Masa Pemerintahan Orde Baru di Indonesia (Pemerintahan Presiden Soeharto)/ The Reign of the New Order in Indonesia (Government of President Soeharto) FOR CLASS XII IPS Semester 1 HISTORY


Masa Pemerintahan Orde Baru di Indonesia (Pemerintahan Presiden Soeharto)

(Sumber: Ali, Nur. Modul Bahan Ajar Sejarah. MGMP:Ponorogo.)

A) Pemerintahan Orde Baru

I) Landasan Struktural. Orde baru adalah suatu tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan pada meurnian pelaksanaaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 atau koreksi terhadap penyelewengan di masa Orde Lama dan menyusun kembali kekuataan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Sedangkan landasan structural dari Orde Baru meliputi:

(a) Landasan idiil adalah Pancasila.

(b) Landasan Konstitusional adalah Undang-undang Dasar 1945.

(c) Landasan Operasional adalah Tap Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)/ Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) yang antara lin meliputi:

(1)Tap No. IX/ MPRS/1966 tentang pengukuhan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966).

(2) Tap No. XXV/MPR)1966 tentang pelarangan faham komunis di Indonesia.

(3) Tap No. XX/MPR/1966 tentang tertib hukum berdasarkan Pancasila.

(4) Tap No. XII/MPR/1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera.

(5) Tap No.XXIII/MPR/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah Presiden Soekarno dan pengangkatan Letjen Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

(6) Tap NomXLI/MPR/1968 tentang pembentukan Kabinet Pembangunan.

II) Pembentukan Pemerintahan Orde Baru. Atas dasar Tap No.XIII/MPRS/1966, maka pada tanggal 15 Juli 1966 Jenderal Soeharto membentuk Kabinet Ampera. Tugas pokoknya disebut Dwi Dharma yaitu stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. sedangkan programnya disebut Catur Karya, yaitu:

(1) Memperbaiki kehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan.

(2) Melaksanakan Pemilihan Umum.

(3) Melaksanakan Politik Luar negeri bebas dan aktif untuk kepentingan nasional.

(4) Melanjutkan perjuangan anti imperalisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Sementara itu dengan situasi politik yang kacay dan sulit dikendaliakan, akhirnya Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia kepada jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar. Kemudian tanggal 7-12 Maret 1967 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melaksanakan sidang Istimewa di Jakarta dengan pertimbangan bahwa:

1) Keseluruhan Presiden Presiden Soekarno pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul “Nawaksara” dan Surat Presiden Soekarno pada tanggal 10 Januari 1967 yang berjudul “Pelengkap Nawaksara” tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban Presiden mengenai Pemberontakan Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia serta epilognya, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.

2) Presiden telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengembang Supersemar.

3) Berdasarkan laporan Pangkopkamtib/ Pengemban Supersemar, terdapat petunjuk bahwa Presiden Soekarno melakukan kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia dan melindungi tokoh-tokoh Gerakan 30 September/PKI.

Dalam sidang Istimewa tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan Tap No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Setahun kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRS) mengeluarkan Tap No. XLI/MPRS/1968, tanggal 27 Maret 1968 Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan dibentuklah Kabinet Pembangunan. Tugas dan Program Kabinet Pembangunan disebut Pancakrida, yaitu:

(1) Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi.

(2) Menyusun dan melaksanakan Repelita.

(3) Melaksanakan Pemilihan Umum.

(4) Mengembalikan keamanan dan ketertiban masyarakat.

(5) Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur Negara.

III) Penataan Stabilitas Politik dan Ekonomi

a) Penataan Stabilitasi Politik

1) Politik dalam Negeri

(a) Melaksanakan Pemilihan Umum Tahun 1971. Pada tanggal 3 Juli 1971 diselenggarakan Pemilihan Umum dengan asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah Tingkat Pertama (DPRD TK I), Dewan Perwakilan Daerah Tingkat Kedua (DPRD TK II). Pemilihan Umum tanggal 3 Juli 1971 tersebut diikuti oleh 10 peserta yang terdiri dari 9 partai politik dan 1 golongan karya. Dalam pemilihan umum tersebut, Golongan Karya (GOLKAR) memperoleh kemenangan mutlak dengan jumlah 236 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian diikuti Partai Nahdatul Ulama (Partai NU) sebanyak 58 kursi dan Parmus sebanyak 24 kursi. Kemenangan Golongan Karya (GOLKAR) dalam pemilihan Umum tahun 1971 mengindikasi dua hal yaitu; pertama, monoloyalitas Pegawai Negara Sipil yang menjadi penyumbang suara terbesar bagi kemenangan Golongan Karya (GOLKAR), kedua, adanya kekuatan Golongan Karya (GOLKAR) yang telah mengakar kuat di masyarakat. Kekuatan itu terbangun berkat adanya operasi penumpasan kekuatan komunis yang dilakukan oleh Sekber Golongan Karya (GOLKAR) bersama dengan militer dan masyarakat di era tahun 1965-an.

(b) Melakukan penyederhanaan partai politik (berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang penyederhanaan partai politik), maka fusi partai politik menghasilkan komposisi sebagai berikut

(1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didirkan pada tanggal5 Januari 1973 yang dipimpin oleh H. M. S. Mintaredjaa, SH. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari Partai Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti).

(2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) didirkan pada tanggal 11 Januari 1973 yang dipimpin oleh Mohammad Isneni. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Ikatan pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Partai Murba.

(3) Kelompok Golongan Karya (GOLKAR) yang terdiri dari berbagai organisasi profesi.

(c) Menerapkan Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Atas dasar latar belakang historis bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tentara pejuang dan penjuang tentara, maka pada masa orde baru, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran ganda yang disebut Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu peran sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan serta peranannya sebagai social politik. Oleh karenaa dalam Pemilihan Umum 1971 Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak mempunyai hak pilih, Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberi jatah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui pengangkatan. Dalam prakteknyaa, pengangkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam lembaga legislative tersebut bukan semata kepentingan politik saja, tetapi lebih didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

2) Politik Luar Negeri:

(a) Hubungan Republik Indonesia dengan Malaysia. Menghentikan politik konfrontasi dengan Malaysia dengan melakukan normalisasi hubungan Republik Indonesia dengan Malaysia melalui penandatanganan Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei 1966 sampai dengan 1 Juni 1966 antara Menteri Luar Negeri Indonesia yakni Adam Malik dengan Menteri Luar Negeri Malaysia yakni Tun Abdul Razak di Bangkok, Thailand. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan “Jakarta Accord” tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta.

(b)Hubungan Republik Indonesia dengan Singapura. Melalui jasa baik Duta Besar Pakistan untuk Birma (Myanmar) Habibur Rachman, Pemerintahan Republik Indonesia menyampaikan Nota Pengakuan terhadap Republik Singapura. Nota Pengakuan Republik Indonesia menyampaikan Nota Pengakuan Republik Indonesia disampaikan kepada Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew pada tanggal 2 Juni 1966. Kemudian Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan Singapura untuk mengadakan hubungan diplomatic.

(c) Hubungan Negara Asia Tenggara. Pada masa Orde Lama, tepatnya tanggal 7 Januari 1965 Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-bangsa. Sejak Orde Baru memerintah, tepatnya tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. Bahkan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yakni Adam Malik terpilih sebagai Ketua Sidang Malis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa dalam sidang Tahun 1974.

(d) Hubungan dengan Negara Blok Timur. Hubungan Indonesia dengan Negara blok Timur terasa dingin setelah terjadi pemberontakan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (PKI), lebih-lebih setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan pemerintah sebagai partai terlarang. Khususnya terhadap Republik Rakyat Cina yang dinilai menjadi pendukung Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (PKI) hubungannya dibekukan. Kemudian Republik Indonesia melakukan hubungan baik dengan Republik Taiwan (tandingan Republik Rakyat Cina) sebatas kerjasama dalam bidang ekonomi.

(e) Hubungan dengan Negara Barat. Hubungan dengan Negara Barat diaktifkan kembali. Setelah Negara Barat bergabung dalam IGGI ( Intergovernmental Group on Indonesia atau bantuan dana dari Negara Barat) atas prakarsa Amerika Serikat, yang beranggotakan Negara seperti: Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Perancis, Jerman Barat, Australia, Inggris dan Jepang. IGGI bersedia membantu Indonesia dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.


b)Penataan Stabilitas Ekonomi

1) Penyelamatan dan Rehabilitas Ekonomi Nasional. Kebijakan perekonomian di era Orde Baru didasarkan Tap Majelis Permuswaratan Rakyat Sementara (MPRS) No. XXIII/ MPRS/1966 yang berisi tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Tujuannya adalah untuk mengatasi krisis kemerosotan ekonomi yang melanda di Indonesia sejak tahun 1955. Sesuai dengan Tap Majelis Permusywaratan Rakyat Sementara, ada tiga program yang harus diselesaikan oleh pemerintah secara bertahap, yaitu:

(a) Program penyelamatan.

(b) Program stabilitasi dan rehabilitasi.

(c) program pembangunan.

Dalam program penyelamatan, langkah yang diambil orde Baru meliputi:

(1) Penerapan anggaran belanja berimbang (Balanced Budget) yang intinya diterapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 1968 melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 1967. Yang dimaksud anggaran belanja berimbang adalah adanya keseimbangan antara anggaran belanja Negara dan pendapatan Negara.

(2) membatasi pemberian kredit Bank dan menghapus kredit impor.

(3) menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (rescheduling) serta berusaha untuk mendapatkan pinjaman kredit baru.

Selanjutnya Program Stabilisasi adalah usaha untuk membendung laju inflasi. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia mengambil langkah sebagai berikut:

(1) mengatur harga dan tarif terutama harga pangan, harga sandang dan valuta asing.

(2) mengadakan operasi pajak dengan cara menciptakan cara pemungutan pajak bagi pendapatan perseroan dan kekayaan dengan Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang (MPO).

(3) Memberikan stimulus kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian hasil usahanya untuk sector pajak dan sector ekspor.

(4) Menerapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.l sedangkan penanaman modal bangsa sendiri, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Sedangkan Program Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan untuk memulihkan kemampuan berproduksi. Dalam pelaksanaan program ini pemerintah melakukan perbaikan dalam prasarana fisik (jalan, listrik dan lain-lain), prasarana administrative (aparatur Negara, aturan yang menghambat) dan prasarana institusional (lembaga koperasi, lembaga perbankan, lembaga perkreditan desa, dan lain-lain).

2) Pelaksanaan Pembangunan di Segala Bidang. Arah dan kebijakan ekonomi yang ditempuh pada masa Orde Baru diarahkan pada pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan Orde Baru tersebut bertumpu pada Trilogi Pembangunan yaitu meliputi:

(1) Pemerataan pembangunan nasional beserta hasil-hasilnya.

(2) Merencanakan, melaksanakan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

(3) Menciptakan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Selain itu, sasaran pelaksanaan pembangunan diarahkan pada delapan jalur pemerataan, yaitu meliputi:

(1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan).

(2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

(3) Pemerataan pembagian pendapatan.

(4) Pemerataan kesempatan kerja.

(5) Pemerataan kesempatan berusaha.

(6) Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita.

(7) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh Indonesia.

(8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Pembangunan nasional pada masa Orde Baru dirancang melalui pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang (25 sampai dengan 30 tahun)  dan Pembangunan Jangka Pendek (5 tahun). Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui tahapan pelaksanaan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Berikut ini tahapan Pelita (Pembangunan Lima Tahun) pada masa pemerintahan Orde Baru:

(1) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) I (1969-1974). Titik berat adalah sector pertanian dan sector industry yang mendukung pertanian.

(2) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) II (1974-1979). Titik berat adalah sekor pertanian dan sector industi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

(3) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III (1979-1984). Titik berat adalah sector Pertanian yang menuju sector swasembada pangan dan sector industry yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.

(4) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) IV (1984-1989). Titik berat adalah sector pertanian yang melanjutkan usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industry yang dapat menghasilkan mesin industry ringan dan berat. Masa ini adalah masa keberhasilan Orde Baru, misalnya keberhasilan program Keluarga Berencana dan Swasembada pangan. Namun, ada kecenderungan hanya terdapat di Pulau Jawa saja. Pada massa ini pula Indonesia dikategorikan sebagai “Macan Ekonomi Baru” di kawasan Asia bersama Korea Selatan, Malaysia, dan Muangthai. Sehingga perekenomomian di Negara itu dikenal sebagai suatu keajaiban (the miracle). Keberhasilan itu mengakibatkan Presiden Soeharto mendapat julukan sebagai “Bapak Pembangunan Indonesia”.

(5) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) V (1989-1994). Titik berat adalah sector pertanian dan industry yang semin meningkatkan kuantitas dan kualitasnya dengan sasaran utama ekspor. Pelaksanaan pembangunan ada kecenderungan di Pulau Jawa, tingkat korupsi tinggi dan utang luar negeri banyak.

(6) Pelita (Pembangunan Lima Tahun) VI (1994-1997). Titik berat adalah memasuki proses tinggal landas menuju  masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yaitu penciptaan sistem ekonomi yang seimbang (pertanian yang tangguh dan industry yang kuat) serta pembangunan bidang lain untuk meningkatkan sumber daya manusia. Masa ini adalah masa kejatuhan pemerintahan Orde Baru. Utang luar negeri Indonesia mencapai  US $ 136.000.000.000 (136 miliar dollar Amerika Serikat) pada tahun 1997. Pada tahun ini, pemerintah kehilangan kepercayaan dan tahun 1998, Presiden Soeharto turun dari jabaannya.

Pelaksanaan pembangunan nasional selama Orde Baru dirancang melalui tahapan Repelita  menimbulkan dampak positik dan dampak negative.

Dampak Positif Repelita adalah peningkatan kesejahteraan rakyat secara rata-rata, menurunnya angka kemiskinan absolute, menurunkan angka kematian bayi, meningkatkan angka partisipasi pendidikan terutama di tingkat dasar.

Dampak Negatif Repelita adalah terjadi pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam, tidak meratanya pembangunan antar daerah dan antar golongan pekerjaan, terjadi kesenjangan social antar kelompok masyarakat.

Secara Fundamental pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru sangat rapuh, hal ini disebabkan oleh:

(1) Modal pembangunan nasional lebih cenderung bergantung pada pinjaman luar negeri dalam bentuk dolar. Lembaga keuangan Internasional yang memberikan bantuan kredit kepada Pemerintahan Orde Baru diantaranya IGGI ( Intergovernmental Group on Indonesia) dan IMF (International Monetary Fund). Dana pinjaman luar negeri tersebut dinamakan “Bukti Ekspor” (BE) yang mencakup tiga sector utama yaitu sector impor, sector proyek pembangunan dan Sektor pangan.

(2) Penyelenggaraan pemerintah dibawah Presiden Soeharto sangat birokratis dan absolute (diktaktor) sehingga melahirkan kebudayaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal inilah yang natinya menjadi penyebab terjadinya krisis multi dimensional di Indonesia.

IV) Menguatnya Peran Negara dalam Seluruh Aspek Kehidupan

1) Bidang Ideologi:

(a) Menjadikannya Pancasila sebagai ideology tertutup. Meskipun pemerintah Orde Baru selalu mengatakan bahwa Pancasila sebagai ideology yang bersifat terbuka, namun kenyataannya Pancasila dirafsirkan dalam satu versi saja, yaitu versi Pemerintah dan siapapun tidak boleh menafsirkan pancasila kecuali Pemerintah. Oleh karena itu pemerintah membentuk BP-7 (Badan Pelaksana Pembina dan Pendidikan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) yang bertugas untuk memahami Pancasila secara benar, menafsirkan Pancasila secara benar dan menyampaikan tafsiran Pancasila tersebut kepada masyarakat.

(b) Menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Atas dasar Tap MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diantaranya berbunyi: “dalam rangka ini dan demi kelestarian Pancasila, kekuatan-kekuatan social politik, khususnya partai politik dan Golongan Karya harus benar-benar menjadi kekuasaan social-politik yang hanya berdasarkaan Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Oleh karena itu, seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus menjadikannya Pancasila sebagai asas tunggal.

(c) Melaksanakan indoktrinisasi Pancasila secara intens kepada seluruh warga masyarakat. Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), setiap warga masyarakat diwajibkan untuk mengikuti Penataran P-4 dan mendapat sertifikat sebagai syarat untuk mencari pekerjaan, melanjutkan sekolah, kenaikan pangkat dan golongan dan sebagainya.

2)Bidang Politik

(a) Mengontrol partai Politik. Penyederhanaan partai politik menjadi 2 partai politik dan golongan karya pada intinya untuk mempermudah pemerintah melakukan kotrol. Bagi tokoh politik yang kritis terhadap program pemerinah disingkirkan dan dipenjarakan.

(b) Memperbesar peran Golongan Karya (GOLKAR) dan memperkecil peran partai politik. Pemerintah Orde Baru berusaha untuk membesarkan Golongan Karya (GOLKAR) dengna tujuan untuk menguasai lembaga perwakilan rakyat. Untuk membesarkan Golongan Karya (GOLKAR) sebagai partai pemerintah dilaksanakan jalur ABG (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Birokrasi, dan Golkar).

(c) Mengatur struktur lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menguntungkan pemerinah. Selama Orde Baru berkuasa, lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dengan struktur keanggotaan menguntungkan pemerintah. Selain Fraksi Golongan Karya (GOLKAR), Fraksi Demokrasi Indonesia (PDI) dan Fraksi Persatuan Pembagnunan (PPP), Majelis Permusyawaratan Rakyat juga diisi denga fraksi lain yang pro pemerintah, seperti: fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) yang diangkat pemerintah dan Fraksi Utusan Daerah yang beranggotakan Pegawai Negeri Sipi dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang diangkat oleh Pemerintah. Dengan struktur Majelis Permusyawaratan Rakyat yang sedemikian rupa, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak mampu menjalankan fungsi checks dan balances karena Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah dikuasai oleh pemerintah (Golongan Karya/ GOLKAR, Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia/ ABRI, dan utusan daerah). Demikian juga lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang didalamnya terdiri dari empat fraksi yaitu: Fraksi Golongan Karya (GOLKAR), Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia), Fraksi Demokrasi Indonesia (PDI), dan Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP) tentu saja suaranya lebih cenderung mendukung pemerintah.

d) Tampilnya ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) sebagai pemimpin daerah. Denga alasan memelihara ketertiban dan stabilitas, militer ditempatkan pada pos strategis. Melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) dinyatakan bahwa untuk mencapai stabilitas nasional diperlukan kemanunggalan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) dengan rakyat sebagai basis peran social-politik ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia). Tetapi lama-kelamaan Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia) semakin masuk ke dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bidang yang sebenarnya lurah, bupati, walikota maupun gubernur hamper seluruhnya diisi oleh Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia baik yang masih menjabat maupun yang sudah pension.

e) Membelenggu hak-hak politik warga Negara. Selama masa Orde Baru, hak poltik warga Negara tidak diberi tempat. Demikian juga mahasiswa yang notebene penggerak lahirnya Orde Baru juga tidak luput dari pembelengguan pemerintah. Diawali dengan terjadinya demonstrasi mahasiswa tanggal 15 Januari 1974 yang menentang merajalelanya korupsi, dominasi kapitalis Cina dan investor Jepang. Demonstrasi berubah menjadi kerusuhan masa, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Tokoh seperti Hariman Siregar, Syahrir dan Muahhad Aini Chalid ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan kegiatan subversive yang mengancaam stabilitas bangsa dan Negara. Sejak peristiwa itu, pemerintah mengeluarkan program Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang melarang aktivitas politik mahasiswa dan civitas academica kampus. Kemudian untuk mengorganisir organisasi kemahasiswaan pemerintah membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) untuk memudahkan pemerintah melakukan aktivitas politik mahasiswa.


f) Mengontrol kebebasan Pers. Selama masa orde Baru pemerintah menerapkan kekebasan pers yang bertanggung jawab. Hal yang menarik dari sistem kebebasan pers yang diterapkan selam 32 tahun. Orde baru berkuasa ini adalah pada waktu tertentu pers menikmati kebebasan yang longgar, namun pada saat tertentu ketika suhu politik meninggi, pengawasan pemerintah terhadap pers meningkat. Pengawasan yang ketat ini menyebabkan terjadinya kasus pembrededlan atau pelarangan terhadap sejumlah surat kabar dan majalah dengan cara dibredel dan dicabut Surat Izin Usaha Pnerbitan Pers-bya (SIUPP). Di bawah ini merupakan dibredel dan dicabut SIUPPnya:Harian Sinar Harapan tanggal 2 Januari 1973 dengan tuduhan menyiarkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 1973-1974 sebelum Pemerintah mengumumkan secara resmi, Surat Kabar Prioritas pada tahun 1984 dengan tuduhan melanggar kode etik jurnalistik memuat berita mendahului pengumuman resmi pemerintah, tabloid Monitor tahun 1991 karena menghina salah satu agama, Majalah Tempo, Editor dan Detik pada tahun 1994 dianggap antipasti terhadap pemerintah.

3) Bidang Sosial. Pemerintah Orde Baru memperluas kekuasaan mereka atas kehidupan social masyarakat melalui tentara. Tentara Nasiona lIndonesia memiliki struktur organisasi yang menempatkan mereka ke desa. Di tingkat Provinsi ada Komando Daerah Militer (Kodam), ditingkat karesidenan ada Komando Resort Militer (Korem), ditingkat kabupaten ada Komando Distrik Militer (Kodim), di tingkat kecamatan ada Komando Rayon Militer (Koramil), dan tingkat desa ada Bintara Pembina Desa (Babinsa). Struktur seperti di atas sebenarnya sangat efektif untuk menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun dalam prakteknya justru disalahgunakan oleh pemerintah Orde Baru. Dengan struktur seperti itu, Tentara Nasional Indonesia mengaawasi dan mempengaruhi seluruh kehidupan social masyarakat. Tidak mengherankan bahwa Tentara Nasional Indonesia bisa menyusup masuk ke dalam kelompok social untuk memastikan bahwa kelompok social tersebut mendukung Pemerintah Orde Baru atau sebaliknya membahayakan terhadap eksistensi pemerintahaan Orde Baru. Selama Orde Baru, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bersifat ganda, disatu pihak sebagai penjaga integritas integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi dilain pihak telah menjadi agen pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah Orde Baru. Di masyarakat seakan ada pepatah “Barang siapa yang berani menentang Soeharto (Orde Baru) berarti akan berhadapan dengan tentara yang bersenjata”. Pepatah di atas semakin didukung dengan dibentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOMKAMTIB) padaa tanggal 3 Maret 1969 dengan tugas pokoknya:

(1) Memulihkan keamanan dan ketertiban akibat pemberontakan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia serta kegiatan ekstrim dan subversive lainnya.

(2) mengamankan kewibawaan pemerintah dan alat-alatnya dari pusat sampai dengan daerah untuk menjamin kelangsungan hidup Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Selama Orde Baru, siapapun yang berseberangan dengan pemerintah akan ditangkap oleh Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOMKAMTIB). Mereka yang berseberangan diberi predikat anti Pancasila, anti pembangunan, pengganggu stabilitas, ekstrim kanan, ekstrim kiri dan sebagainya. Hal ini membuat masyarakat takut berpartisipasi dalam kehidupan politik. Masyarakat khawatir apa yang dilakukan mereka dianggap menentang Pemerintah Orde Baru.

4) Bidang Kebudayaan. Pemerintah Orde Baru juga mengontrol bidang kebudayaan. Kebudayaan daerah yang dianggap bertentangan atau membahayakan kebudayaan nasional akan dilarang dan dihapus. Pemerintah juga mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya menghasilkan karya seni. Karya seni yang membahayakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta mengkritisi pemerintah Orde Baru akan dilarang. Demikian pula puisi dan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari aparat keamanan. Selain itu, isi pementasan atau isi puisi pun harus dikontrol bahkan harus dilaporkan terlebih dahulu sebelum pementasan.

5) Bidang Ekonomi. berbeda dengan Orde lama, pemerintah Orde Baru menjadikan pembangunan ekonomi sebagai panglima. Meskipun demikian, seringkali juga pemerintah Orde Baru bertindak sewenang-wenang, misalnya merampas tanah milik rakyat demi pembangunan, merambah dan menggunduli hutan demi pembangunan dan sebagainya. Kehidupan perekonomian rezim Soeharto memang mengalami kemajuan pesat. Namun, perekonomian bertumpu pada sekelompok kecil orang saja, sehingga tonggak perekonomian tersebut menjadi berantakan ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, inilah wujud pembangunan ekonomi yang sifatnya sentralistik.

6) Bidang Pertahanan dan Keamanan. Selama orde Baru tentara telah menjadi alat kekuasaaan untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah Orde Baru selain berfungsi sebagai penjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Indonesia yang memberikan kekuasaan dibidang politk kepada tentara menempatkan mereka di bawah control pemerintah, karena wilayah politik telah berada di bawah kekuasaan pemerintah.

7) Bidang Agama. Dengan membentuk Departemen agama, Negara juga mengontrol agama di Indonesia. Selama masa orde baru hanya lima agama resmi yang diperbolehkan hidup, agama lain dilarang, orang yang tidak beragama pun juga dilarang. Jadi semua orang harus beragama, tetapi harus salah satu dari lima agama tersebut. Pemerintah juga mengawasi praktik keagamaan dan masing-masing agama. Praktik keagamaan yang dianggap bahaya terhadap keamanan Negara atau bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 akan ditindak dengan keras. Bahkan tokoh agama terkenal seperti ketua Nahdatul Ulama dan Ketua Muhammadiyah akan diawasi gerak-gerik mereka secara ketat. Pemerintah memonitor kegiatan dakwah. Melalui oleh Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOMKAMTIB) pemerintah Soeharto pernah menerapkan kebijakan agar mubalig mengizinkan untuk berdakwah dan menyeret beberapa mubaligh ke penjara. Dengan kebijakan ini, aparat keamanan bisa berdalih dan beralasan bahwa mereka bisa secara paksa menghentikan suatu tablig atau ceramah agama karena mengkritik pemerintah atau Golongan Karya (GOLKAR), apalagi jika ceramahnya mendorong masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah.

B) Berakhirnya Pemerintah Orde Baru dan Lahinrya Reformasi

I) Krisis Multidimensi di Indonesia

a) Krisis Ekomomi

1) Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar. Krisis moneter yang melanda Negara Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997, dimulai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2.575 menjadi Rp 2.603 per dollar. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar tersebut berakibat:

(1) Pertumbuhan pereknomian Indonesia mencapai 0%.

(2) Iklim bisnis di Indonesia menjadi lesu.

(3) Kondisi moneter menjadi terpuruk yang ditandai dengan dilikuidasinya (dibubarkan) 16 Bank tahun 1997.

(4) Perdagangan dengan luar negeri semakin sulit, karena barang dari luar neger menjadi sangat mahal.

(5) Hancurnya sistem fundamental perekonomian Indonesia.

2) Hutang Luar Negeri yang sangat besar. Atas dasar pernyataan Ketua Tim Hutang-hutang Luar Negeri Swasta (HLNS) Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin Presiden Soeharto di Buna Graha tanggal 6 Februari 1998, hutang luar negeri Indonesia sampai bulan Februari 1998 mencapai US $ 137.424.000.000.000 (137.424 miliar dollar Amerika Serikat) yang terbagi atas utang swasta nasional yakni US $  73.862.000.000.000 (73.862 milliar dollar Amerika Serikat) dan utang pemerintah US $ 63.462.000.000.000 (63.462 milliar dollar Amerika Serikat). Utang luar negeri yang sangat besar tersebut mengakibatkan: pedagang luar negeri tidak percaya terhadap importer Indonesia yang dianggapnya tida akan mampu membayar barang dagang mereka, hamper semua Negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia yang disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat.

b) Krisis Politik

a) Kemenangan Golongan Karya (GOLKAR) selama Orde baru dianggap tidak jujur dan adil. Selama Orde baru memerintah pemerintah telah melaksanakan Pemilihan umum sebanyak 6 kali yakni: Pemilihan umum tahun 1971, Pemilihan umum tahun 1977, Pemilihan umum tahun 1982, Pemilihan umum tahun 1987, Pemilihan umum tahun 1992, dan Pemilihan umum tahun 1997 yang secara keseluruhan dimenangkan oleh Golongan Karya (GOLKAR). Masyarakat menilai kemenangan tersebut hanyalah rekayasa belakaa untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru.

b) Lima Paket. Selama Orde Baru, pemerintah mengeluarkan 5 Paket Undang-undang Politik yang dinilai oleh masyarakat sebagai sumber ketidak adilan, lima pekt tersebut adalah:

(1) UU No. 1/1985 tentang Pemilihan Umum.

(2) UU No. 2/1985 tentang Susunan, kedudukan, tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

(3) UU No. 3/1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (GOLKAR)

(4) UU No.4/1985 tentang Referendum.

(5) UU No.5/1985 tentang Organisasi Massa.


C)Krisis Sosial. Terjadinya pemutusan hubungan kerja secara sepihak sehingga menimbulkan pengangguran dimana-mana, banyaknya ketidakadilan dalam bidang hukum, terlepih dalam proses peradilan, terjadinya kesenjangan social yang cukup tajam antara golongan kaya (konglomerat) dengan golongan miskin (rakyat).

d)Krissi kepercayaan. Pemerintahan Orde Baru dibawah Kepemimpinan Presiden Soeharto yang cenderung diktaktor telah melahirkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang nantinya menimbulkan rasa ketidakadilan, kesenjangan social yang semakin lebar, rusaknya tatanan politik, ekonomi dan hukum sehingga rakyat sudah tidak percaya lagi terhadap pemerintah.

II) Lahirnya Reformasi dan Runtuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto

a) Pengertian, Tujuan dan Agenda Reformasi. Menurut Adam Normiet, reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau Negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan dibidang social, politik atau agama. Atas dasar pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa reformasi adalah suatu gerakan utnuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama dalam bidang politik, social, ekonomi dan bermasyarakat dan berbangsa , seusai dengan nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 baik dalam bidang politik, social, ekonomi dan hukum. Mahasiswa yang menjadi pelopor gerkan Reformasi mengeluarkan agenda pokok reformasi sebagai berikut:

(1) Adili Soeharto dan kroninya.

(2) Amandemen Undang-undang Dasar 1945.

(3) Supermasi Hukum.

(4) Otonomi daerah yang seluas-luasnya.

(5) Penghapusan Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

(6) Pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

b) Runtuhnya pemerintah Presiden Soeharto. Adanya anarkis yang bersifat multi dimensi tersebut melahirkan gelombang demonstrasi mahasiswa menentang rezim Orde Baru. Demonstrasi ini akhirnya mengakumulai setelah empat mahasiswa Universitas Tri Sakti (Elang Mulya Lesmana, Hri Haritanto, Hendiriawan Sie dan Hafidin Royan) gugur serta terjadi kerusuhan 12 Mei 1998. Akibatnya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh B. J. Habibie sebagai presiden Republik Indonesia yang ketiga.

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):

The Reign of the New Order in Indonesia (Government of President Soeharto)
(Source: Ali, Nur. Modules Teaching Material History. MGMP: Roxburgh.)
A) The New Order
I) Structural Basis. The new order is an order of the whole life of the people, nation and state are placed on meurnian pelaksanaaan Pancasila and the 1945 Constitution or the correction of abuses in the Old Order and reconstitute the power of the nation to foster stability in order to accelerate the process of nation building. The goal is to create a just and prosperous society based on the 1945 Constitution and Pancasila within the Unitary State of the Republic of Indonesia of an independent, united and sovereign. While the structural foundation of the New Order include:
(A) Basis idiil is Pancasila.
(B) is the cornerstone of the Constitutional Act of 1945.
(C) Operating Platform is Tap People's Consultative Assembly (MPRS) / People's Consultative Assembly (MPR) between lin include:
(1) No Tap. IX / MPRS/1966 about the inaugural Supersemar (Decree of March 11, 1966).
(2) No Tap. XXV / MPR) in 1966 on the prohibition of communist ideology in Indonesia.
(3) No Tap. XX/MPR/1966 about the rule of law based on Pancasila.
(4) No Tap. XII/MPR/1966 about Ampera Cabinet formation.
(5) Tap on the revocation of the authority of government No.XXIII/MPR/1967 President Sukarno and the appointment of Lieutenant General Soeharto as President of the Republic of Indonesia.
(6) Tap on the establishment NomXLI/MPR/1968 Development Cabinet.
II) The establishment of the New Order government. On the basis of Tap No.XIII/MPRS/1966, then on July 15, 1966 General Suharto forms Ampera Cabinet. Main task is called dual Dharma is political stability and economic stability. while the program is called Chess work, namely:
(1) Improving the lives of people in the field of food and shelter.
(2) Implement the General Election.
(3) Implement Politics Abroad freely and actively in the national interest.
(4) Continuing the anti imperialism and colonialism in all its forms and manifestations.
Meanwhile, the political situation and the difficult kacay dikendaliakan, the President finally officially handing power to the general government of the Republic of Indonesia Soeharto as carrier Supersemar. Then on 7-12 March 1967 the People's Consultative Assembly (MPRS) conduct Special session in Jakarta on the basis that:
1) Overall President President Soekarno on June 22, 1966, entitled "Nawaksara" and the letter of President Soekarno on January 10, 1967, entitled "Complementary Nawaksara" does not contain any clear accountability President on 30 September Uprising Movement / Indonesian Communist Party and epilognya, setbacks and economic demoralization.
2) The president has handed over power to the developer Supersemar government.
3) According to the Commander / Bearer Supersemar, there are hints that the President undertake policies that indirectly benefit the September 30th Movement / Indonesian Communist Party leaders and protect the 30 September Movement / PKI.
In Special session, the People's Consultative Assembly (MPRS) issued a No Tap. XXXIII/MPRS/1967 of Revocation of Power Government of President Sukarno and appointed General Soeharto as Acting President of the Republic of Indonesia. A year later the People's Consultative Assembly (MPRS) issued a No Tap. XLI/MPRS/1968, dated March 27, 1968 General Suharto was appointed as the President of the Republic of Indonesia and formed Development Cabinet.Tasks and Program Development Cabinet called Pancakrida, namely:
(1) Creating political and economic stability.
(2) Develop and implement Repelita.
(3) Implement the General Election.
(4) restore public order and safety.
(5) Continuing improvement and cleaning of the State apparatus.
III) Structuring Political and Economic Stability
a) Structuring Politics stabilization
1) in State Politics
(A) Implement the General Election of 1971. On July 3, 1971 General Election held to the principle Luber (Direct, General, Free and Confidential) to elect members of the House of Representatives (DPR), the Regional Representative Council of First Instance (Parliament TK I), Second Level Regional Representative Council (parliament TK II ). Election date of July 3, 1971 was attended by 10 participants from nine political parties and one faction works. In this election, Functional Group (Golkar) gained an absolute victory by the number of 236 seats in the House of Representatives (DPR), followed NU Party Party (NU) Parmus many as 58 seats and as many as 24 seats. Victory Functional Group (Golkar) in the 1971 General election indicates two things: first, monoloyalitas Civil State Employee which became the biggest contributor to the victory voice Functional Group (Golkar), secondly, the power of Functional Groups (Golkar) that has been entrenched in the community The power was awakened thanks to a crackdown by the communist forces Sekber Functional Group (Golkar) along with the military and society in the era of 1965's.
(B) Perform simplification of political parties (based on Law No. 3 Year 1975 on the simplification of political parties), the fusion of political parties produced the following composition
(1) United Development Party (PPP) tanggal5 Founded in January 1973, led by H. M. S. Mintaredjaa, SH. United Development Party (PPP) is a fusion of the Party Nahdatul Ulama (NU), the Muslim Party of Indonesia (Parmusi), SI Party of Indonesia (PSII), and the Islamic Unity Party Tarbiyah Indonesia (Perti).
(2) the Indonesian Democratic Party (PDI) Founded on January 11, 1973, led by Mohammad Isneni. Indonesian Democratic Party (PDI) is a fusion of Indonesian National Party (PNI), Christian Party of Indonesia (Parkindo), the Catholic Party, the Association of Indonesian Independence supporters (IPKI) and Murba Party.
(3) Group Functional Group (Golkar) that consists of various professional organizations.
(C) Implementing the Dual Function of the Indonesian Armed Forces. On the basis of the historical background of the Indonesian National Army (TNI) is a combat soldier and penjuang army, then in the New Order era, the Indonesian National Army (TNI) has a dual role called the Dual Function of the Armed Forces of the Republic of Indonesia, the role of the defense and security forces and their role as social politics. By karenaa in Election 1971 Indonesian National Army (TNI) have no voting rights, Indonesian National Army (TNI) was allotted seats in the House of Representatives (DPR) or the Regional Representatives Council (parliament) by appointment. In prakteknyaa, removal of the Indonesian National Army (TNI) in the legislature is not merely political, but based more on function and dynamic stabilizers.
2) Foreign Policy:
(A) Relationship of the Republic of Indonesia and Malaysia. Stop the policy of confrontation with Malaysia normalize relations with the Republic of Indonesia and Malaysia through the signing of the Bangkok Agreement dated May 29, 1966 until June 1, 1966 between the Indonesian Foreign Minister Adam Malik with the Malaysian Foreign Minister Tun Abdul Razak in Bangkok, Thailand. Then proceed with the signing of the "Jakarta Accord" dated August 11, 1966 in Jakarta.
(B) Relationship of the Republic of Indonesia and Singapore. Through the good offices of Pakistan's Ambassador to Burma (Myanmar) Habibur Rahman, the Government of the Republic of Indonesia expressed Note Recognition of the Republic of Singapore. Recognition of the Republic of Indonesia Memorandum Memorandum convey recognition of the Republic of Indonesia conveyed to the Prime Minister of Singapore Lee Kwan Yew on June 2, 1966. Then submit a memorandum Singapore Singapore answers willingness to hold diplomatic relations.
(C) Relationship of Southeast Asian Nations. In the Old Order, the exact date is January 7, 1965 Indonesia out of the United Nations. Since the New Order rule, exactly on 28 September 1966, Indonesia will become a member of the United Nations. Even Foreign Minister Adam Malik of Indonesia was elected as the Chairman Malis General of the United Nations in the trial of 1974.
(D) Relations with Eastern Bloc Countries. Indonesia's relationship with the Eastern bloc country after a coup chilly September 30th Movement / Indonesian Communist Party (PKI), especially after the Communist Party of Indonesia (PKI) as the government declared the party illegal. Especially the People's Republic of China which was considered a supporter of the 30 September Movement / Indonesian Communist Party (PKI) do frozen. Then the Republic of Indonesia doing good relations with the Republic of Taiwan (Republic of China counterpoint) the extent of cooperation in the economic field.
(E) Relations with the West. Relations with the West Country reactivated. After joining the West Country IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia or financial assistance from the West) on the initiative of the United States, which consists of countries like: USA, Netherlands, Belgium, France, West Germany, Australia, England and Japan. IGGI willing to assist Indonesia in the implementation of national development.

b) Structuring Economic Stability
1) National Economic Rescue and Rehabilitation. Economic policy in the era of the New Order was based Tap Permuswaratan People's Assembly (MPRS) No..XXIII / MPRS/1966 that contains Renewal of Economic Policy, Finance and Development. The aim is to overcome the crisis of the economic downturn that hit in Indonesia since 1955. In accordance with Tap Permusywaratan People's Assembly, there are three programs that must be resolved by the government in stages, namely:
(A) rescue program.
(B) stabilization and rehabilitation program.
(C) development program.
In the rescue program, the steps taken by New Order include:
(1) Application of balanced budgets (Balanced Budget) is essentially applied in the State Budget 1968 by Law No. 13 Year 1967. The definition of balanced budget is a balance between state spending and state revenues.
(2) to limit bank lending and remove import credit.
(3) implement policies defer payment of foreign debt (rescheduling), and trying to get a new mortgage loan.
Further Stabilization Program is an attempt to stem inflation. Therefore, the Government of Indonesia took the following steps:
(1) regulate prices and tariffs, especially food prices, clothing prices and foreign exchange.
(2) conduct tax operations by creating a way for the collection of tax revenue and wealth Tax Calculating Self (MPS) and Calculating Tax (MPO).
(3) Provide stimulus to entrepreneurs to want to give up part of his efforts to tax the sector and the export sector.
(4) Implementing Law No. 1 of 1967 on Investment Asing.l investment while the nation itself, the government issued Law No. 6 of 1968 on Domestic Investment.
While the Rehabilitation Program is the work done to restore the ability to produce. In the implementation of this program the government to make improvements in physical infrastructure (roads, electricity, etc.), administrative infrastructure (State apparatus, rules hamper) and institutional infrastructure (cooperative institutions, banking institutions, rural credit institutions, etc.).
2) Implementation of Development in Any Field. Direction and economic policies pursued during the New Order directed at development in all areas.Implementation of the New Order development rests on the trilogy of development which include:
(1) Equity in national development and their fruits.
(2) Plan, execute and achieve high economic growth.
(3) Creating a healthy national stability and dynamic.
In addition, the implementation of development goals aimed at eight equity lines, which include:
(1) Equity fulfillment of basic needs (food, clothing, and shelter).
(2) Equitable access to education and health services.
(3) Equitable distribution of income.
(4) Equitable opportunities.
(5) Equitable opportunities.
(6) Equity participation in development, particularly young people and women.
(7) Equity spread of development across Indonesia.
(8) Equity chance to obtain justice.
National development in the New Order designed by implementing long-term development (25 to 30 years) and Short-Term Development (5 years). Short-term construction phase of the designed through Pelita (Five Year Development). Here are the stages Pelita (Five Year Development) in the New Order government:
(1) Pelita (Five Year Development) I (1969-1974). The focus is the agricultural sector and the industrial sector that supports agriculture.
(2) Pelita (Five Year Development) II (1974-1979). The focus is the agricultural sector and sector industry, processing raw materials into raw materials.
(3) Pelita (Five Year Development) III (1979-1984). The focus is agriculture sector towards self-sufficiency in food sector and industry sectors that process raw materials into finished goods.
(4) Pelita (Five Year Development) IV (1984-1989). The focus is the agricultural sector that continued efforts toward self-sufficiency by increasing industry that can produce light and heavy machinery industry. This period is the success of the New Order era, such as the success of family planning programs and food self-sufficiency. However, there is a tendency only found on the island of Java. In this mass of Indonesia also categorized as "Tiger New Economy" in Asia with South Korea, Malaysia, and Thailand. So perekenomomian in the country was known as a miracle (the miracle). That success resulted in President Soeharto earned the nickname as the "Father of Development of Indonesia".
(5) Pelita (Five Year Development) V (1989-1994). The focus is agriculture and industry sectors that Semin improve the quantity and quality as the main target export. Implementation of development there is a tendency on the island of Java, a high level of corruption and a lot of foreign debt.
(6) Pelita (Five Year Development) VI (1994-1997). The emphasis is entering the process took off towards a just and prosperous society based on Pancasila, namely the creation of a balanced economic system (agricultural firm and strong industry) as well as other fields of development to improve human resources. This period is the period of the fall of the New Order government. Indonesia's foreign debt reached U.S. $ 136 billion (136 billion U.S. dollars) in 1997. This year, the government had lost the trust and in 1998, President Soeharto stepped down from jabaannya.
The implementation of national development during the New Order through stages designed Repelita positik impacts and negative impacts.
Repelita Positive Impact is to improve the welfare of the people, on average, decrease in absolute poverty, reducing child mortality, improving school enrollment, especially at the primary level.
Negative Impact Repelita is contamination of the environment and natural resources, uneven development among regions and between work groups, there was a social gap between communities.
In Fundamental economic development in the New Order is very fragile, it is caused by:
(1) Capital of national development are more likely to rely on foreign loans in dollars. International financial institutions that provide credit assistance to the New Order government including IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia) and the IMF (International Monetary Fund). Foreign loan funds is called "Evidence Export" (BE), which includes three main sectors namely the import sector, sector development projects and food sector.
(2) The government under President Soeharto highly bureaucratic and absolute (dictator) which gave birth to cultural corruption, collusion and nepotism (KKN).This is natinya a multi-dimensional causes of the crisis in Indonesia.
IV) The strengthening of the role of the State in All Aspects of Life
1) Field of Ideology:
(A) Make it as an ideology Pancasila closed. Although the New Order government has always said that Pancasila ideology which is open, but in fact the Pancasila dirafsirkan in one version only, the version of the government and should not be interpreted Pancasila anyone except the government. Therefore, the Government established BP-7 (Board of Trustees and Executive Education Guidelines for Living the Pancasila) whose job is to understand the Pancasila properly, correctly interpret and convey Pancasila Pancasila interpretation to the public.
(B) Make the Pancasila as the sole basis. On the basis of MPR Decree No..II/MPR/1983 about the Guidelines of State Policy (Guidelines), including reads: "in this context and for the preservation of Pancasila, political social forces, especially political parties and Golkar should really be a social-political power only berdasarkaan Pancasila as the sole foundation ". Therefore, the entire life of the society, nation and state must make Pancasila as the sole basis.
(C) Implement indoktrinisasi Pancasila intensely to all citizens. Top of the People's Consultative Assembly Decree (MPR) No.. II/MPR/1978 about P-4 (Guidelines and Living the Pancasila), every citizen is obliged to follow the upgrading P-4 and received a certificate as a requirement to look for work, attend school, and class promotions and so on.
2) Political
(A) Controlling Party Politics. Simplification of political parties into two political parties and groups to facilitate the work of the core controls of the government.For political figures critical of the program GOI removed and imprisoned.
(B) Increase the role of Functional Groups (Golkar) and minimize the role of political parties. The New Order government seeks to raise Functional Group (Golkar) dengna order to rule the people's representative institutions. To raise Functional Group (Golkar) as the government party line held ABG (Armed Forces of the Republic of Indonesia, Bureaucracy, and Golkar).
(C) Set the institutional structure People's Consultative Assembly (MPR) and the House of Representatives (DPR) GOI profitable. During the New Order, the agency People's Consultative Assembly (MPR) is set to benefit the membership structure of the government. Besides Golkar faction (Golkar), the Indonesian Democratic Faction (PDI) and the Unity faction Pembagnunan (PPP), the PCA also filled premises other pro-government factions, such as the fraction of the Armed Forces of the Republic of Indonesia (Indonesian Armed Forces and the Police of the Republic of Indonesia) appointed government and regional representatives faction consisting Civil Sipi and the Armed Forces of the Republic of Indonesia appointed by the Government. With the structure of the PCA in such a way, the Indonesian Democratic Party (PDI) and the United Development Party (PPP) is not able to perform the function of checks and balances because the People's Consultative Assembly (MPR) has been controlled by the government (Functional Group / Golkar, the Indonesian National Army and Indonesian National Police / Armed Forces and regional representatives). Similarly, institutions in which the House of Representatives consists of four factions namely: Fraction Functional Group (Golkar), faction of the Armed Forces of Indonesia (Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia), the Indonesian Democratic Faction (PDI), and the United Development Faction (PPP) of course his voice is more likely to support the government.
d) Appearance of ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia) as a regional leader.Premises to maintain order and stability reasons, the military stationed at strategic posts. Through Law No. 21 Year 1982 on the dual function of ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia) stated that in order to achieve the stability needed unity ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia) people as the basis of social and political role of ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia). But over time the dual function of ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia) has grown to become the workmanship. Role kekaryaan ABRI (Armed Forces of the Republic of Indonesia / Indonesian National Army and Police of the Republic of Indonesia) the entry into the joint life of the nation. Actual field of village heads, district heads, mayors and governors almost entirely filled by the Indonesian military and the Indonesian police either still serving or who have retired.
e) handcuff political rights of citizens. During the New Order, the right politically citizens have no place. Similarly, students who drive notebene birth of the New Order was not immune from government pembelengguan. Beginning with the student demonstration on January 15, 1974 against the rampant corruption, the domination of capitalist Chinese and Japanese investors. The demonstration turned into a riot period, which was then known as Malari Events (Catastrophes Fifteen January). Figures such as Hariman Siregar, Syahrir and Muahhad Aini Chalid arrested and thrown into jail on charges of subversive activities that mengancaam stability of the nation and the State. Since then, the government issued a program normalization Campus Life (NKK) which prohibits political activity of students and campus academic community. Then the government to organize a student organization formed Student Coordinating Board (BKK) to facilitate student government political activity.

f) Controlling the freedom of the Press. During the period of the New Order government to implement the responsible freedom of the press. The interesting thing about press freedom system adopted submarine 32 years. The new order is in power at any given time enjoying the freedom of the press is loose, but at a certain moment when the political temperature rises, increased government control of the press. This surveillance led to case pembrededlan or banning of newspapers and magazines were banned and withdrawn by Business License Pnerbitan Press-bya (SIUPP). Below are banned and removed SIUPPnya: Daily Sinar Harapan dated January 2, 1973 on charges of broadcasting Draft State Budget (Budget) from 1973 to 1974 before the Government announced officially, Newspapers Priority in 1984 on charges of violating the code of conduct includes news preceded the official announcement, tabloid Monitor in 1991 for insulting a religion, Tempo Magazine, Editor and Seconds in 1994 is considered the antipasti to the government.
3) Social Sector. The New Order government to expand its control over social life of the community through the army. Army of National lIndonesia has an organizational structure that puts them into the village. At the provincial level, there are the Regional Military Command (Kodam), the level of residency there Military Command (Korem), district level there are District Military Command (Kodim), at the district level there are District Military Command (Koramil), and village levels there Pembina Village Officer ( Babinsa). Structure as above are actually very effective to maintain the integrity of the Unitary Republic of Indonesia, but in practice it is misused by the New Order government. With such a structure, the Indonesian National Army mengaawasi and affects the entire social life of the community. No surprise that the Indonesian Armed Forces can infiltrate into social groups to ensure that the social group is supporting the Government of New Order or otherwise endanger the existence of the governance of the New Order. During the New Order, the Armed Forces of the Republic of Indonesia is a double, on the one hand as a guard the integrity of the integrity of the Unitary Republic of Indonesia but on the other hand has been the agent of the government to preserve the New Order government. In society as if there is a saying "He who dares to oppose Suharto (New Order) means it will deal with the armed forces." The saying on the increasingly backed with formed Command for the Restoration of Security and Order (KOMKAMTIB) padaa dated March 3, 1969 with the main task:
(1) Restoring law and order caused by the rebellion September 30th Movement / Indonesian Communist Party and other subversive activities and extreme.
(2) securing the government's authority and tools from the center to the regions to ensure the survival of Pancasila and the Constitution of 1945.
During the New Order, anyone who is opposed to the government will be caught by the Command for the Restoration of Security and Order (KOMKAMTIB). Those who opposed anti-Pancasila given predicate, anti-development, bullies stability, extreme right, extreme left, and so on. This makes people afraid to participate in political life. People are worried that what they considered to be against the New Order government.
4) Field of Culture. The New Order government also controls the field of culture.Cultural areas that are considered contrary or harmful to national culture will be banned and removed. The government also controls the work and cultural production. Artists can not just produce a work of art. Artwork harm Pancasila and the Constitution of 1945 and criticized the New Order will be banned. Similarly poetry and drama or theater performances. Everything must have written permission from the security forces. In addition, the contents of the staging or the content of the poem must be controlled even have to be reported before the gig.
5) Economic Affairs. different from the old Order, the New Order government make economic development as a commander. Nevertheless, the New Order government also often acted arbitrarily, for example, depriving people of land for development, penetrated and denude forests for development and so on.Suharto's economic life is increased considerably. However, the economy relies on a small group of people, so that the economy becomes messy milestone when the monetary crisis hit Indonesia in 1997, here in the form of economic development that are centralized.
6) Defense and Security. During the New Order soldiers has become a tool of power to perpetuate the power of the New Order government in addition to functioning as a guard the integrity of the Unitary Republic of Indonesia. The concept of the dual function of providing the Armed Forces of Indonesia in the field of political power to the people putting them under the control of the government, because the political realm has been under government control.
7) Religious Field. By establishing the Department of Religion, the State also controls religion in Indonesia. During the New Order era only five official religions are allowed to live, other religions is forbidden, even people who are not religious are also prohibited. So everyone should be religious, but it must be one of the five religions. The government also oversees religious practices of each religion.Religious practices that are considered hazards to the security of the State or contrary to Pancasila and the 1945 Constitution will be dealt with harshly. Even well-known religious leaders like chairman NU and Muhammadiyah chairman will be watched their movements closely. The Government monitored the activities of proselytizing. Through the Command for the Restoration of Security and Order (KOMKAMTIB) Soeharto governments have implemented policies that allow preachers to preach and bring some preachers to prison. With this policy, the security forces could quibble and argue that they can forcibly stop a tablig or religious speech for criticizing the government or the Functional Group (Golkar), especially if the speech encouraging people to fight against the government.
B) The end of the New Order government and Lahinrya Reform
I) Multidimensional Crisis in Indonesia
a) Crisis Ekomomi
1) weakening of the Rupiah against the dollar. The financial crisis that hit the Southeast Asian country since July 1997, starting with the weakening of the rupiah against the U.S. dollar. On August 1, 1997, the exchange rate fell from USD 2575 to USD 2603 per dollar. The weakening of the rupiah against the dollar resulted in:
(1) Growth pereknomian Indonesia reaches 0%.
(2) The business environment in Indonesia became lethargic.
(3) monetary conditions slumped marked with liquidation (dissolved) 16 Bank 1997.
(4) trade with foreign countries more difficult, because the goods from a foreign country to be very expensive.
(5) The destruction of Indonesia's economic fundamentals system.
2) Foreign debt is very large. On the basis of statement of Chairman of the State's debts to private (HLNS) after hearing Prawiro Resilience Council of Economic and Finance (DPKEK) led by President Suharto in Buna Graha dated February 6, 1998, Indonesia's foreign debt in February 1998 to reach U.S. $137.424.000.000.000 (137 424 billion U.S. dollars), divided into national private debt of U.S. $ 73.862.000.000.000 (73 862 billion U.S. dollars) and the U.S. government debt $ 63.462.000.000.000 (63 462 billion U.S. dollars) Foreign debt resulted in a very large: overseas merchants do not believe in it deems walkin importer Indonesia would be able to pay for their merchandise, almost all States would not accept a letter of credit (L / C) from Indonesia due to the banking system in Indonesia unhealthy.
b) Political Crisis
a) Wins Golkar (Functional Group) during the New Order are considered not free and fair. During the New Order government has implemented rule elections as much as 6 times ie: Elections 1971, Elections 1977, Elections 1982, Elections 1987, Elections 1992, and the 1997 election was won by the Group as a wholeKarya (Golkar). People consider belakaa victory was engineered to preserve the New Order.
b) Five Pack. During the New Order, the government issued Law 5 Pack are rated by the community politics as a source of injustice, five pekt are:
(1) Law no. 1/1985 on General Elections.
(2) Law no. 2/1985 on the Organization, position, duties and powers of the House of Representatives (DPR) or the People's Consultative Assembly (MPR).
(3) Law no. 3/1985 on Political Parties and the Functional Group (Golkar)
(4) of Law No.4/1985 on Referendum.
(5) of Law No.5/1985 on Mass Organizations.

C) Social Crisis. The occurrence of unilateral termination, causing unemployment everywhere, the many injustices in the legal field, terlepih in the judicial process, the occurrence of a sharp social inequalities between the rich (conglomerates) and the poor (the people).
d) Krissi confidence. New Order government under the leadership of President Suharto's dictatorship likely has spawned corruption, collusion and nepotism (KKN) which will give rise to a sense of injustice, social inequalities are widening, damaging the political, economic and legal so that people are no longer trust the government.
II) The birth of the Reformation and the collapse of the government of President Soeharto
a) Definition, Objectives and Agenda for Reform. According to Adam Normiet, reform is a radical change for improvement in a community or country. According to Big Indonesian Dictionary, the reform is a radical change for improvement in the field of social, political or religious. On this basis it can be concluded that the reform is a reform movement held separately and change, especially in the political, social, economic, and societal and nation, after the value of Pancasila and the 1945 Constitution both in the political, social, economic and legal .Students who become pioneers gerkan Reform issued basic reform agenda as follows:
(1) judgmental Suharto and his cronies.
(2) Amendments Act of 1945.
(3) the supremacy of law.
(4) local autonomy as possible.
(5) Elimination of Dual Function of the Indonesian Armed Forces.
(6) Government is clean of corruption, collusion and nepotism.
b) The collapse of the government of President Soeharto. The existence of a multi-dimensional anarchist is giving birth to a wave of student demonstrations against the regime. This demonstration mengakumulai finally after four students at the University Tri Sakti (Eagles Mulya Lesmana, HRI Haritanto, Hendiriawan Sie and Hafidin Royan) and the autumn riots May 12, 1998. As a result, on May 21, 1998, President Suharto resigned and was replaced by B. J. Habibie as the third president of the Republic of Indonesia.

0 comments:

Post a Comment