Representatives' and the Senate. House of representatives and the senate decided extent permitted at the meeting together, as if they were one body, chaired by the chairman of the House of Representatives. Article 184 (1) the manner and the terms to be determined by federal law, the government can declare the Republic of Indonesia States or parts of the region in a state of war or in a state of martial law, and just as long as he considered it necessary in the interest of internal security and external security of the country. (2) federal laws regulate such statements due to, and can also establish that the power of the civil power of the equipment based on the constitution of public order and police, wholly or partially transferred to another civilian fittings or to the power of the army, and that the authorities submit to pengasa civilian army. Article 185 (1) areas do not have any part of their own army. (2) to ensure order, peace, and public safety, then the local government requests for parts of the government of the Republic of Indonesia States to provide military assistance to the region section. Federal law sets the rules about it.
CHAPTER V Constituent assembly Article 186 Constituent (constitution-making session), along with the government speedily establish the constitution of the Republic of Indonesia States that would replace this sementera constitution. Article 187 (1) a draft constitution was made by the government and by the mandate of the president presented to the Constituent Assembly for dimusyawaratkan, to convene the hearing. (2) the government to maintain, so the design of the Constitution based on the development of the Republic of Indonesia States of the State in accordance with the will of the people, as expressed in a way that will be established democracy under Article 43 to Article 46. (3) with respect to running set out in clause mentioned in verse allu, federal law will conduct the necessary action, so that the voice of the people required statement, obtained within one year after the Constitution comes into force. Article 188 (1) Constituent Assembly formed by enlarging the House of Representatives are chosen in accordance with article 111 and the new Senate appointed under section 97, the amount outstanding members as an ordinary member of the assembly, respectively. Outstanding members were chosen or appointed or removed in the same way as an ordinary member. Provisions applicable to angggota baisa applies to them. Government stockpile, just need to reach a consensus with the local part, to ensure that outstanding member House of Representatives and the Senate elected, appointed or designated in time. (2) a joint meeting of the House of Representatives and the Senate, both by the number of members doubled, itula Constituent Assembly. (3) chairman of the legislature is chairman of the Constituent Assembly. Chairman of the Senate is the vice chairman. (4) set out in article 87, 93, 94, paragraphs 3 and 4, 95 and 105, applies as well to the Constituent Assembly. (5) Assembly meetings are open to the public, unless deemed necessary by the Chairman closed the door or if at least 25 members of the demands it. Article 189 (1) Constituent Assembly can not agree or take a decision on the draft of the new Constitution, if it is not present at the meeting two-thirds of the members of the congregation. (2) Constituent right to make changes in the draft constitution. New Constitution applies, if the design has dterima with at least two-thirds of the votes of members present and then ratified by the government. (3) if the Assembly had accepted the draft constitution, the draft dikirmkannya it to the president for approval by the government. The government should immediately mencahkan draft. (4) to each state will be given the opportunity to accept the constitution. If a State does not accept the constitution, the State was entitled to confab about a specific nexus with the United States of Indonesia and the Netherlands kingdom.
CHAPTER VI CHANGES, TRANSITIONAL PROVISIONS AND PROVISIONS OF CLOSED
PART I Change Article 190 (1) without prejudice to that set out in Article 51, second paragraph, the Constitution can only be amended by federal law and is only allowed to deviate from the provisions on the authority of federal law, either the House of Representatives and the Senate can not discuss or take decision on the proposal for it, if not at least two-thirds of the members of the Council attended the meeting.(2) the law as set forth in the first paragraph also negotiated by the Senate in accordance with the provisions of Part II, Chapter IV. (3) Proposed legislation to change the Constitution or deviate from the provisions can only be accepted by the House of Representatives or the Senate with at least two-thirds of the members present vote. If the proposal is negotiated again according to that set out in article 132, the House of Representatives can only be accepted by at least three-fourths of the votes of members present. Article 191 (1) Without prejudice to the general issue and announced a federal law, the changes announced by the government in the Constitution of the nobility, in a manner to be-determined. (2) the text of the Constitution which was amended once again announced by the Government after, just necessary, chapters-chapters, sections of each chapter and the chapters are numbered successively and appointment changed. (3) the equipment and the power of existing regulations and decisions in force at the time of a change in the Constitution comes into force, continue if it proceeded contrary to the provisions in the constitution that requires no laws or regulations tindakn penjalnkan further.
PART II TRANSITIONAL PROVISIONS Article 192 (1) regulations, laws and administrative provisions that already exist at ADAP this Constitution comes into force, continue to apply with no change in the rules and regulations of the Republic of Indonesia States alone, during and just rules and regulations were not repealed, added or amended by legislation and administrative provisions on the authority of this constitution. (2) continuation of regulatory legislation and administrative provisions that already exist as described in paragraph one just fine, just the rules and regulations that do not conflict with the provisions of the Charter of Sovereignty Restoration, Statute Union, Transition Agreement or any other agreement relating to the restoration of sovereignty and just the rules and regulations that are not contrary to the provisions of this constitution that does not require legislation or regulations tindankan penjalankan. Article 193 (1) than it is not evident from the provisions of this constitution, the federal law determines the equipment which the United States of Indonesia's duty power tools and equipment are performing their duties and powers before restoration of sovereignty, namely on the basis of legislation still valid because Article (1). (2) segerea government to appoint a representative in the Netherlands while waiting for the regulations to be held later to run on behalf of all the powers of management, before the restoration of sovereignty, the Indonesian government is run for the equipment used by the Dutch in the Netherlands. Article 194 While waiting for citizenship arrangements with the laws mentioned in paragraph one of Article 5, then that is a citizen of the Republic of Indonesia States, is that those whose citizenship was in agreement on the Determination of citizenship that is attached to the Charter Sovereignty Restoration. Article 195 If something basic that when the constitution comes into force, in the attachment described in this constitution, organized by a local section, the area was part of the principal's authority to continue menyelenggarkaan States to the Republic of Indonesia to the task of organizing it. If so, then the inner regions continue holding it for a while, will act in accordance with the opinion of a higher federal fittings are concerned.
PART III FINAL PROVISIONS Article 196 Soon after the Constitution comes into force, the Government requires one or more painita the appointment, to perform duties in accordance with its instructions, working recapitulate, that the rules required by the constitution was held, and that in general all laws existing at the time of the adjusted to the constitution. Article 197 (1) This Constitution shall come into force at the time of restoration of the sovereignty of the manuscript was announced on that day with the nobility in the manner prescribed by the Government. (2) if, and just before the time mentioned in subsection (1), has been carried out measures to establish the Republic of Indonesia Seriakt tools and equipment to prepare the reception sovereignty, all by on the basis of the provisions of this Constitution, that provision mlai retroactive to the day of the action concernedperformed. 


0 comments:

Post a Comment